Pagi-pagi sekali Hamdan telah pulang ke Apartemennya. Pria yang telah jatuh bangkrut dan ditinggalkan istrinya itu menyusun sebuah rencana.
Ia akan mendapatkan kembali hati Amira. Ia akan mudah menguasai semua harta dan peninggalan Teguh suaminya.
Ia masih tersenyum, tak kala rayuan maut yang ia bisikan pada janda itu. Bisikan indah yang hadirkan menyapu semua permukaan kulit hingga terasa sampai pada ujung jari kaki mulus janda itu.
Amira tak bisa lagi berkutik, pemanasan yang dilakukan mantan kekasihnya itu membuat tidak berdaya dan langsung memberikan lampu hijau.
"Amira ternyata milikmu sama sempitnya dengan dulu sayang, tidak ada bedanya," Hamdan memuji di sela sela aktivitasnya memimpin permainan.
Amira terasa melambung di langit yang ke tujuh oleh rayuan Maut yang diberikan Hamdan padanya.
Seperti tamu yang datang pada rumahnya Amira membuka pintu masuk dan selamat datang dengan membuka selebar-lebarnya. Tamu mana yang tidak akan masuk, jika sang tuan rumah mempersilahkan tamu itu bahkan untuk bergoyang di ranjang panas tuan rumah.
Jika tidak ada untuk memwnitize suatu nafsu dan keserakahan itulah yang terjadi pada saat ini dikediaman Amira.
Hari ini, nasib keberuntungan masih berpihak pada Alma gadis kecil yang malang. Ia hanya berada di kamar dan sesekali mendekati Bi Ani yang sedang sibuk di dapur.
'"Bi, hari ini bibi masak apa?" gadis kecil itu mulai bicara.
"Non, mau bibi masakan apa sayang?"
"Tidak, terserah bibi saja,"
"Bibi buat pizza seperti kemaren, non mau?"
Alma mengangguk, senyum tipis berada di bibirnya saat ini.
Asisten yang tulus itu, selalu melihat bagaimana perkembangan Alma. Sungguh sangat senang rasanya hanya melihat ia tersenyum walau hanya sebuah lekukan saja di bibirnya. Hal itu bagi Bi Ani sudah suatu keberuntungan.
"Bi, Alma bantu ya Bi memotong sayurannya."
"Jangan non, non duduk saja yang manis di sana. Nanti setelah masak kita makan sama-sama ya," ucap asisten dengan senyum tulus pada Alma.
"Alma malas juga lihat bibi sibuk, sementara Alma tidak ada kerjaan, Boleh ya Bi," terlihat Alma sangat ingin membantu asisten itu.
"Ya, sudah tapi hati-hati ya, jangan sampai teriris tangannya ya non."
"Ya, bi.."
Terlihat bocah kecil itu sangat ingin menghilangkan kesedihan yang ada. Ia tidak ingin selalu di kamar dan teringat papa dan mama yang sudah tenang di sana.
Sementara itu di kamar mewah yang berada di lantai atas. Amira baru saja membuka matanya. Ia mendapati tubuh polosnya terbalut selimut tebal.
Sejenak ia mengumpul semua ingatan yang ada. Ia terlihat tersenyum sendiri. Raut binar di matanya jelas terlihat sudah.
Ia melangkah dan membersihkan diri di kamar mandi. Ia sambil membersihkan tubuh, ia melihat pantulan diri dari cermin itu. Sisa -sisa permainan ranjang yang panas malam tadi, di setiap lekukan tubuh janda itu dipenuhi dengan stempel dari Hamdan.
Bukan merasa berdosa dengan apa yang dilakukan, ia malah tersenyum sendiri di depan pantulan cermin sambil terus menguyur air dari pancaran shower.
Baru saja ia turun dari tangga bunyi bel berbunyi. Sekarang Hamdan telah datang kembali ke rumah itu.
"Sayang, apa kau sudah bangun.?"
"Mengapa pagi-pagi sekali perginya? aku masih butuh kehangatan," ucap Amira tampa rasa malu ketika berada dekat dengan Hamdan.
"Aku tidak akaan pernah jauh darimu, bahkan setiap saat. Jika kau masih belum puas, kita bisa mengulanginya sebentar lagi."
"Benarkah?"
"Tentu saja sayang, aku akan memuaskan hasrat yang belum tuntas selama ini, hingga kau sulit untuk berdiri," ucap Hamdan dengan nakal.
"Kita buktikan nanti. Sekarang ayo kita makan, perut serasa minta di isi dari tadi."
Hamdan melihat seisi rumah, matanya tersapu dengan barang-barang mewah yang ada di sana. Semua perabotan hampir seluruh mengunakan bahan baku dari kayu Jati. Terlebih lagi lukisan mahal yang menempel di dinding. Membuat pikiran licik dan rencana bulus terus menerus bersemayam dalam dada.
"Ayo, kita sekarang makan. Ayolah..." ucap Amira sambil bergelayut manja di lengan lelaki itu.
Sementara itu di ruang dapur Alma juga telah makan bersama Bi Ani. Setelah selesai mengisi perut nya Alma berniat untuk pergi ke lantai mengambil mainan yang masih banyak tertinggal di sana.
Ketika langkahnya mulai dari ruangan dapur Amira memergoki anak tirinya itu dengan ketus
"Mau kemana Alma?" seringai menakutkan terpancar dari wajah ibu tiri itu.
"Mama..ee..aku mau ke atas, mengambil mainan dan buku pelajaran yang tertinggal." ucap gadis itu penuh dengan rasa takut kembali.
"Jangan pernah kau perlihatkan mukamu berkeliaran di rumah ini, ruangan mu hanya dapur dan kamar. Jik kau berani melanggar semua peraturan yang ada. lihat saja nanti. kau akan di kurung di kamar tampa dapat jatah nasi!" Amira berkata sambil menghempaskan tubuh kecil itu ke dinding tembok dapur.
Kembali perih sekujur tubuh kecil yang membentur dinding tembok. Punggung tergores dan sikunya mengeluarkan darah.
"Non,,Ya Allah," ucap Bi Ani sambil memeluk tubuh munggil Alma.
Amira berlalu dan mendengus kesal. Ia kembali mendekati Hamdan yang sedang menikmati makanan.
"Ini sayang, buah dan jus yang kau mau."
"Tetapi mengapa tidak menyuruh asisten mengambilnya sayang,"
"Aku ingin melayani mu."
"Aku mendengar ada suara anak kecil dan keributan di dapur."
"Ah, tidak ada suatu apapun sayang. Hanya anak asisten dan juga Bi Ani yang agak sulit di atur."
"Jangan semua di masalahkan sayang, bukankah setelah ini kita akan perusahaan," timpal Hamdan mengingatkan Amira.
"Tetapi sebenarnya hari ini, aku malas ke Perusahaan yang, aku mau seharian bersama mu," ucap Amira sambil mengelus lengan kekar milik Hamdan.
"Nanti sepulangnya kita dari perusahaan, kita akan bermain sampai pagi," tukas Hamdan dengan cepat.
"Baiklah, aku akan bersiap-siap dengan segera."
Amira lalu kembali ke kamar atas sementara Hamdan kemudian membuka benda pipih yang ada di saku kemeja kotak-kotak yang sedari tadi bergetar.
Terlihat pria itu mengangakat benda pipih persegi dengan suara sedikit perlahan.
Beberapa asisten yang melihatnya, segera menjauh.
"Aku serahkan sementara waktu perusahaan padamu, kau tenang saja. Perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan. Aku sedang mencari suntikan dana yang akan masuk ke Perusahaan."
"Baik, tuan Hamdan," suara di seberang menjawab dengan hormat.
Seringai licik kembali menghiasi wajah tampan itu. Ia menatap lantai atas di mana Amira masih bersiap-siap untuk berangkat. Boleh saja aku menjadi pemuas bagimu Amira, tidak ada ruginya juga bagi diriku. Tetapi jangan lupa harta yang banyak ini lambat laun menjadi milik ku! batin Hamdan dalam hati.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Triple.1
semangat kak
2022-04-12
0