Dan kamu salah besar! Aku tak sekuat itu.

Ava membuka pintu kamar Fena yang tampak sedang merias diri, bersiap pergi ke toko Lila. Gudang. Mungkin itu lebih cocok menggambarkan kondisi kamar Fena. Handuk, baju, celana, bahkan beberapa pakaian dalam berserakan di atas kasur. Seperti kapal pecah. Tak jarang Ava yang merapikan dan membersihkan kamar sahabatnya itu ketika ia sedang tidak ada di rumah. Ia merasa risih melihatnya. Hingga Fena sendiri mengakui bahwa Ava adalah ibu keduanya. Ia sangat menyayangi sahabatnya itu.

Melihat Ava yang bediri di balik pintu yang sedikit terbuka, membuat Fena menghentikan aktivitasnya saat hendak mengoles lipstik di atas bibirnya. Ia hanya meringis menyadari kondisi kamarnya yang sangat berantakan. Ava hanya menggeleng-gelengkan kepala lantas masuk ke dalam kamar lalu duduk di tepi kasur sembari menyingkirkan baju-baju yang berserakan di sana.

"Aku nggak ikut ke tempat Lila ya, Fen." kata Ava yang tampak malas.

"Kenapa?" tanya Fena seraya kembali merias wajahnya di depan cermin.

"Nggak apa-apa. Aku mau ketempat bibi."

"Ya sudah. Nanti aku bilang sama Lila." jawab Fena mengiyakan.

"Tapi kemarin kamu kemana? Kamu juga pulang jam berapa semalam? Kamu jangan buat aku khawatir terus dong Va." sambung Fena, kali ini ia yang mengomel.

"Cari angin aja, deket-deket sini kok."

Meski tahu pertanyaannya tak akan dapat jawaban, Fena tetap menanyai Ava sebab kekhawatirannya pada sang sahabat. Ia lalu mendekati Ava dan duduk di sampingnya.

"Va.. Aku ini sahabatmu, bahkan kita sudah seperti saudara bukan? Kalau kamu sedang ada masalah, kamu cerita sama aku, jangan kamu pendam sendiri. Kamu sudah lupa kenapa aku ada di sini sekarang?

Ava tersenyum mendengar sahabat yang sedang mengkhawatirkannya dan penuh perhatian. Ia hanya mengangguk, mengiyakan omelan Fena tanpa menjawabnya. Dan Fena pun hanya memandangi sahabanya dengan perasaan cemas seolah tak tega melihat sahabatnya yang terlalu keras pada dirinya sendiri.

Aroma wangi berbagai jenis bunga tercium sempurna di setiap sudut ruangan. Tak sedikit kelopak bunga berserakan di atas meja dan lantai. Berbagai jenis bunga dengan tangkainya terkumpul dalam sebuah wadah besar, siap untuk dirangkai dalam satu bucket. Hari ini akan menjadi hari yang sangat sibuk bagi Lila dan Fena. Esok, pesanan sudah akan diambil oleh pelanggan Lila. Dengan wajah yang serius, Fena terus menempatkan satu per satu tangkai bunga pilihan yang telah dipilah oleh Lila sebelumnya.

"Kemarin, yang waktu ada pelanggan cowok ke sini, seingatku itu kakak kelas kita, aku nggak tahu namanya. Tapi sepertinya Ava kenal, karena mereka sempat lihat-lihatan." Lila membuka obrolan, membuat Fena beralih dengan ucapannya.

"Enggak ngobrol?" tanya Fena penasaran dan hanya dijawab gelengan kepala dari Lila.

"Beberapa hari Ava kelihatan banyak murung, aku jadi khawatir." sambung Fena lantas melanjutkan rangkaian bunga di tangannya. Tak melanjutkan obrolan, mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing.

"Mimpi itu terasa sangat nyata. Jika saja aku bisa mengendalikannyaa, mungkin aku tidak akan

seperti ini. Dan kamu salah besar!

Aku tak sekuat itu. Melewati semua kepahitan ini sendiri, aku tak setegar itu.

Kenanganmu.. Tanpa sengaja kembali terbuka."

Hamparan pasir putih tersusut oleh air yang datang menyapa bibir laut. Deburan ombak yang tenang seakan mampu menetralkan isi kepala yang awut-awutan. Beberapa burung singgah, sekedar mencari mangsa, kemudian pergi lagi. Terik matahari begitu terasa membakar permukaan kulit, meski berada di bawah sebuah payung besar warna warni.

Seorang wanita paruh baya datang menghampiri, duduk di atas tikar tipis yang digelar di atas pasir di bawah payung teduh itu. Terasa hangat sebab sinar matahari. Ia letakkan piring dengan beberapa potongan kue dan kelapa muda yang disajikan dengan es didalamnya. Ava meraih kelapa muda itu dari tangan wanita yang kini telah duduk di sampingnya. Menyeruputnya dengan sedotan, ia sangat menikmati air dari kelapa yang dibawakan oleh bibinya.

"Bagaimanapun itu orang tuamu Va. Ibumu mungkin marah, tapi itu juga karena dia sayang kamu. Bibi nggak nyalahin kalian, kalian punya kehidupan masing-masing. Tapi kamu lihat sendiri kan dampaknya, kenapa? Karena keegoisan yang diutamakan." ucap wanita paruh baya itu.

Dia adalah bibi Reni, saudara dari ibu kandung Ava. Reni adalah satu-satunya orang yang akan Ava dataangi saat merasa lelah dengan sikap orang tuanya. Ia akan meminta saran ataupun solusi dari bibinya jika perlu. Beruntungnya, bibi Reni tak memihak pada siapapun.

"Enggak tahu bi, aku hanya ingin sendiri. Salah ya?" tanya Ava tampak lesu sembari memainkan sedotan di tangannnya.

"Salah itu tidak. Tapi pasti orang tuamu khawatir sama keadaan kamu. Bibi juga sama khawatirnya sama seperti mereka, tapi bibi nggak mau memaksa kamu, apapun keputusan kamu selama itu baik pasti bibi dukung." mendengar perkaataan itu membuat Ava sedikit lebih tenang. Meski tak menyelesaikan masalah, setidaknnya ada beban yang sedikit terangkat.

Hari mulai menyapa senja. Langit yang tadinya cerah kini tampak semakin gelap. Semakin banyak roda kendaraan yang membelah jalan. Sembari menyandarkan punggungnya di kursi bus, angkutan umum, Ava menengok keluar jendela yang disekat oleh kaca. Banyak antrean kendaraan yang berhenti di lampu lalu lintas yang menunjukkan warna merah. Tanpa sengaja tatapan matanya tertuju pada seorang pria yang sedang menaiki motor bututnya, melambai dan tersenyum hangat padanya. Ava tercengang seperti tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Tak menghiraukannya, Ava lantas memalingkan pandangannya dari pria itu.

Lampu yang sebelumnya menyala warna merah kini berganti jadi warna hijau. Puluhan sepeda motor mulai melaju cepat dari tempatnya, tak terkecuali bus yang kini ditumpangi Ava, membuat sosok pria tadi tak lagi terlihat di matanya.

Satu jam kurang lebihnya, duduk di bangku bus membuat Ava merasa pegal-pegal. Sambil mmenuruni tangga bus mini itu, Ava melakukan gerakan-gerakan kecil untuk membuat otot tubuhnya relax. Ia terus berjalan menyusuri terminal menuju ke pintu keluar. Sesekali ada yang menawarinya tumpangan. Tukang ojek, tukang becak, dan banyak lagi, namun ia menolaknya.

Sampai di depan pintu keluar, Ava kembali dibuat tercengang saat mendapati pria yang dilihatnya di lampu merah tadi tengah duduk santai di atas motor yang di parkirkan di samping pintu keluar tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

"Hai Va ?" sapa pria itu dengan senyum suumringah di wajahnya.

"Kamu kok di sini?" tanya Ava terheran-heran mendapati pria itu dimana-mana.

"Tentu kamu tahu, tujuanku itu kamu." jawab pria itu tanpa basa basi.

"Dan kamu pasti juga tahu jawabanku" kini Ava mulai merasa terganggu dengan sikap pria itu.

"Please.. kasih aku waktu. Kasih aku kesempatan buat ngomong sama kamu." pinta pria itu yang kini sepertinnya mulai serius.

Dengan tetap tenang, Ava mencoba melepaskan kekesalannya dengan hanya membuang napas perlahan.

Motor butut bukan sembarang butut. Pria itu membawa motornya dengan kecepatan standar menyusuri jalanan kota yang ramai dengan Ava yang tengah duduk tenang di jok belakang. Sepanjang perjalanan dari terminal, tak ada suara yang terlontar dari keduanya.

Lalu lalang kendaraan menghiasi pandangan dua makhluk Tuhan yang sedari tadi hanya diam, menikmati sajian minuman khas Jawa Tengah, Wedang Ronde, yang dijual di pinggir jalan oleh salah satu pedagang kaki lima. Pria itu tampak sedang mengamati gadis di sisi kirinya tengah sibuk dengan minuman kesukaannya itu. Seolah melupakan segalanya dan hanya fokus pada apa yang ada di tangannya.

"Kamu masih sama ya Va" ucap pria itu seraya tersenyum tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Ava.

"Langsung saja Ben. Ada apa?" cetus Ava sambil meletakkan mangkuk kosong di sisi kirinya tanp memandang pada pria itu. Ya, pria itu adalah Beni.

Beni menyudutkan bibirnya, membuang napas, lantas kembali menyantap wedang rondenya yang belum habis.

"Apa aku masih mengingatkanmu padanya?"

Pertanyaan itu membuat Ava terperangah. Ia menatap pada Beni yang kini sibuk menghabiskan minumannya. Matanya membelalak kemudian beralih menandakan ia tak nyaman dengan itu. Ava mengambil napas panjang sebari menutup mata, mencoba mengendalikan perasaannya.

"Ben, jika kamu hanya ingin tahu perasaanku sama dia, lupakan saja. Aku pulang." Ava beranjak dari duduknya sambil membenarkan tali tas di pundaknya. Dengan sigap tangan Beni meraih pergelangan tangan Ava, mencegahnya pergi. Beni berdiri menyamai Ava

"Oke. Aku nggak akan bahas soal Bian, maaf.." ucap Beni berusaha menenangkan Ava.

Keduanya kembali pada posisi semula, namun tanpa menikmati wedang ronde kesukaan Ava. Beni terdiam, mencari celah dari suasana hati Ava yang sempat dirusaknya tadi. Ava yang hampir tersulut emosi masih berusaha menenangkan dirinya. Ia berusaha untuk tetap tenang, memberi kesempatan pada Beni, meski sebenarnyaa ia sangat ingin pergi dari sana.

"Maaf Va.." suara itu terdengar begitu lirih terlontar dari mulut Beni.

"Bukannya aku nggak mau kasih tahu kamu, aku.."

"Ben!" Ava memotong kata-kata Beni segera.

"Aku nggak marah sama kamu. Iya, aku salah. Nggak seharusnya kau bersikap seperti ini sama kamu. Aku hanya butuh waktu. Aku tahu kamu nggak bermaksud apa-apa, tapi tolong.."

Tatapan Ava yang menyiratkan permintaan pada Beni, membuatnya tak berkutik. Ia pun tak melanjutkan kalimatnya dan hanya mengangguk, mengiyakan yang dikatakan Ava.

"Ternyata waktu dua tahun belum cukup untukmu pulih. Tapi aku tetap perlu bicara sama kamu Va." Beni bersikukuh dengan tujuannya.

"Akhir pekan. Kita ketemu disini." Ava menjawab tanpa basa basi lantas beranjak dari duduknya kemudian pergi, meninggalkan Beni tanpa sepatah kata lagi. Ditatapnya punggung Ava yang kian lama kian jauh dari pandangannya. Senyum kecil menghiasi wajah Beni tanpa disadarinya. Lega dan senang, itulah yang dirasakannya saat itu.

"Aku tak yakin aku akan sanggup menghadapi hal-hal tentangmu, lagi. Luka ini belum sembuh,

haruskah ku buka lagi?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!