Lembar per lembar album foto itu dibukanya. Sesekali ia usap foto-foto kecil yang tertempel rapi di dalamnya. Seorang anak kecil perempuan bersama dua orang dewasa, tampak foto lain anak kecil yang sedang asik bermain. Ava memandangnya sambil tersenyum, mengusap perlahan foto itu. Kenangan yang dimilikinya dari kedua orang tua yang hingga kini enggan ditemuinya.
Sebenarnya bukan tidak ingin ia menemui orang tuanya, ia hanya belum siap, ia takut membuka luka lama di hatinya. Rasa trauma ditinggalkan orang-orang terkasih begitu melekat pada dirinya.
Pikiran Ava teralihkan seketika mendapati ada yang menarik lembut ujung celananya. Growi, kucing kesayangannya, tengah bermain asik di bawah kakinya. Melihat tingkah Growi, kelucuannya, cukup mampu mengobati kekosongan hatinya. Growi adalah pemberian dari seseorang yang telah lama meninggalkannya. Meski begitu, Ava sudah terlanjur menyayangi Growi, siapa yang memberikannya sudah tak jadi masalah baginya.
Ava mengelus tubuh Growi dengan lembut kemudian diangkatnya dan diletakkan di pangkuannya sambil terus membelai bulu-bulu lembutnya dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka cukup keras. Benar saja, Fena ada dibaliknya. Gadis itu memang tak bisa sedikit saja lembut.
"Astaga Ava.. udah siang nih, yuk, nanti telat." kata Fena
Biasanya Ava yang akan mengomel karena Fena yang kelamaan berias diri.
"Iya iya bentar."
Ava melepas Growi dan mengambil tasnya lalu bergegas pergi. Meski berbeda tempat kerja tapi dua sahabat ini selalu pergi bersama karena tempatnya searah. Terlebih hanya ada satu motor, milik Ava. Dengan berboncengan menaiki motor itu, mereka pun pergi, meninggalkan rumah yang sudah terkunci rapat.
Sementara Growi sengaja dibebaskan di luar rumah dan dititipkan pada tetangga untuk sekadar mengawasi. Barangkali dia akan bertemu dan bermain dengan kucing di sekitar.
-//-
Hari ini adalah hari Sabtu. Biasanya Ava hanya akan bekerja setengah hari saja. Begitu pun dengan Fena, namun dia suka menyibukkan diri. Di akhir pekas seperti ini, selepas bekerja ia akan pergi ke toko bunga milik sahabatnya, sekadar membantu mengelola toko kecil yang baru beberapa bulan dirintis sahabatnya itu. Ava pun sesekali ikut membantu, namun ia lebih suka menghabiskan waktunya untuk hal lain.
Lila, pemilik toko bunga sekaligus sahabat Ava dan Fena sejak duduk di bangku SMA. Entah berita apa yang akan disampaikan Lila, wajahnya begitu berseri, senyum sumringah menghiasi wajahnya.
"Wah wahh ada apa nih? Sepertinya lagi senang sekali." kata Fena seraya menggoda.
Lila yang sibuk dengan bunga-bunga di hadapannya semakin melebarkan senyum di wajahnya. Ava dan Fena mendekatinya lalu duduk bersamanya mengitari bunga yang berserakan di atas meja berbentuk bulat itu.
"Aku dapat pesanan bucket banyak. Pasti senang dong" Lila tampak sangat gembira sambil terus menyelesailan rangkain bunganya yang hampir selesai.
"Waahh bakal sibuk banget dong" giliran Ava yang mencoba menggoda sahabatnya.
"Eh tapi kalian bantuin aku ya. Lusa harus udah selesai, nggak mungkin aku bisa kerjain sendiri" ucap Lila seraya membujuk manja kedua sahabatnya, meski ia tahu jawabannya pasti "iya".
"Jadi, butuh karyawan dadakan nih?" Kata-kata Fena pun memecah tawa ketiganya.
Sedang asik dengan obrolan mereka sembari merangkai satu per satu tangkai bunga, lonceng yang tergantung di pintu masuk tiba-tiba berbunyi, menandakan seseorang telah datang ke dalam toko.
"Ada yang datang, bentar ya.."
Lila pun bergegas memeriksa dan siap melayani barangkali pelanggannya yang datang. Sementara Ava dan Fena terus melanjutkan pekerjaannya, merangkai bunga untuk dijadikan bucket. Ava begitu diam dan tak banyak bicara hari ini. Bahkan beberapa hari terakhir, Fena merasa Ava begitu tenang, seperti patung hidup. Hanya bicara apa yang perlu.
Fena tak menanyakannya sebab tahu itu hanya akan sia-sia. Yang ia tahu, di saat seperti ini, Ava sedang memendam masalahnya. Bukan tidak peduli, hanya saja Ava tidak akan membuka diri jika ditanya, terkecuali atas inginnya sendiri.
Ava beranjak dari tempat duduknya sembari membersihkan badannya dari serpihan kelopak bunga yang rontok, berjatuhan di pangkuannya. Bangku yang tadi didudukinya sedikit bergeser sehingga menimbulkan suara nyaring di telinga.
"Mau kemana?" tanya Fena.
"Keliling. Mau lihat-lihat bunga" jawab Ava lantas bergerak, berjalan menyusuri sisi-sisi toko.
Fena hanya mengangguk dengan masih terus memandangi punggung Ava yang semakin menjauh dari tempatnya.
Bunga-bunga yang bermekaran membuat seluruh ruangan penuh dengan aroma dari berbagai jenis bunga. Lila memang hobi merawat tanaman, hingga suatu hari ia salurkan hobinya itu pada bisnis yang saat ini dijalankannya. Hampir semua tanaman yang dirawatnya tumbuh dengan sangat baik, keuletannya pun membuahkan hasil. Banyak jenis bunga yang dijualnya di toko ini.
Satu per satu tangkai bunga yang dipetiknya, ia masukkan ke dalam keranjang kecil yang ditenteng di tangan kirinya. Ava mengelilingi setiap sudut ruangan, memetik beberapa bunga yang dibutuhkan. Sambil menikmati keindahannya dan sesekali menghirup aroma bunga yang baginya cukup menenangkan jauh dalam benaknya.
Di tengah kesibukan matanya mencari, pandangannya teralihkan pada seseorang yang berdiri di tempat kasir, tengah melakukan transaksi dengan sahabatnya, Lila. Punggung lelaki itu seperti tak asing baginya. Tak lama setelahnya, lelaki itu segera mengambil bingkisan dari meja kasir dan berbalik arah, berniat pergi. Namun tanpa sengaja mata mereka bertemu. Ava terbelalak. Matanya tertuju pada lelaki yang langkahnya terhenti setelah berhadapan dengannya. Hanya kontak mata, tak ada obrolan.
"Va?" Lila yang memanggil dari tempat kasir sontak membuyarkan lamunan Ava yang sedari tadi masih fokus pada lelaki yang kini tepat berada di depannya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, Ava berjalan melewati lelaki itu, menghampiri kedua sahabatnya. Lelaki itu pun hanya melirik tanpa membalikkan badan, kemudian beranjak pergi meninggalkan toko.
_"Mengapa di saat aku melepasnya, harapan itu justru seolah mengejar kembali? Apakah itu takdir atau nasib? Haruskah dunia sekejam ini? Tak cukupkah dengan satu luka?
Manusia selalu dibuat bimbang dengan berbagai macam pilihan. Orang bilang, semakin berat ujian hidupmu maka semakin besar Tuhan menyayangimu. Namun bagiku, semua itu semu. Bagaimana aku bisa mempercayakan hidupku jika aku sendiri tak lagi mampu percaya pada diriku sendiri?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments