Dikta menatap saldo rekening nya melalui M-banking, saldo yang tidak pernah lebih dari tujuh digit itu kini malah menyentuh angka sembilan digit. Itu adalah imbalan yang diberikan oleh keluarga Kusuma.
Namun ada satu hal yang mengganggunya, kebebasan terasa terenggut. Ia memang mendapatkan fasilitas yang bagus, serta ekonomi keluarga mamang nya pun ikut terbantu. Apalagi biaya pengobatan nenek dan pendidikan adiknya yang berada di kota lain juga terjamin.
Mengingat lagi pembicaraan dirinya saat Vino yang merupakan salah satu kakak dari gadis yang ditolongnya, datang menemuinya diruang rawatnya. Ah ya mengenai kondisi nya, luka-luka di tubuhnya cukup banyak dan ada beberapa jahitan di punggung nya. Ia juga kehilangan banyak darah waktu itu, membuatnya harus di rawat berapa hari.
"Gue punya penawaran untuk lo." Ucap Vino setelah memperkenalkan dirinya kemudian duduk di kursi, sambil menatap Dikta yang duduk di ranjang rumah sakit.
"Iya tuan?" Tanya Dikta.
"Gue mau menjadi kan lo sebagai pengawal pribadi adik gue, ah gak... gue ingin lo berteman dengannya." Ucap Vino.
"Kalau lo menerima tawaran ini, kehidupan mu dan seluruh keluarga lo akan terjamin." Tambahnya.
"Eh... Anu, maaf tuan, saya masih seorang mahasiswa, saya takut tidak bisa membagi waktu." Elak Dikta, meski tawaran nya menggiurkan, ia memiliki firasat yang tidak enak.
"Lo yakin? Kami bisa menempatkan nya kuliah di tempat yang sama dengan Lo." Tanya Vino.
"Emm kalo boleh tahu, kenapa tuan memilih saya secara tiba-tiba? Saya juga belum mengenal adik tuan, saya baru bertemu 2 kali dengannya." Balas Dikta.
"Karena Lo udah meninggalkan kesan yang baik untuk nya, gue yakin lo bisa mendekati nya. Karena gue juga mengetahui kemampuan lo, dan dedikasi lo melindungi adik gue waktu itu. Apa perlu kami menjelaskan masalah keluarga kami?" Tanya Vino sedikit sarkas, Dikta langsung menggeleng.
"Intinya ia tidak ingin bersama keluarga nya. Tapi, jika dia hanya sendirian diluar sana, bahaya akan selalu mengintainya sebagai seorang Kusuma. Lo mengerti maksud gue?" Dikta mengangguk paham.
"Tapi mohon maaf tuan, saya tidak bisa." Vino kemudian mengangguk paham, kemudian memberikan kartu namanya.
"Lo bisa menghubungi gue jika berubah pikiran." Kemudian berlalu pergi.
Dikta kira hidupnya akan tenang, namun tidak setelah ia keluar dari rumah sakit. Tagihan biaya perawatan sangat mahal, karena ia dimasukkan ke dalam perawatan kelas 1. Belum lagi tiba-tiba sepupunya, anak dari Mamang nya yang masih SD terkena DBD. Ditambah adiknya mengabari jika memerlukan uang untuk bayar SPP dan berobat neneknya.
Semua datang bertubi-tubi, membuatnya sangat kelabakan. Hingga pada akhirnya ia menghubungi Vino, untuk meminta bantuan. Ia ingin mendiskusikan penawaran pria itu untuknya.
"Kenapa lo ingin bertemu?" Tanya Vino, saat ini mereka berada di kantin rumah sakit. Karena Dikta tidak di izinkan keluar.
"Aku menerima penawaran tuan," ucap Dikta tanpa basa-basi.
"Oh sudah bersedia?" Tanya Vino, Dikta mengangguk pasti.
"Ok, silahkan tandatangan." Dikta membaca surat perjanjian.
"Lo gak percaya gue? Gue pastikan lo untung banyak. Tugas lo hanya menjaga Aza dan berinteraksi dengan nya." Sela Vino, Dikta pun membubuhkan tandatangan nya di atas materai perjanjian.
"Baik tuan, pertama aku butuh uang untuk bayar rumah sakit." Ucap Dikta.
"Sepertinya asisten gue gak bekerja dengan benar, mungkin karena tugasnya terlalu banyak sampai ia lupa akan hal ini." Ucap Vino, yang membuat Dikta berkerut bingung.
"Itu adalah hadiah lo karena sudah menyelamatkan Aza, dan biaya rumah sakit lo sudah dibayar. Seharusnya itu dilakukan oleh asisten gue sejak awal." Dikta dibuat melongo setelah memeriksa notifikasi M-banking di ponselnya, lalu... Ah sudah lah... Sudah terlanjur.
"Gue percaya lo bisa diandalkan, dan gue harap lo bersedia berhenti dari seluruh kerja sampingan lo. Termasuk sebagai pelatih beladiri, gue akan menyediakan tempat latihan khusus untuk lo." Ia menyadari satu hal, pria di hadapannya tahu semua identitas nya. Tapi tidak dengan nya, selain mengetahui fakta ia adalah seorang Kusuma, tidak ada hal lain yang ia ketahui.
"Untuk masalah keluarga lo, kami akan membereskan nya secepatnya. Lo tinggal tunggu hasil aja. Dan mulai hari ini lo di pindahkan ke tempat tinggal yang sama dengan milik Aza." Dikta tertegun, dan karena inilah yang membuat nya sedikit merasa setengah hati.
Dia dijebak..
Atensinya beralih saat sebuah pesan masuk ke dalam ruang chat nya, berasal dari Vino. Mengabarkan bahwa Aza akan pulang hari ini, dan meminta Dikta untuk memastikan Aza makan dengan baik.
Dikta bersiap ke pasar, ingin belanja sayur dan bahan-bahan kue. Ia akan memasak hari ini. Menyesali keputusan juga tidak berguna, semua sudah terjadi. Maka dari itu ia harus melakukan yang terbaik untuk mengakrabkan diri pada Aza, hingga gadis itu bisa percaya padanya.
"Kira-kira dia suka apa ya?" Monolog Dikta sambil memilih sayuran yang ada dihadapannya. Ia memilih pasar tradisional karena lebih murah, dan bahan-bahan nya pun lebih segar karena kadang langsung dari petani atau peternak sendiri yang menjual barangnya.
Hari ini ia akan memasak ayam kecap dan membuat bolu kukus spesial.
***
Aza mendudukkan dirinya disofa bantal, beristirahat sebentar sebelum membersihkan apartemen nya yang sudah ia tinggalkan beberapa hari. Memejamkan matanya, kemudian mengambil aba-aba untuk bangkit.
"Let's do it!" Semangatnya, sebenarnya bisa saja ia memanggil jasa cleaning. Tapi ia sangat tidak nyaman saat barang-barang disentuh oleh orang lain.
Menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk membersihkan huniannya, dan mencuci pakaian-pakaian kotor nya. Ia bersiap untuk mandi, agar tubuhnya segar. Membawa baju ganti dan bathrobe -nya. Aza berjalan santai ke kamar mandi.
Setelah 15 menit berlalu, ia keluar dengan wajah segar dengan tubuh yang dibungkus bathrobe. Namun atensinya teralih pada bunyi bel apartemen nya, ia bahkan hampir tidak pernah menerima tamu. Siapa kira-kira.
"Hai aku tetangga baru, kebetulan baru saja merayakan hunian baru. Aku ingin membagikan makanan pada tetangga." Suara dan wajah yang familiar muncul dari kamera telepon pintu apartemen. Aza kemudian membuka pintu dengan tubuh terbungkus bathrobe.
Aza menatap datar tanpa ekspresi pria dihadapannya itu, sedang kan Dikta malah menunduk karena Aza terlihat hanya mengenakan bathrobe. Cukup lama saling terdiam, Dikta mencoba mengatur kegugupan nya.
"Eh... Kamu... Customer taksi waktu itu kan?" Dusta Dikta, semoga ekspresi wajah nya mendukung.
Memutar bola mata malas, Aza bersedekap dada. Ia mencurigai pria dihadapannya ini, pasalnya seminggu lalu ia kerja sampingan hanya untuk uang tambahan. Bagaimana mungkin selang beberapa waktu, pria itu malah tinggal di apartemen yang sangat mahal untuk kantong mahasiswa rantauan.
Siapa lagi? Kalau bukan Kusuma.
"Ehmm perkenalkan, nama ku Dikta Bulan Januari. Kamu bisa memanggilku Dikta, Didi, Tata, Ari, Bulan,..."
"Kusuma mana yang menyuruhmu mendekati ku?" Tanya Aza tanpa basa-basi.
Deg...
Dikta melebarkan bola matanya, apakah gadis ini cenayang?
"She knows!" Jerit Dikta dalam hati, tubuhnya meremang.
Aza menggertakkan giginya, geram. Aza hanya ingin mengetes, dan ternyata benar dugaannya. Keluarga itu memang tidak bisa dipegang janjinya, selama ini ia juga tahu kalau diam-diam mereka mengirim orang untuk mengawasinya secara sembunyi-sembunyi. Dan kini mereka dengan berani mengirim orang untuk mengawasinya secara terang-terangan, bahkan menjadi satu-satunya tetangganya.
"Pergi." Nada dingin dengan tatapan malas gadis itu membuat Dikta gentar, pasalnya baru kali ini menemukan gadis spesies Aza. Ia tak tahu harus bersikap seperti apa, padahal dia bukanlah orang yang kaku. Ia juga memiliki banyak teman wanita, hanya teman saja tentunya. Kantongnya terlalu tipis untuk modal berpacaran, belum lagi ia sibuk belajar dan bekerja untuk memenuhi beasiswa dan sesekali mengirim ke kampung untuk nenek dan adiknya.
"Gue mohon, gue juga gak ada pilihan. Kakak lo yang maksa gue untuk mendekati lo, gue udah nolak tapi keluarga gue malah terancam." Dikta berlutut sambil menggenggam jemari gadis itu.
Aza menghempaskan tangan besar itu, wajahnya memerah menahan emosi. Dia tambah kesal saat pria di hadapan nya itu menggunakan bahasa santai padanya, itu sungguh tidak sopan. Dia paling tidak suka dengan bahasa anak muda, terlalu lebay dan alay menurutnya. Karena dia sangat suka keteraturan.
Dia berbalik hendak masuk kedalam unitnya, namun dengan cepat Dikta mengikuti Aza hingga ia masuk tepat sebelum ia hendak menutup pintu. Dia menoleh, posisi nya saat ini adalah membelakangi Dikta. Sedangkan pria itu berdiri tegap di belakangnya dengan tangan yang membawa rantang dan kotak kue.
Klek...niit... nit
Dikta mendorong pintu hingga terkunci otomatis, kemudian menunduk. Tatapan bertaut pada iris coklat tua, hampir hitam milik Aza. Posisi mereka saat ini cukup dekat, apalagi tangannya yang bersandar ke pintu membuatnya seolah mengukung Aza.
Menyadari itu dengan cepat ia mundur, Aza masih terdiam. Terkejut mungkin,.. atau terpesona? Dengan santai Dikta berjalan masuk ke ruang... Eh tunggu gadis ini tidak memiliki sofa atau kursi untuk tamu? Dikta bergumam dalam hati.
Setiap sudut ruangan gadis itu terlihat didesain simpel, dan sederhana. Semua barang yang ada mengedepankan nilai fungsi sehingga menampilkan kesan minimalis. Sangat rapi, sesuai dengan pembawaan gadis itu. Perfectionist.
Meletakkan makanan yang dia bawa di atas meja makan yang sangat minimalis, hanya cukup untuk satu orang saja. Benar-benar individualis garis keras.
Dikta terkejut saat tiba-tiba ada yang menarik tangan nya hingga ia kehilangan keseimbangan, kemudian menjegal kakinya hingga ia jatuh terbanting dengan terlentang dan dengan cepat mengunci lehernya hingga membuatnya kesulitan bernafas. Harusnya ia bisa membalas, tapi ia takut itu akan membahayakan Aza. Sehingga ia memilih diam dan mengalah saat kesadarannya mulai hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments