Five Years Ago
Gadis berusia 13 tahun itu terdiam dihadapan kue cetak yang terbuat dari tanah, menatap nya sendu. 13 tahun sudah sang ibu meninggalkan nya seorang diri. Hari ini juga ulang tahun nya, hari bahagianya juga hari sedihnya.
"Ibu, aku udah 13 tahun. Dan belum juga mendapatkan nama. Tapi orang-orang panggil aku Nana, tadinya aku senang sekali. Sampai kak Davin bilang kalau Nana itu diambil dari kata Tanpa NAma jadi Nana. Tapi gak papa, setidaknya orang-orang bisa memanggilku dengan lebih manusiawi." Gadis itu tersenyum sendu, kemudian memejamkan mata nya untuk berharap. Harapan yang sama, setiap tahun yang sudah ia lewati.
Berharap bisa disayangi selayaknya anak-anak, bisa bertemu ayah kandung nya. Ia yakin sekali ayah kandungnya tidak mungkin berlaku kasar padanya.
"Nana...!" Panggil seorang pria tua, dia adalah Yang Oko. Pria yang selalu menyayangi nya selama ini.
"Yang Oko," balasnya sumringah.
"Yang punya hadiah untuk Nana," Nana tersenyum riang, wajah sendunya sudah pergi entah kemana.
"Taraaa!!!" Yang Oko mengeluarkan boneka Doraemon, kartun kesukaan Nana ketika pertama kali menonton TV.
"Waaaaa!!! Lucu banget Yang!" Nana langsung memeluk boneka pemberian dari Yang Oko.
"Semoga Nana tambah pintar, sabar, rajin, cantik, baik hati... Dan semua yang terbaik untuk Nana." Ucap Yang Oko.
"Aamiin, terimakasih Yang Oko. Aku sayang Yang Oko banyak-banyak." Yang Oko tertawa, berharap gadis kecil didepannya segera menemukan kebahagiaan nya. Karena ia tak tahu berapa lama lagi ia bisa bersama gadis dihadapannya ini.
Sang cakrawala kembali ke peraduan, malam pun tiba. Waktu yang selalu Nana takuti, biasanya ia akan bersembunyi. Yang pasti bukan di kamarnya. Karena pasti ada saja alasan orang-orang yang katanya keluarga nya memanggilnya untuk disiksa. Ia ingin tenang malam ini, dihari ulang tahun nya.
Aneh ya, ia merasa tengah bermain di tengah hutan yang penuh serigala. Ia harus pintar-pintar sembunyi, agar werewolf tidak menemukan nya. Benar saja, sesuai dugaan nya. Gavin kakak nya yang paling bungsu pulang dan langsung berlari ke kamar Nana sambil membawa bola basket.
Wajahnya nampak kesal karena tidak menemukan Nana dikamar nya.
"Anak haram.... Dimana yaaaa?" Ucapnya santai sambil men-dribble bola, berjalan mencari Nana. Nana sudah keringat dingin, takut kalau Gavin menemukan nya.
Anak haram...
Ya, orang-orang membenci nya karena keadaan itu. Belum lagi ibunya meninggal karena melahirkan dirinya. Sehingga ada begitu banyak alasan, tuan Hendri dan ke empat putranya membenci Nana.
"Dor!!!" Nana terkejut dan terjungkal dari balik gazebo.
"Ampun kak, aku gak nakal. Jangan pukul aku!" Racau Nana sambil meringkuk di bawah gazebo.
"Ah gak asik, masa belum mulai udah nangis." Gavin pergi setelah meleparkan bola ke wajah Nana hingga darah segar mengalir dari hidung gadis itu. Nana menangis dalam diam, tubuhnya gemetar. Ia benar-benar takut. Nana kira Gavin telah pergi tanpa ingin mengganggunya lagi, nyatanya Gavin kembali bersama Vino kakaknya yang ke tiga (kembar). Ditangannya terdapat ikat pinggang berbahan kulit, Nana sudah tahu akan digunakan untuk apa itu pun langsung berlari dan masuk ke kolam. Sialnya ia masuk di bagian dalam, dia juga tidak bisa berenang.
Entah sudah berapa air yang ia minum, napasnya pun semakin tipis. Dadanya sesak penuh tekanan. Hingga akhirnya ada pelampung yang dilemparkan padanya, membuatnya berusaha meraihnya. Hingga ia bisa menepi dengan keadaan lemas dan tanpa tenaga.
"Siapa yang suruh lo ngehabisin tenaga lo buat nenggelamin diri gitu?!!! Kurang ajar!!" Sentak Gavin, yang sudah tak Nana dengar lagi. Tatapan nya kosong, jiwa ntah kemana.
Ctar!!!
Ctar!!!
Ctar!!!
Tak ada teriakan kesakitan, Nana hanya meneteskan air mata di setiap cambukan yang ia terima. Rasanya sungguh tak bisa digambarkan lagi, rasanya lebih baik ia mati agar penderitaan nya berakhir. Agar Ayah dan kakak-kakaknya bahagia dengan kepergian nya.
Hingga kesadaran gadis itupun menghilang, berharap cahaya matahari esok lebih cerah. Kejadian malam ini bukan apa-apa, bahkan ia pernah lebih parah dari keadaan saat ini. Anehnya, seolah nyawanya ada 9, ia selalu selamat dan sadar kembali.
"Aku lelah..." Nana tersadar, dan hanya kegelapan yang ia temukan. Sepertinya ia berada didalam gudang. Selalu seperti itu.
"Sampai kapan aku seperti ini?" Tanyanya sambil menatap telapak tangannya yang disinari cahaya matahari dari ventilasi.
Tangannya penuh bekas luka, memar kebiruan ada dimana-mana. Bahkan punggungnya mati rasa. Ia tahu darah segar pasti masih mengalir dari sana. Orang-orang rumah ini sudah gila, bisa-bisa nya melakukan ini hanya untuk kepuasan hasrat mereka.
Nana sudah lelah, ingin pergi tak tahu harus kemana. Bertahan pun nyawa nya setiap hari seolah-olah minta berpisah dari raganya.
Pusing masih mendera kepalanya, ia pun tertidur.
***
Siang ini Gayatri ibu dari Hendri datang berkunjung bersama Amanda, wanita yang ia harapkan berjodoh dengan cucu pertamanya Anton.
"Anton bisa temani Manda berkeliling rumah? Ada yang mau Oma bicarakan dengan Ayah mu." Anton pun menurut dan keluar dengan di ikuti Amanda.
"Ibu apa-apaan? Ibu ingin menjodohkan Anton dengan gadis itu?" Tanya Hendri sedikit sarkas.
"Gadis itu?... Ibu tidak akan sembarangan memilih menantu untuk keluarga ini seperti yang sudah kau lakukan. Amanda itu jelas bibit, bebet, bobot nya. Dan pasangan yang sempurna untuk Anton." Ujar Gayatri menggebu-gebu.
"Oh ya, bagaimana anak haram itu? Aku heran sekali, kenapa kau masih memelihara anak itu. Dia itu bukan keluarga Kusuma." Gayatri mendecih.
"Masih aku ingat betapa mesranya Nadira dengan ayah anak itu. Menjijikkan." Hendri terdiam, sedari dulu ia sangat ingin membuang anak yang dimaksud ibunya itu. Tapi sebagian hati kecilnya melarangnya.
"Dimana anak itu?" Tanya Gayatri.
"Di gudang, semalam ia berulah lagi." Ucap Gavin, Hendri langsung menatap nya tajam.
"Ishh!! Anak haram itu, tidak cukup keberadaannya membuat keluarga ku merasa kesal. Tapi juga mengganggu cucu-cucu ku." Sarkas Gayatri.
***
Nana keluar dari gudang melalui jendela, ia sangat kelaparan. Ia butuh makanan untuk memulihkan tubuhnya.
Bugh!! Brak!!
Nana merintih kesakitan, ia hanya harus mencari Yang Oko dan meminta makan. Dan setelah itu ia mengobati luka-luka nya.
Tidak... Tidak... ia harus keluar dari rumah itu. Ia berlari tak tahu arah keluar rumah, sayangnya ia malah bertemu Anton di taman. Dan menyebalkan nya tubuhnya tiba-tiba kaku, saat mata tajam pria itu menatapnya.
"Mau kemana kau?!" Tanya Anton marah, Nana sudah gemetar ketakutan.
"Kenapa kau seperti ini?" Sosok anggun menghalangi Anton untuk meraih Nana.
"Jangan ikut campur urusan keluarga ku, kau hanya orang luar. Anak haram ini sudah merebut ibu ku." Desis Anton dingin.
"Oh tentu saja aku harus ikut campur, kalau sudah ada kekerasan dalam keluarga. Orang luar-lah yang harus menyelesaikan nya." Amanda menaikkan suaranya.
"Ditambah lagi dia masih anak-anak dan perempuan. Kita lihat seberapa banyak luka di tubuhnya, dan keluarga kalian bisa dituntut. Heran sekali, keluarga dengan citra sempurna seperti Kusuma ternyata memperlakukan gadis kecil tidak manusiawi seperti ini." Anton menatap nya tajam, mendengar keributan orang rumah pun keluar.
"Apa yang terjadi?" Tanya Gayatri.
"Seharusnya saya yang bertanya Nyonya, ada apa dengan keluarga kalian? Kenapa kalian memperlakukan anak ini sangat tidak manusiawi?" Tanya Amanda, Amanda adalah seorang dokter, tentu saja jiwa sosialnya tinggi.
"Apa rumor itu benar?" Tanya Amanda terkesan meremehkan.
"Mendiang Nyonya muda Kusuma selingkuh dan melahirkan seorang putri?" Tanya Amanda.
"Amanda sayang, apa yang kau bicarakan nak? Ayo kita masuk jangan pedulikan anak itu." Amanda mengepalkan tangan nya.
Anak itu...
"Nyonya dan tuan Kusuma, apakah hal seperti ini harus aku yang menyampaikan nya?" Tanya Amanda kesal.
"Kalaupun benar gadis ini adalah hasil kesalahan orang tuanya, ia tidak bersalah. Yang salah orang tuanya. Kalau kalian menyalahkan kematian mendiang Nyonya Nadira pada gadis ini, apa ia bisa memilih untuk tidak dilahirkan?" Ucap Amanda sarkas.
"Gila ya..! Aku sudah sangat salah kira kalau sudah berpendidikan otak sama hati bisa sinkron. Nyatanya tidak!" Amanda memeluk tubuh ringkih Nana, Nana yang tergugu.
"Amanda Alexius...! Saya rasa anda sudah terlalu ikut campur urusan keluarga saya." Amanda menegang saat putra bungsu Kusuma menariknya kuat.
"Ingat batasan mu!" Ucap Gavin.
"Kalian semua buta ya?! Dia terlihat begitu mirip dengan kalian, dan kalian masih meragukan DNA nya? Dan kalaupun iya dia bukan satu ayah dengan kalian, dia tetap adik kalian! Kalian dari satu rahim yang sama. BODOH!!" Amanda menggenggam tangan Nana.
"Ayo dek, kita pergi dari sini!" Ajak Amanda lembut, Nana mengangguk sendu.
"Kalau kau berani membawa Nana, kau akan kami tuntut atas kasus penculikan." Ancam Anton.
"Silahkan saja, aku akan menuntut balik atas kasus pelanggaran HAM dan kekerasan anak." Amanda menggenggam tangan Nana, meyakinkan semua akan baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Izzati Zah
Ceritamya bagus, seru, dan nggak pasaran, sayang kurang populer
2023-07-07
0