A-isyah!
"Apa? Kenapa memangnya? Apa karena aku hanya anak angkat di rumah ini, jadi tidak ada perlindungan lebih untukku, begitu? Apa karena aku bukan darah daging keluarga ini, sampai aku begitu memalukan?" Aisyah tak sadar mengucapkan semua itu.
Dia bersimpuh, menangis dan terpuruk, semua orang tidak tahu seberapa kuat dia menghalau dan menekan hatinya hanya untuk menjaga nama baik juga kebahagiaan wanita yang mengasuhnya, bahkan sampai dia melupakan nama yang dia ukir di hatinya demi membuka hati pada pria lain kesukaan mama angkatnya.
Dia dikhianati, usahanya dirasa sia-sia, dia dipermalukan karena sikap Sena di sini, bagaimana keluarga ini membanggakan Sena, lalu diluluh lantakkan begitu saja, Aisyah merasa tidak berguna.
Dia bangun menunjuk Baskara, "Kamu, kamu yang bertugas menjaga keutuhan keluarga ini, Kak. Dari semua yang ada, tanggung jawabmu, tapi kenapa saat aku, kenapa saat aku menjadi seperti ini, hah? Kenapa harus namaku yang hampir membawa keluarga ini dan semua bisnisnya ke tepi jurang, kenapa?"
Aisyah pasti sudah gila mengatakan semua itu, walau suaranya begitu feminim, tapi yang dia katakan begitu melukai harga diri Baskara, sekalipun ini bisa dikatakan kelengahan Baskara, tidak seutuhnya. Baskara tidak tahu dan dia rasa tak ada hak mengawasi Sena sebelum meminang Aisyah pada keluarga besar, justru pinangan itu mengejutkannya.
Ya, dia lengah, dia akui itu, tidak ada sebab lain, selain karena dia hanya berpikir tak akan ada yang mencintai Aisyah selain dirinya, sebab itu dia lengah.
Tapi, apa kesalahan Sena menghamili Gina itu bagiannya?
Maafkan aku, A-isyah. Baskara.
"Ais, kalau kamu terima ... Bas akan menikahimu besok, Mama tidak akan memaksamu, dia bilang ini tanggung jawabnya untuk kehormatanmu," ujar mama Fya.
Aisyah tidak bersuara, tapi dia mengangguk.
Biar, biar dia bertanggung jawab seperti ini. Kalau perlu, dia ada di dekatku sampai mati, biar saja!
Astaga,
Aisyah terhenyak dari lamunan di setiap langkahnya mendekati Baskara, wajar bila pria itu menjaga jarak denganya, waktu itu karena kesalahan Sena yang terlimpah pada Baskara dan kemarahannya yang tak terkendali, membuat Baskara mengambil tanggung jawab ini, menikahi dirinya, kehormatannya pun terjaga, walau nama baik Baskara dipertaruhkan.
Dia mundur, endak menggapai hijabnya lagi, ingin dia tutup kembali rambutnya, dia tidak boleh terpancing emosi yang ada.
"A-isyah." suara Baskara membuat langkahnya berhenti.
Terlalu hening sampai Aisyah bisa mendengar helaan berat Baskara di sofa itu, berulang kali dan begitu berat seolah dia adalah beban hidup Baskara, sekali lagi Aisyah mengutuk ucapannya di masa awal itu, dia seolah menyakiti masa depan Baskara.
Tapi, aku memang mencintai Kakak.
"Ke marilah!" titah Baskara.
Aisyah berbalik, rambutnya masih terburai panjang, bagian bawahnya bergelombang seperti keriting gantung, tapi ini alami, warnanya begitu hitam, wajah Aisyah terlihat sama mungilnya seperti ketika dia memakai hijabnya, ada rambut kecil tipis di sekitar dahinya hingga membuat bagian itu rak terlalu lebar.
Dia berjalan mendekat, mengaku bersalah kedua kalinya, dia tidak duduk satu sofa dengan Baskara, dia melampaui batasnya, dia berlutut.
Mata Baskara memindai dan membingkai wajah sampai keseluruhan rambut itu, tangan kanannya terangkat, seketika Aisyah memejamkan mata, dia takut tangan yang biasanya menghukum orang dan melancarkan tembakan itu endak memukulnya atau apa.
Tidak, Baskara tidak melakukan.
Aisyah merasa tangan Baskara membelai lembut rambutnya dari ujung ke ujung, mata tajamnya memperhatikan setiap helai yang berjatuhan di sana, dan napasnya berderuh tenang.
Kakak ....
Debaran jantung keduanya seolah saling berpacu, seandainya saja suara itu sampai ke telinga orang lain, tentu mereka akan sama-sama malu.
***
Shafiyah melenggang di depan Baskara, memamerkan rambut coklat yang baru saja dia lembutkan, dia beri vitamin hingga jatuh ringan setiap kali dia bergerak, sambil menunggu hari esok ke salon, dia rawat dulu di sini bersama ibunya.
"Kakak, lihat, nanti kalau kami ke salon, rambut Kak Ais akan indah begini, akan wangi, apa tidak mau, hem?" memamerkan rambutnya lagi, ke kanan dan kiri sampai menampar halus wajah Baskara. "Bagus'kan rambutku, iya kan?"
Tidak, rambut A-isyah lebih bagus, lebih indah, lebih lembut!
"Hem." tapi, yang ke luar dari mulut Baskara suara dan jawaban itu seolah mengiyakan, berbeda dengan hatinya.
"Nah, kalau begitu izinkan Kak Ais ikut kami, aku dan Ibu tidak akan mengecewakanmu, kalau Kak Ais pulang, hmmm ... aku pastikan Kakak akan jatuh bangun karena wangi rambutnya, boleh ya?" rayu Shafiyah.
Tidak, rambut A-isyah sudah indah dan wangi tanpa salon!
Lagi, dari batinnya begitu, tapi gerak fisiknya berbeda, Baskara menoleh pada ibunya yang kebetulan duduk di dekat sang ayah, keduanya mengizinkan.
Bukan melihat Aisyah yang bersangkutan, justru Baskara melemparkan pandangannya ke ibu dan ayah.
"Pergilah!" itu yang ke luar dari mulutnya.
Aisyah tersenyum, dia melihat Shafiyah yang begitu girang, lalu melihat suaminya, dia tahu lembutnya hati di balik wajah keras dan tegas itu, Baskara tidak mungkin membuat hati adiknya kecewa.
Shafiyah berpindah ke pangkuan Baskara, tubuhnya yang kecil memang memudahkan dia pindah ke sana ke mari, mau duduk di mana saja dari tiga pria di rumah ini, akan dia lakukan sesuka hati, baik ayah dan kedua kakak lelakinya tak ada yang menolak.
"Cium rambutku dulu, ini contoh nanti rambut Kak Ais akan wangi seperti ini!"
Tidak mau, rambut A-isyah dari jarak jauh saha sudah wangi!
"Wangi, kan?" senang Baskara mencium rambutnya, padahal hati menolak.
Baskara mengangguk, "Sudah turun, aku mau kerja, Sofi!"
"Eh, kenapa bekerja sih?" Shafiyah memberengut, dia menoleh pada ayah, kode agar dia segera turun dari pangkuan sang kakak. "Baiklah, kerja yang benar, bawa uang yang banyak!"
"Huh, sejak kapan aku pulang bawa uang?" balas Baskara.
Ah, iya. Kakak kan pulang selalu membawa noda di bajunya, dia berkelahi dengan siapa saja sih? Apa setiap hari berkelahi? Aisyah.
Karena di rumah mertuanya, mau tidak mau baik Aisyah dan Baskara berjalan ke depan bersama, Aisyah antarkan suaminya itu, sejak Baskara menyentuh rambutnya, mereka belum berbicara lagi setelahnya.
Aisyah berikan tas kecil berisikan kelengkapan dokumen mobil dan ponsel cadangan Baskara, berlaga sebagai istri sungguhan di sini, seperti biasanya Baskara terima dengan wajah datar dan cenderung serius.
Apa yang harus aku katakan ya? Baskara.
Ada adik ipar dan ibu mertuanya yang ikut ke luar, Aisyah malu tidak tahu harus apa.
Baskara sendiri tidak tahu harus apa, dia berdeham sebelum melangkah menuju mobilnya, hanya itu tanda dia mau berangkat pada Aisyah.
"Bas, tunggu!" panggil ibu.
Duh, apalagi ini?! Baskara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Neulis Saja
sekaku itukah kamu baskara padahal dia istrimu
2024-07-21
0
🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라
Baskara emang yaa ga peka banget 😔😔
2022-09-30
0
Adfazha
ibu sm Sofii kompak ya bikin Bas kicep 😂😂Bas jgn ngebatin mulu tar TBC kau
2022-01-30
0