Foto pernikahan satu-satunya yang dia setujui akan dicetak, kini berada di depan tepat di kamarnya, Baskara tatap lurus foto itu, memandang garis wajah pemalu Aisyah yang kala itu memendam sedih karena kecerobohannya.
Dia memang mencintai Aisyah, tapi bukan seperti ini cara menikah dan bersama Aisyah yang dia harapkan, lagi-lagi dia mengisyaratkan kekecewaan pada takdir Tuhan.
"Aisyah menerima pinangan Sena, Bas. Tolong kamu sampaikan ya, Bude berharap sekali kalau bulan depan mereka bisa menikah, sudah tidak perlu menunggu lama!" bude Fya.
"Baiklah, Bude tenang saja."
Walau hati menjerit tidak terima, tapi wajahnya datar, suaranya seperti biasa dan langkahnya tak meragu, Baskara jalankan apa yang memang harus dia lakukan untuk keluarganya. Kesibukannya bertambah sejak pinangan Sena datang ke rumah Aisyah, setiap hari dia harus mengawasi dan melakukan apa saja untuk menjaminnya.
"Semua baik-baik saja kan?" tanya Saka, adik pertama Baskara.
Baskara mengangguk, "Dia pria yang baik, kau tahu itu, semuanya bagus. Apa ada yang mencurigakan?"
"Tidak, Kak. Tapi, apa di rumah itu ada seorang wanita lagi?"
"Kenapa bertanya begitu?" dari mana, maksudnya.
"Aku selalu melihat jumlah sandal yang ada di rak depan rumah, beberapa waktu lalu aku melihat ada satu sandal tambahan, besoknya tidak ada, hanya di hari itu saja, aku rasa bukan sandal mama Ira-ibunya kak Sena. Tapi, itu hanya pandanganku sih," ungkap Saka.
Baskara segera bertindak, sejak saat itu dia memasang pengawasan tambahan, anggap saja dia ceroboh karena hatinya terus memberontak akan Aisyah, tapi bila sampai dia temukan ada wanita lain di rumah itu, maka dia semakin ceroboh saja.
Kehidupanmu yang sekarang, tidak lain karena kecerobohanku, A-isyah. Lalu, bagaimana aku bisa memaksa mata indahmu yang pemalu itu melihat foto pernikahan kita ini? Aku tidak bisa menyakitimu lagi, kamu tidak perlu memandang foto ini, karena itu akan mengingatkanmu di hari penuh keterpurukan itu.
Baskara bangkit membuka ponselnya, beberapa pesan akan persiapan pernikahan Sena dan Gina, sebelum perut Gina semakin membesar dan nantinya akan menjadi konsumsi publik, maka ini menjadi tanggung jawab Baskara, dia juga mengatur pernikahan dua anak manusia itu.
[Bas, sampaikan salamku pada Aisyah, aku rindu padanya. Sampaikan maafku karena aku menyakitinya, aku mencintainya. Kalau ada kesempatan, tentu aku akan kembali padanya dan tidak ceroboh lagi.] Sena.
Cih,
Apa semudah itu melihat wanita seksi, lalu menidurinya?
Rasa-rasanya bara api di atas kepala sudah panas maksimal, kalau saja ada Sena di sini, sudah dia hajar sampai mati.
Katakan itu salah Baskara yang tidak mengawasi dengan baik, tapi bukankah cinta tidak serendah dan murah begitu, Baskara tidak habis pikir. Dia hanya fokus menyalahkan dirinya, walaupun dia tahu Sena bercinta bersama Gina itu sebelum Sena meminang Aisyah.
Itu, bukan kali pertamanya.
Tapi, dia diam, menyimpan kenyataan ini dalam dirinya, dalam pandangan Baskara, dia tetap salah karena ceroboh menilai Sena hingga pernikahan endak berlangsung dan dia baru tahu begitu berkhianatnya Sena di belakang semua orang.
"Apa kau melakukan itu satu minggu sebelum melamar A-isyah?"
"Tidak, jauh-jauh dari itu dan setelah aku meminang A-isyah, aku masih melaku-"
Bug!
Baskara tak bisa menahan kepalan tangannya mendarat di wajah Sena, kalau saja boleh membunuh, maka tembaknya pasti sudah bersarang di jantung pria itu.
"Apa begitu murah A-isyah di matamu, hah?!"
***
Eh!
Derap langkah Baskara begitu mengejutkan Aisyah, ini malam pertama setelah mereka menikah, di sini kamar Aisyah telah disulap menjadi kamar pengantin yang indah dua malam lalu.
Aisyah masih memakai pakaian yang sangat lengkap, bahkan rambutnya tak terlihat satu helai pun, hanya wajah dan telapak tangannya, sedang dia menyembunyikan telapak kakinya ke balik rok panjang itu.
Jeglek, pintu terbuka.
Pandangan mereka bertemu, jantung mereka sama-sama terpacu, ingin meledak karena keadaan penuh canggung ini. Wajah lembut Aisyah seakan mampu melumerkan wajah tegas dan indentik seram Baskara, tapi cepat-cepat Baskara alihkan.
"Aku bisa tidur di sofa, tetap tidurlah di kasurmu!" ujar Baskara.
Aisyah mengangguk, dia kira Baskara akan tersenyum atau apa kepadanya, ternyata tidak.
"A-isyah."
Kedua tangan Aisyah endak melepas hijabnya, mereka sudah menikah dan Baskara berhak melihat apa yang dia sembunyikan selama ini, bahkan kalau dia berganti baju di depan Baskara juga tak masalah, pria itu berhak atasnya.
"Pakai saja hijabmu!" titah Baskara.
Apa Kakak juga tidak menerimaku?. Aisyah.
A-isyah, sungguh aku ingin melihatnya, tapi kalau itu hanya terpaksa dan hatimu sakit, untuk apa? Aku tidak mau menyakitimu lagi. Baskara.
Obrolan dalam hati yang tak pernah usai dan tuntas, keduanya terlibat salah paham yang terus bermula dan bersambung.
Malam itu, tak ada yang terjadi baik sekadar obrolan dua insan yang baru saja menikah. Baskara pejamkan matanya di sofa sudut kamar itu, sedangkan Aisyah memakai pakaian lengkapnya di kasur, mereka tidur dalam kondisi sama-sama berpakaian lengkap seperti orang yang mau pergi saja, tak ada yang tampil santai.
Apa rambutku dan wajahku jelek sampai dia tak mau melihatnya? Apa ada wanita lain yang dia sukai? Seperti apa wanitanya ya? Apa dia akan meninggalkan aku setelah nama baik keluarga benar-benar terjamin?
Pikiran Aisyah melayang ke mana-mana, sementara Baskara kembali membuka mata, dia redupkan lampu kamar itu, dia tidak mau ada yang bergosip di luar kamar akan yang terjadi di kamar ini, anggap saja mereka sudah sama-sama tidur.
Tak lama dari itu, Aisyah benar-benar terlelap, bahkan langkah kaki Baskara tak bisa Aisyah rasakan dan dengarkan.
Pria itu berdiri tepat di samping ranjang Aisyah, memandangi wajah bersinar dan lembut yang tengah pulas itu, ada senyum samar di wajah tagasnya.
Wajahmu membuat rembulan terkalahkan, A-isyah.
Ini pertama kalinya, dia melihat wajah penuh Aisyah yang selama ini dia hindari dan tundukan demi kehormatan Aisyah.
***
Tok, tok, tok ....
Aisyah buru-buru ke kamar Baskara pagi ini, ada kabar dari sang ibu mertua, mereka harus segera ke rumah utama.
"Apa?"
"Kak-kakak, ibu bilang kita harus ke rumah sekarang, ayah sakit!"
Kedua alis Baskara tertaut, dia rebut ponsel Aisyah, memeriksa panggilan di sana.
Benar dari ibu, ada apa? Baskara.
Baskara kembalikan ponsel itu lagi, "Bawa tiga pasang bajumu!" memerintah begitu saja.
Brak, pintu kamar tertutup.
Apa? Tiga pasang baju untuk apa? Apa maksudnya? Bisa tidak dia kalau bicara itu panjangan sedikit, ini diminta apa?
Aisyah menggerutu sendiri sambil memilih bajunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Neulis Saja
kalau pada diam tdk ada yg memulai betahkah kalian berdua dgn sikap seperti ini? Bagas kamu laki2 dan kamu tahu kewajiban yg sdh berumah tangga itu hrs seperti apa ? mau tdk mau, suka tdk suka maka kehidupan berumah tangga hrs berjalan jgn dulu sudzon dgn org lain belum tentu yg kamu pikirkan sama seperti yg kamu lihat jadi jgn dulu membentengi dan menilai sesuai dgn pikiranmu bgmn kalau Aisyah mencintaimu berarti kamu telah memubajirkan waktu bergulir begitu saja ? come on your have to brave ✊
2024-07-20
0
SR.Yuni
Nih orang 22 nya punya ilmu batin nampaknya, komunikasi lewat batin maka tak tersampaikan😀😀😀
2022-10-17
0
Arin
aduh udh ngga sbar nunggu dua hati ini Sling terbuka...pasti sweet bngt dech😍😍
2022-09-11
0