"Apa kak Bas meminum teh tarik buatanku?" Aisyah rapikan hijabnya, dia endak ke toko pagi ini.
"Tidak, Nona. Tuan sepertinya membuat lemon hangat sendiri tadi." bik Nur membereskan bekas minuman Baskara.
Aisyah ambil cangkir yang masih penuh itu, niatnya pagi ini membuatkan sang suami minuman hangat tampaknya bukan hal yang indah, masih utuh dan Baskara memilih meneguk lemon hangat buatan sendiri.
Mobil di teras rumah sudah tidak ada, suaminya sudah pergi bekerja, masih se-dingin ini hubungan mereka setelah menikah.
"Hari ini tuan tidak sarapan, hanya meminum lemon hangat saja, roti bakar selai yang Nona buat juga masih utuh," ujar bik Nur.
Aisyah mengangguk, biasanya dia melihat Baskara selepas melegakan dahaga, pria itu akan duduk di teras belakang dekat kolam ikan sambil menyantap roti bakar selai. Namun, hari ini tidak, padahal Aisyah diam-diam membuatkannya.
Apa dia tahu kalau aku yang membuat, jadi dia tidak mau?
Aisyah raba sudut hatinya, dia berpikir rumah tangga ini akan sebaik praduganya, perlahan dan pasti dia bisa beradaptasi bersama pria itu, pria yang telah dia ukir nama di hatinya, tapi selalu ada tapi dalam setiap perkara, sampai hari kedua puluh pernikahan ini, tak ada kata yang ke luar dari mulut Baskara selain dari kabar keluarga atau salam untuknya, selebihnya hanya urusan masing-masing.
"Non, tadi ada yang mengantar foto pernikahan, saya simpan di mana?" tanya mang Lijo.
"Mm, simpan di kamar kak Bas saja, aku belum bertanya padanya mau disimpan di mana, nanti aku kasih tahu ya."
Di mana, dia harus meletakkan foto itu di mana?
Aisyah buka sampul foto besar itu, dia berlutut memandang dua wajah yang tersiar di sana, wajah sendunya dan wajah tegas Baskara di hari pernikahan yang penuh akan pengorbanan.
Demi menyelamatkan nama baik keluarga ini, Baskara menjadi pengantin pengganti, itu bentuk tanggung jawab Baskara pada Aisyah yang harusnya dia pastikan aman dan lancar sampai hari H pernikahan bersama Sena, pria yang meminangnya resmi.
Namun, masalah itu merusak semuanya.
"Ayah, aku yang akan menanggungnya." Baskara memutuskan itu, tepat saat Sena diusir dari rumah besar keluarga.
Ayah mendengus kesal, "Tanggung saja, bukannya itu sudah tanggung jawabmu, bagaimana bisa kau menjadi pria yang ceroboh, karena ketidakmampuanmu menjaga kelancaran hari penting itu, nama baik keluarga ini menjadi tumbalnya. Dan harga diri Aisyah dipertaruhkan, dasar bodoh!" hardik ayah.
Baskara masih berdiri tegap sekalipun pipinya sudah memerah karena hantaman ayahnya dan kakinya berdenyut nyeri yang tak lain juga dari tendangan kencang ayahnya itu.
Kedua bahunya memikul amanah yang besar, bagaimana bisa dia lengah dan tidak memperhatikan kedekatan Sena dengan mantan kekasihnya hingga kehamilan itu terjadi.
"Tanya pada Aisyah, apa dia mau dinikahi pria bodoh dan ceroboh sepertimu, sana!" ayah hampir menendangnya sekali lagi, tapi ibu sudah berdiri menghalanginya.
Kedua adik Baskara membawa ayahnya menjauh, sebelum Baskara habis malam ini.
Sungguh, dia pun hancur karena kabar mengejutkan itu.
"Bu, jangan menangis, aku baik-baik saja!" ujarnya meminta lembut.
"Baik-baik saja apa, hah? Ayahmu itu, si gila itu selalu saja gila kalau marah," sahut ibu kesal.
"Ahahahah, jangan menyebut ayah gila, dia kan sayang padamu, Bu!"
"Seharusnya dia juga sayang pada anaknya, sini Ibu obati lagi!" ibu minta Baskara mendekat. "Anakku disakiti, berani sekali dia, akan aku balas kalau dia lengah, biar saja, ditendang dan dipukul itu sakit, dasar gila!" ibu mengumpat sekali lagi, tapi dia menangis sambil membasuh dan mengobati luka di wajah Baskara.
Ibu cium bekas luka itu, bibirnya bergetar menahan isakan sekali lagi, dia yang paling sakit kalau Baskara terluka, dia bahkan bersumpah berulang kali membalaskan sakit anaknya.
"Bu, sudah!" pintanya lembut, dia bisa selembut ini hanya pada ibunya. "Boleh aku tanya sesuatu?"
"Tanyakan saja!" sambil usap-usap bekas air mata.
"Apa A-isyah akan menerimaku?"
Ibu terdiam tak bisa menjawab, yang ibu tahu sejak pinangan itu, dia melihat Aisyah begitu senang membahas Sena, kalau keluarga yang lain saja sempat kecewa pada Baskara, tentu gadis itu juga menyimpan kecewa.
"Bas, itu-"
"Aku tidak akan mengusiknya, Ibu tenang saja."
Bukan itu, bukan itu yang ibu maksud, dia ingin meminta Baskara yakin pada dirinya sendiri dan hubungan baru yang akan dia mulai bersama Aisyah, yakin juga kalau lambat laun mereka pasti saling mencinta.
"Bas, bukalah hatimu untuknya, Ibu yakin dia juga nanti mau belajar mencintaimu, berusahalah mencintainya." pesan ibu.
Baskara mengangguk, dia tak pernah membantah wanita satu ini.
Bu, aku bahkan sudah mencintainya sejak lama. Tapi, bila harus memaksa A-isyah mencintaiku, itu kejahatan. Aku bahkan membuatnya kehilangan calon suami, lalu bagaimana bisa hatinya mencintai aku?
Pernikahan hari itu benar-benar berlangsung, Baskara duduk sebagai pengantin pengganti sesuai janji dan sumpahnya, bertanggung jawab atas tugas yang dia emban dan kecerobohan yang dia buat.
Dia yang menikahi Aisyah, bukan Sena.
Desas-desus akan kabar pernikahan Aisyah dan Sena bisa dibungkam dengan rapi, bahkan nama baik Sena dan Gina hampir tak tercium aromanya, yang ada nama Baskara menjadi taruhannya.
Dia mendapatkan julukan sebagai perebut calon istri orang, Baskara tak peduli itu.
***
Suara deruh mobil di teras rumahnya sedikit menyentak Aisyah untuk bangun, dia berbaring di sofa panjang dan besar ruang tamu menunggu Baskara pulang kerja malam ini.
Masalah foto, ingin dia tanyakan hal itu, dia tidak bisa tidur tenang sebelum semuanya jelas, apalagi itu foto pernikahan.
"Kakak," sapanya.
Baskara tutup pintu mobilnya, dengan wajah datar tanpa senyuman dia menatap Aisyah, seperti ini yang Aisyah lihat setiap hari, itupun tanpa berkata satu kata pun.
"Tad-tadi ... mmm, tadi ada yang mengirim foto pernikahan itu, aku tidak tahu harus dipasang di mana, menurutmu harus dipasang di mana?" tanya Aisyah gugup.
Baskara melangkah naik sambil menjawab, "Apa kamu merasa senang memasang foto itu?"
Maksudnya? Apa Kakak tidak senang? Apa foto itu jadi sebuah penyesalan? Apa foto itu melukaimu?
"Disimpan di mana tadi?" tanya Baskara sebelum dia naik ke kamarnya.
"Di-di kamar Kakak."
"Hm." Baskara berlalu, dia tak berkata apapun setelahnya.
Aisyah terduduk lemas, berbicara dengan Baskara sebentar saja membutuhkan energi yang luar biasa, itupun dia harus mendengarkan jawaban yang menyakitkan.
Ya, itu menyakitinya seolah dia tak berharap foto itu dipajang indah di rumah ini.
Apa foto itu buruk di matanya? Hiks, dia benar-benar tidak suka menikahiku.
Kak, dengarkan aku, aku mencintaimu, aku senang menikah denganmu!
***
Jangan lupa share, tambah ke rak favorit kalian, review di kolom komentar dan dukung terus kisah mereka.
Love,
BuCil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Neulis Saja
yah kalau diantara keduanya tdk terbuka mana tahu keduanya justru saling mencintai ?
2024-07-20
0
🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라
Cerita nya bagus... aku suka.. ayoo dong para readers like juga komennya
2022-09-28
0
Endah S
kesempatan dalam kesempitan ya Bass..
Jingga emang ibu terdebes..
marahin aja ayahnya bas, yang ga bisa disebut namanya 😄😄
2022-01-27
1