pertanyaan ketiga :
Setiap organisme memiliki tempat masing-masing untuk tinggal, begitu pula dengan manusia, demi mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup dalam masyarakat yang baru, apa yang mereka lakukan.
jawaban :
Fariz Anfal : Bersilaturahmi.
komentar guru dengan wajah rumit : sebenarnya itu jawaban yang benar, tapi ini bukan ilmu sosial, bukan ilmu agama, apa lagi ilmu beladiri. kita sedang belajar ilmu biologi.
Sano Setio aji Pangestu : Beradab.... makmur dan sentosa.
komentar guru dengan melempar kapur ke wajah Sano : kau sengaja huh ?, seenaknya sendiri menjawab.
Refani yusina : Beradaptasi pak.
komentar guru : bagus Refa, kau besok lulus saja dari kelas ini.
********
Ingatanku terjun bebas menuju masa lalu, dimana satu orang berdiri di depan kelas dengan gagah berani, tersenyum lebar dan siap untuk bernyanyi.
nyatanya apa yang kami anggap akan menjadi kebanggaan kelas, malah membuat setengah dari kelas ini pingsan, mendengar satu orang bernyanyi dan itu adalah ...
"Gua nggak sabar buat menyenandungkan suara merdu gua ini, coy." Kata seorang teman yang mendekat.
dialah Woro Asmoro, datang dengan menyisir rambut agar bergaya seperti style seorang bintang rock legendaris Elvis Presley.
Bahkan untuk memberikan kesan fasion yang lebih menantang dari lelaki gemuk ini, kerah baju dia lebarkan dan satu kancing dia tanggalkan.
lebih mirip penyanyi orkestra acara hajatan menurut ku, itu pun jika dia bisa menyanyi.
"Aduh Ro, apa loe ngak lupa sesuatu, " Berkata aku mencoba mengalihkan perhatiannya agar dia tidak mencoba untuk berlatih menanyikan lagunya itu, tentu dari wajahnya aku sudah bisa menebaknya kalau dia akan memamerkan suara merdu, menurut dia dan itu menjadi hal menakutkan yang aku pikirkan,
"Ah, Riz tentu saja gua tidak mungkin melupakan apa pun, tidak seperti loe yang melupakan sepatu loe ." Kata Woro dengan wajahnya tersenyum bahagia,
"Apa mau ngajak ribut loe ." Teriak aku karena dia mengingatkan aku kepada hal yang memalukan itu, sungguh aku sudah siap menghantamkan kepalan tanganku ke wajahnya, tapi di tahan oleh Cayo menarikku dari belakang,
"Sabar Riz, sabar, nyanyiannya lebih mengeriakan dari pada kemarahan loe ." Katanya dengan berbisik,
"Ya, loe benar " Gumam aku setuju dengan perkataannya dan itu membuatku tenang karena takut dengan situasi terburuk,
"Apa loe-loe pada mau ndengerin latihan nyanyian gua ." Kata Woro dengan percaya dirinya dan sudah bersiap saat tarikan nafas pertama,
"JANGAN ."
"JANGAN ." teriak aku dengan Cayo secara bersamaan,
Woro yang melihat kami berdua aneh, karena perasaanku lebih dari buruk jika harus berpikir untuk menikmati nyanyiannya, akibatnya adalah pingsan, tapi itu masih lebih baik, tahun lalu setelah aku mendengarkan nyanyiannya itu perutku langsung mual dan memutahkan seluruh sarapan pagiku, tapi yang terparah adalah Sano karena dia harus absen beberapa hari karena diare 2 hari, sungguh situasi yang buruk,
"Kenapa kalian ngelarang gua ." Kata woro dengan menarik nafas untuk bernyanyi lagi, tapi aku menutup mulutnya sebelum bersenandung,
"Baiklah, kalau loe ingin latihan coba dengan ember ini, " Kata aku memberikan sebuah ember di kepalanya,
"Apa maksudnya ini Riz." Bertanya woro dengan nada kesal seperti di remehkan, tapi itu lebih baik, karena jika mendengar latihan Woro sekarang dan juga mendengar saat mempraktikkan suaranya itu lebih terasa seperti terkena hantaman maut dari petinju mike tyson membuatku K.O di tempat,
"Kata nyokap gua yang artis itu, jika berlatih menyanyi di dalam ember maka suara kita akan menjadi lebih natural ." Jawab aku dengan mencari alasan seadanya dan berharap otak udangnya percaya akan hal itu,
"Benarkah itu Riz ." Bertanya woro dengan sedikit percaya, memang sedikit di wataknya yang mudah untuk di bohongi dan dia mudah saja percaya apa kata orang,
"Memangnya dengan siapa loe bicara, gua gitu loh ." Jawab aku meyakinkannya, sedangkan kedua tanganku siap untuk menutup telinga,
"Ya loe benar, baiklah gua mulai sekarang, " kata woro dengan bersiap untuk bernyanyi, sedangkan aku menelan ludah berharap suaranya tidak membuatku mutah lagi seperti tahun lalu,
"Oi Riz, apakah itu benar, " Cayo bertanya dengan membuka tanganku dan berbisik,
"Tentu saja tidak, gua hanya mencari alasan saja ." Jawab aku dengan berbisik pula, sedangkan Cayo mengangguk mengerti saat aku menjelaskannya,
Detik demi detik menunggu Woro bernyanyi, menghadapi situasi horor ini membuat jantungku berdetak kuat dan saat beberapa lirik dia senandungkan,
"Dengarkanlah wanita pu....." Terhenti woro yang sedang menyanyikan lagunya,
Sedangkan kami berdua dengan tegang berkonsentrasi untuk tidak mendengarkan nyanyian Woro, tapi saat setelah menyenandungkan suaranya, dia menggigil mendengarkan suaranya sendiri dari dalam ember,
"Malam ini akan ku nyatakan...." Berhenti kembali saat dia yang baru saja menyanyikan beberapa lirik lagu dan kembali menggigil,
"Gua seperti mau mutah mendengarkan suara gua sendiri ." Kata woro dengan lemasnya, sedangkan aku yang tegang sedikit bernafas lega merasa caraku ini berhasil,
"Untung saja kita memiliki ember ." Teriak Cayo dengan nada bahagia dan rasa syukur,
"Ya, Loe benar ." Balas aku menyetujui perkataannya dan memeluknya,
"Darimana loe mendapatkan ember itu, Riz." Bertanya Cayo dengan wajahnya yang bingung .
"Memangnya siapa yang perduli, " Jawab aku membuatnya mengangguk, sedangkan untukku adalah perasaan selamat dari marabahaya, mungkin aku harus merayakannya,
"Ya, loe benar, " Untuk pertama kalinya usaha yang aku lakukan membuahkan hasil nyata untuk di banggakan, seperti halnya selamat dari mimpi buruk aku bersyukur masih di berikan kesempatan untuk menyadarkan seseorang dari tindakan yang mungkin akan membahayakan keselamatan dua puluh lima siswa di kelas ini,
Walau pada akhirnya, Sano datang dengan berlari dan berteriak di depan kelas, wajahnya bahagia menunjukan kabar bahagia pula,
"Pelajaran kesenian hari ini di kosongkan ."
Bersoraklah seluruh kelas bahkan ada yang sujud syukur, dia itu adalah Cayo,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments