Episode 4
Hari berganti malam berlalu, minggu minggupun kian terasa cepat, menggenapkan hitungan 30 hari dalam sebulan. Hem, mungkin kurang mungkin juga lebih.
Tak terasa sudah hampir 3 bulan Chia telah lulus dari Sekolah Menengah Atas. Ada keinginan untuk melanjutkan kuliah di kota, namun hati kecilnya masih berat meninggalkan ayah dan ibu yang sangat ia sayangi.
Tiba tiba matanya tertuju pada laci dimana ia menaruh kotak kecil yang terbungkus rapi, ya masih ingat kan? tentu saja. Itu adalah pemberian dari Dio, sahabat pria Chia yang di hari kelulusan memberinya hadiah. Tepatnya dipaksa memberikannya hadiah.
Walau sebenarnya tanpa diminta pun Diorana memang sudah menyiapkan hadiah kecil itu.
Dihampirinya laci lalu diambilnya benda itu, segera Chia membuka bungkusan mungil yang dikemas dengan indah itu.
Prat prat prat.. Chia membuka perekat yang tertempel pada kertas pembungkus.
"Apa ini?" Kata Chia penasaran.
"Apaan sih Dio?" Gumamnya seolah Dio berada didekatnya.
(nungguin ya?).
Chia pun sudah berhasil membuka bungkusnya! Tampak sebuah benda berkelipan, bukan jam dan cincin, bukan seikat bunga apalagi kalung berlian.
Ternyata Dio memberi Chia sebuah Bolham lampu mini, yang berhias perak unik dan bila dinyalakan akan muncul tulisan "Penakluk hatiku".
Chia tersenyum dan merasa sangat senang.
Masih ada satu benda lagi selain itu, ternyata ada secarik kertas yang berisi ungkapan hati Diorana.
"Hai tuan putri, aku tahu kamu pasti sedang senyum senyum sendiri ketika membuka surat ini, hayoo ngaku hihi. Terlalu banyak hal yang sudah kita lewatkan bersama, mungkin perhatianmu selalu sibuk terbagi pada hobimu, sahabat-sahabatmu, atau hal-hal konyol yang mengundang gelak tawa.
Tapi sesibuk apapun perhatianmu terbagi, tak pernah mengalihkanku untuk menyempatkan sedikit perhatianku terhadapmu. Tawamu yang lepas, gayamu yang ceria dan penuh kehangatan, sepertinya sudah cukup membuatku sejenak melupakan betapa sepinya aku yang hidup tanpa ayah dan ibu ini.
Tapi stop! Jangan merasa kasihan padaku, karena aku seoarang lekali tangguh hihihi. Mungkin kita tidak akan sesering dulu bertemu, tapi percayalah ada namamu yang selalu melangit bersama doa doa ku.
Bukan hanya untuk kamu tapi juga untuk semua teman teman kita. Jadi jangan GR ya! Semoga di akhir pencarianku nanti, kita di pertemukan lagi. dalam jalan takdir-Nya." semoga kamu suka persembahan kecil ini, jangan pernah berubah ya.
Dengan tawa : Diorana:)".
Chia tertawa kecil karna geli membaca isi surat Dio.
"Dio Dio! kamu ini ya, didalam surat aja masih sempat sempatnya ledekin aku."
"Anyway...aku juga menunggu kamu kok." Gumam Chia lirih.
"Terimakasih Dio." Kata Chia dalam batinnya, lalu Chia kembali melipat surat dan memasukan hadiah itu ke dalam laci.
Merasa bosan di rumah, Chia mengunjungi teman temannya. Mereka mengobrol kesana kemari, tentang masa depan, tentang bagitu berat meninggalkan Desa penuh kenangan ini.
Karena Eca akan ke kota untuk melanjutkan kuliah, sementara Pipit akan menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu tinggal di kota dan bekerja disana.
Sesekali terdengar tawa lepas dari mereka, namun tak jarang dibarengi tangis kesedihan, para gadis itu tak bosan bosan berceloteh.
Hari menjelang sore, Chia dan teman temannya saling berpelukan. Sebelum Chia pulang, Chia meminta maaf, karena tak menutup kemungkinan ia adalah teman yang paling mendominasi dan bisa jadi tanpa sadar ia mungkin pernah melukai hati atau perasaan sahabatnya, entah dengan kata ataupun perilakunya.
Namun kedua sahabatnya itu malah tidak keberatan tentang apapun mengenai Chia, bahkan mereka mengatakan untuk tidak berubah dan tetap menjadi Chia yang tulus, polos, kocak dan apa adanya.
Ketiganya pun berpisah setelah puas saling berpelukan dalam tangis dan tawa.
Senja telah beranjak, meninggalkan jejak-jejak keindahannya. Malam gemintangpun datang diterangi cahaya rembulan, yang berpijar membias di syahdunya langit malam. Setiap penggal kenangan, setiap baris cerita, semua tawa canda yang terkemas dalam bingkai hidupnya.
Chia menghargai semua itu, ia menyadari dengan penuh bahwa semuanya itu bagian dari anugerah yang Allah berikan pada setiap insan ciptaan-Nya.
Di hening malam setelah selesai menunaikan kewajiban sholat isya nya, Chia membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia membaca doa hendak tidur, perlahan matanya memejam meski diiringi dengan kemelut pikiran. Rasa syukur serta sedih bercampur aduk menenggelamkan malamnya.
"Terimakasih ya Allah telah menyayangi aku dengan segala sayang-Mu dan mengasihi ku dengan segenap kasih-Mu."
Chia pun tertidur dengan harapan esok ia akan terbangun dengan petualangan hidup yang baru, yang lebih menantang dan membawanya ke ujung penantian yang indah. Di entah berantahnya takdir yang akan dijalaninya sebagai seorang manusia.
Semoga apapun itu membawa nya kepada syukur yang subur, Aamiin.
Terkadang kebahagiaan hadir justru dari hal-hal yang sederhana. Bagi Chiara, bisa terus bersama ayah dan ibu juga menghabiskan waktu bersama teman-temannya, sudah cukup untuk sebuah kata bahagia.
Mungkin karena Chia masih remaja, ia belum mengalami hal hal rumit dan sulit ditebak yang hadir di masa masa dewasanya nanti.
Chia bukan tipikal orang yang memusingkan sesuatu yang belum terjadi. Karena bagi Chia, memikirkan kemungkinan kemungkinan atau hal apapun yang belum dialami, hanya membuat kepalanya pusing saja.
Malam semakin pekat, entah sudah sampai dimana Chia berkelana dalam mimpinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments