5

Astaga kenapa ia bodoh sekali sehingga tak menyadari semua itu? Rin menggeleng pelan. Tidak, ia tak ingin pergi. Rin tak ingin pergi. Rin ingin tetap bersama Reiz.

"Hei.... Kenapa berhenti di sana?" Tanya Reiz yang berdiri tak jauh darinya. Rin segera menghampirinya.

"Tuan, sebenarnya kita mau kemana?" Reiz menatap Rin, wajah Rin nampak berubah pucat.

"Apa kau sakit? Wajahmu terlihat pucat?" Reiz malah balik bertanya.

"Tuan, jawab saja pertanyaan ku..." Ucap Rin dengan suara tertahan.

"Kau harus pergi." Jawab Reiz dengan datarnya. Rin menggeleng pelan, matanya nampak berkaca-kaca.

"Di dalam koper itu sudah ada semua kebutuhanmu, di dalam sana juga ada kartu ATM, kau bisa menggunakannya untuk menyambung hidupmu." Jelas Reiz.

"Pergilah, sebentar lagi keretanya akan datang. Ini tiket mu." Sambungnya seraya menyerahkan selembar tiket pada Rin.

Rin diam saja, air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya mengalir juga.

"Aku tidak mau pergi, Tuan..." Lirihnya sambil menggeleng pelan.

"Lalu mau apa kau disini? Kau mau kembali pada ayah tiri mu?" Tanya lelaki itu.

Rin kembali menggeleng, membuat Reiz menarik nafasnya berat.

 

"Pergilah, Rinata. Kau harus memulai hidup barumu."

"Aku... Aku tidak ingin pergi, Tuan. Aku ingin tetap tinggal di sini." Pintanya memelas.

"Baiklah, kalau itu mau mu. Kau tetap tinggal di sini, dan ku rasa semuanya cukup sampai di sini. Aku tidak ingin berurusan lagi denganmu."

Rin melebarkan matanya mendengar ucapan Reiz. Air matanya mengalir deras.

Tidak, Rin tak ingin sendiri. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi, bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya nanti.

Rin ingin bersama Reiz, hanya lelaki itu yang bisa melindunginya dan Rin akui ia nyaman dengan Reiz walaupun mereka baru bertemu semalam.

Reiz menatap gadis di hadapannya, ada sedikit rasa tak tega melihat Rin menangis. Tapi bagaimana pun ia tak ingin berurusan lebih jauh dengan yang namanya wanita. Karena selama ini hidupnya tidak pernah terlibat dengan wanita manapun.

"Selamat tinggal." Reiz memutar langkahnya meninggalkan Rin. Rin mematung sejenak, sebelum akhirnya mengejar lelaki itu.

"Reiz...." Rin berlari kecil sambil menyeret kopernya menyusul Reiz. Rin menghempaskan kopernya dan langsung saja ia mendekap Reiz dari belakang.

"Apa yang kau lakukan?!" Reiz tersentak karena tiba-tiba saja Rin memeluknya.

"Lepaskan..!" Seru Reiz sambil mencoba melepaskan pelukan Rin.

"Tidak akan." Rin semakin mengeratkan pelukannya, ia sama sekali tidak peduli pada orang-orang kini yang memperhatikan mereka berdua.

"Aku bilang lepaskan, Rinata! Apa kau tidak lihat? orang-orang memperhatikan kearah kita?" Lelaki itu nampak kesal.

"Suamiku, kenapa kau tega sekali mau membuang ku? Apa salahku padamu suamiku?" Ucap Rin sambil menangis.

"Apa yang kau lakukan?!" Reiz menghentakkan tangan Rin hingga pelukannya terlepas. Rin memutar tubuhnya, hingga keduanya saling berhadapan. Ia menatap Reiz dengan wajah yang sudah banjir dengan air mata.

"Kau jahat... Kau mau membuang istrimu sendiri demi menikahi perempuan lain..." Tangis Rin semakin kencang. Reiz melebarkan matanya, apa yang sebenarnya perempuan ini tengah lakukan? Lalu kenapa Rin memanggilnya dengan sebutan 'suamiku'?

"Apa yang kau katakan?" Tanya Reiz, tak mengerti maksud dari wanita di hadapannya.

"Kau jahat... Kau jahat...!! Kau sudah berselingkuh, aku masih bisa memaafkan mu. Tapi sekarang kau malah mau membuang ku dan menikahi selingkuhan mu itu. Aku ini istrimu sah mu! Tapi kenapa kau malah lebih memilih perempuan murahan itu...!" Seru Rin, ia bahkan menunjuk-nunjuk dada Reiz dengan jari telunjuknya.

Orang-orang mulai berkumpul dan saling berbisik, mereka terdengar menyalahkan Reiz.

"Tuan, anda sudah mempunyai istri yang begitu cantik. Tapi kenapa masih berselingkuh? Apa anda tak kasihan pada istri anda? Anda bahkan mau membuangnya." Seorang wanita paruh baya akhirnya membuka suara dengan sinis nya. Reiz mengalihkan pandangannya pada wanita itu.

"Tapi dia bukan istri saya, Nyonya" Elaknya.

"Lihat? Kau bahkan tak mau mengakui istrimu sendiri. Suami macam apa kau ini?!" Ujar wanita itu lagi dengan sinis nya. Dan jangan lupakan orang-orang yang masih terus berbisik ria yang semakin merajalela dan makin menyudutkan Reiz.

Reiz yang sudah tak tahan dengan keadaan di sana akhirnya memutuskan untuk pergi, tidak lupa juga ia menarik tangan Rin agar mengikutinya.

"Jangan kau tinggalkan istrimu, dia wanita yang baik. Dia bahkan masih bisa memaafkan mu saat kau selingkuh." Seru wanita itu lagi, Reiz tak peduli ia terus saja berjalan sambil menarik tangan Rin.

*******

"Masuk!" Titahnya pada Rin begitu sampai di mobilnya, tak lupa Reiz memasukkan koper Rin ke dalam bagasi mobilnya. Rin sempat ketakutan melihat wajah Reiz yang nampak menahan amarah.

Reiz pasti sangat marah, seharunya ia tak berbuat senekat itu tadi. Tapi itu satu-satunya cara agar Reiz tak meninggalkannya. Reiz mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh, membuat Rin semakin ketakutan.

"Ya Tuhan, aku belum mau mati... Aku belum pernah pacaran, dan aku juga belum merasakan rasanya menikah...." Rin memejamkan matanya sambil terus merapalkan doa.

Reiz membawa Rin kembali ke apartemennya. Jangan lupa adegan tarik menarik masih terjadi, satpam yang bekerja di sana pun sampai keheranan melihat mereka berdua.

Reiz menghempaskan tangannya begitu mereka masuk kedalam apartemennya. Rin mengusap pergelangan tangannya yang terasa sakit dan memerah.

"Bisa kau jelaskan, mengapa kau melakukan semua itu?" Tanya Reiz dan jangan lupakan tatapan tajamnya yang seakan mampu menembus jantung Rin.

Rin menundukkan wajahnya, menelan saliva nya, tubuhnya gemetar, ia benar-benar takut. Bagaimana kalau sampai Reiz berbuat kasar padanya.

"Maaf, Tuan..." Lirih Rin.

"Maaf? Apa kau sadar, kau telah mempermalukan ku di depan umum?" Sinis Reiz.

"Maaf Tuan. Aku hanya tidak mau Tuan meninggalkanku..." Lirih Rin lagi. Reiz mengusap kasar wajahnya, tidak seharusnya ia berurusan dengan wanita ini. Sekarang ia jadi susah sendiri.

"Ibuku sudah meninggal, ayah tiri ku tak peduli lagi padaku, bahkan mau menjual ku. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi, dan Kakakku... "

"Dan aku bukan siapa-siapamu! Jadi tak seharusnya kau melakukan hal seperti tadi!" Potong Reiz.

"Aku menyesal sudah menolongmu semalam, seharusnya aku membiarkanmu saja bersama Edra." Ucap Reiz dengan dinginnya membuat Rin mengangkat wajahnya.

"Kau menyesal telah menolongku, Tuan?" Rin menatap dalam mata tajam Reiz, ia seakan tak percaya mendengar ucapan lelaki yang berdiri di hadapannya itu.

"Ya aku menyesal, tak seharusnya aku berurusan denganmu. Kau hanya menyusahkan ku." Ucapnya datar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!