Rin terus mengikuti langkah Reiz. Rin mengerjapkan matanya begitu masuk ke dalam apartemen Reiz. Ia begitu terpana, sebuah apartemen yang sangat luas dan bersih. Barang-barangnya pun tertata dengan sangat rapi. Bisa di pastikan jika lelaki ini adalah pecinta kebersihan dan kerapihan.
"Malam ini kau bisa tidur di sini, dan aku berharap secepatnya kau bisa keluar dari tempatku." Ujar Reiz sambil membuka pintu kamar tamu.
"Kau bisa memakai salah satu pakaian yang ada di lemari itu, tapi ingat jangan lancang untuk menyentuh apapun." Sambung Reiz.
"Apa pakaian yang ada di lemari itu milik istri Tuan?" Bukannya menjawab, Reiz malah menatap tajam pada Rin, membuat Rin menelan saliva nya.
"Jangan menatapku seperti itu, aku kan cuma bertanya." Rin memperlihatkan senyum bodohnya.
"Jangan sok akrab dan bertanya seolah kita ini saling mengenal." Jawab Reiz dengan datarnya.
"Tapi bukankah kita sudah saling kenal, aku tau nama Tuan dan Tuan juga pasti sudah tau namaku ketika aku menyebutkannya di depan satpam tadi bukan?" Sahut Rin.
Reiz memutar bola matanya, ia sungguh malas berurusan dengan yang namanya wanita.
"Terserah." Reiz memilih pergi dari kamar itu daripada terus berbicara dengan Rin. Reiz menuju kamarnya, ia merasa sangat lelah sekali.
Tadi siang ia baru kembali dari luar kota setelah selesai mengurus masalah cabang perusahaannya, kemudian sore hingga malam ada meeting di hotel, di tambah lagi dengan pertemuannya dengan Rin. Benar-benar hari yang sangat melelahkan.
Rin menatap punggung Reiz yang menghilang di balik pintu kemudian tersenyum. Setidaknya ia punya tempat yang layak untuk tidur malam ini.
Di bukanya lemari yang tadi di tunjukan Reiz, di dalamnya terdapat beberapa stel piyama wanita. Dalam hati Rin bertanya-tanya siapa pemilik piyama itu? Pasti milik keluarga Reiz. Bukankah tadi satpam di sana bilang, kalau Reiz tak pernah membawa siapapun ke apartemennya selain keluarganya?
*****
Reiz merebahkan dirinya di tempat tidur setelah selesai membersihkan tubuhnya, kini ia sudah sangat siap untuk istirahat. Baru saja ia memejamkan matanya, tiba-tiba ponselnya berdering. Reiz berdecak, siapa lagi yang mengganggunya di tengah malam begini. Dan kenapa juga ia lupa mematikan ponselnya.
Diraihnya ponsel di atas nakas, Reiz menarik napas berat begitu tau siapa yang menghubungi di tengah malam seperti ini. Siapa lagi kalau bukan sang bos, seseorang yang sangat menyebalkan yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri begitupun sebaliknya.
Dengan malas ia mengangkat panggilan itu.
"Jadi siapa perempuan itu?" Tanya Tomi begitu panggilannya terhubung, membuat Reiz memijat keningnya. Entah kenapa bos nya yang satu itu selalu tahu apapun tentangnya.
"Tuan menelepon ku malam-malam hanya untuk menanyakan hal yang tidak penting seperti ini?" Reiz malah balik bertanya.
"Jangan panggil aku Tuan. Hei.... Ayolah, ini pertama kalinya kau membawa seorang wanita ke apartemen mu." Ujar Tomi lagi. Ia benar-benar penasaran tentang wanita yang di bawa asistennya itu.
"Bukankah Nona Tania juga sudah sering datang ke apartemen ku, Tuan?" Reiz malah balik bertanya lagi.
"Istriku memang sering ke tempat mu, tapi selalu bersamaku." Ucap Tomi tak mau kalah.
"Tuan seharusnya sudah tau siapa perempuan itu." Entah kenapa mood Reiz selalu buruk jika membahas perempuan dengan Tomi.
"Aku ingin mendengarnya sendiri darimu." Tomi masih berusaha mencari tahu.
"Sebaiknya Tuan lanjutkan bulan madu Tuan dengan Nona Tania." Reiz menutup telponnya.
"Hei Reiz... Ck, di putus lagi." Tomi menatap ponselnya, tiba-tiba ia tersenyum miring. Kali ini dia tidak akan membiarkan sang asisten begitu saja.
Reiz mematikan ponselnya, jangan sampai Tomi mengganggunya lagi. Sambil menggerutu dalam hati, bagaimana bisa sang bos yang sedang berbulan madu tahu tentangnya yang membawa Rin ke apartemennya. Reiz meletakkan kembali benda pipih itu ke atas nakas.
Reiz merebahkan kembali tubuhnya, ditatapnya langit-langit kamar yang putih bersih. Rasa kantuknya mendadak hilang. Teringat kejadian beberapa waktu yang lalu, saat ia menurunkan Rin di jalanan. Setelah meninggalkan Rin dan berniat pulang, ia malah memikirkan bagaimana nasib Rin, dan bayang-bayang Rin seakan tak mau pergi dari pikirannya. Mencoba untuk melupakan, yang ada Reiz malah semakin kepikiran.
Bagaimana kalau sampai ada yang melecehkan Rin lagi? Bukankah itu salahnya karena telah menurunkan perempuan itu di jalanan yang sepi dan gelap. Tak mau kepikiran akhirnya Reiz memutuskan untuk kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Rin.
Dan benar saja, ketika sampai di sana ia mendengar suara perempuan meminta tolong, dan melihat Rin sedang berlari menghindari kejaran para preman.
**********
Seorang pria nampak duduk di sebuah kursi sambil menatap tajam pada orang-orang yang tengah berdiri di hadapannya.
"Mana gadis itu?" Tanyanya.
"Maaf Tuan Edra, Nona Rinata berhasil melarikan diri." Salah satu dari mereka memberanikan diri untuk menjawab.
"Melarikan diri? Bagaimana bisa?! Kalian ini benar-benar tak berguna! Menangkap seorang gadis saja tidak bisa!" Bentak Edra.
"Kalian tahu kan, gadis itu di serahkan Albert Rivers padaku sebagai penebus hutangnya. Dan sekarang gadis itu malah melarikan diri!" Bentak Edra lagi.
"Maaf Tuan, tapi..."
"Tapi apa?!" Edra bangun dari duduknya, amarah terlihat jelas di wajahnya.
"Tapi tadi kami bertemu dengan Tuan Reiz Anderson."
"Reiz Anderson?" Edra menautkan kedua alisnya, ia duduk kembali di kursinya.
"Iya Tuan. Dan Tuan Reiz bilang, kalau Nona Rinata sudah menjadi miliknya." Jelas pria itu lagi.
Edra tersentak mendengar jawaban anak buahnya, amarahnya hilang seketika.
"Pergilah." Ujar Edra setelah beberapa menit terdiam. Kelima pria itu pun pergi meninggalkan ruangan itu.
"Reiz Anderson? Sudah lama aku tak melihatnya." Edra menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
"Bagaimana kabarnya sekarang?" Mata Edra terlihat menerawang mengingat sosok Reiz yang tak asing baginya. Mendadak wajahnya terlihat sedih mengingat kejadian belasan tahun yang lalu.
**********
Pagi menjelang.
Rin terbangun dari tidurnya. Badannya terasa segar, tempat tidur di apartemen Reiz sangat nyaman membuatnya tidur dengan nyenyak semalam. Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Rin memutuskan untuk membuat sarapan.
"Dimana dapurnya ya?" Sambil berjalan mata Rin meneliti setiap ruangan.
"Nah itu dia..." Sorak Rin begitu berhasil menemukan dapur. Segera ia mencari sesuatu yang bisa dimasak untuk sarapan.
"Kenapa tidak ada bahan makanan di sini?" Rin menggaruk kepalanya yang tidak gatal, setelah tidak menemukan bahan makanan apapun, yang ada hanya air mineral di lemari es yang besar itu.
"Sedang apa kau di sini?" Rin terjingkat kaget saat mendengar suara datar di belakangnya. Ia menoleh, tampak Reiz berdiri di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments