4

"Sedang apa kau di sini?" Rin terjingkat kaget saat mendengar suara datar di belakangnya. Ia menoleh, tampak Reiz berdiri di sana.

Bukannya menjawab, Rin malah terpana melihat Reiz. Reiz yang nampak seperti baru selesai mandi dengan rambut yang masih sedikit basah dan hanya mengenakan kaos hitam dan celana jeans menambah kadar ketampanan pria itu.

"Astaga... kenapa Tuan Reiz tampan sekali? Dan kenapa aku baru menyadarinya? Pasti karena semalam keadaanku benar-benar kacau." Ucap Rin dalam hati.

"Aku bertanya sedang apa kau di sini dan siapa yang memberimu izin untuk ke dapur?" Tanya Reiz yang mulai kesal karena Rin hanya diam saja sambil memandanginya.

"Eh... Itu Tuan, aku mau membuat sarapan tapi tidak ada bahan makanan di sini." Jawab Rin yang baru tersadar dari lamunannya.

"Siapa yang memberimu izin untuk membuat sarapan? Bukankah sudah ku katakan jangan pernah menyentuh apapun di tempat ini tanpa seizin ku?" Tanya Reiz dengan tatapan tajamnya.

Rin menelan saliva nya mendengar pertanyaan Reiz. Kenapa pria ini galak sekali, padahal ia hanya ingin membuat sarapan untuknya dan Reiz, setidaknya sebagai tanda terima kasih karena semalam sudah dua kali menolongnya.

"Maaf Tuan, saya sudah lancang..." Jawab Rin pelan. Lebih baik minta maaf saja, daripada kena marah di pagi hari seperti ini.

"Aku ingin membuat sarapan karena aku lapar, semalam tenagaku terkuras karena lari-lari terus. Jadi sekarang aku merasa lapar." Jawab Rin sekenanya. Reiz membuang napasnya berat. Kenapa perempuan ini merepotkan sekali, batinnya.

"Ikut aku, kita sarapan di luar. " Ajak Reiz membuat Rin tersenyum lebar.

**********

Kini mereka berdua tengah menikmati sarapan di salah satu kedai makanan di pinggir jalan.

"Tuan ini enak sekali." Ucap Rin sambil menikmati makanannya. Tapi seperti biasa, Reiz hanya diam saja. Rin tak ambil pusing, yang penting ia makan sampai kenyang sekarang.

Selesai makan.

"Kita mau kemana lagi, Tuan?" Tanya Rin sambil berjalan menjajari langkah Reiz menuju mobilnya. Reiz tak menjawab, pandangannya terfokus pada beberapa orang yang berdiri di samping mobilnya.

Reiz tersenyum sinis begitu tahu siapa mereka. Rin mengikuti arah pandangan Reiz, dan seketika itu juga tubuhnya gemetar merasakan ketakutan. Mengingat semalam, pria itulah yang hendak melecehkannya.

"Tuan..." Lirih Rin, tanpa sadar ia mencengkram kuat lengan Reiz sambil menyembunyikan wajahnya di balik tubuh Reiz. Reiz menoleh, ia bisa merasakan tubuh Rin yang gemetar.

"Tenanglah...." Bisik Reiz.

"Selamat pagi, Tuan Reiz Anderson ..." Sapa seorang pria yang sangat di kenalnya. Ternyata orang-orang tersebut adalah Edra William dan beberapa anak buahnya.

"Hm... Maksudku selamat pagi Tuan Rexy William." Sambung Edra membuat Reiz menatap tajam pada Edra.

"Jangan pernah kau sebut nama itu lagi." Ucap Reiz penuh penekanan. Rin yang berada di belakang Reiz merasa heran, apa mereka saling mengenal? Pikirnya. Tapi kenapa Tuan Edra memanggil Tuan Reiz dengan sebutan Rexy William?

"Kenapa? Apa kau tidak suka? Tapi aku lebih suka menyebutmu dengan nama Rexy William." Lanjut Edra dengan senyum sinis nya. Reiz masih menatapnya dengan tajam.

"Apa kau menyukai gadisku Tuan Rexy?" Tanya Edra pada Reiz. Lelaki itu beralih menatap Rin yang bersembunyi di balik tubuh Reiz. Rin semakin menyembunyikan tubuhnya, menghindari tatapan sinis dari Edra.

"Aku tidak akan melarang mu untuk mengambil Rinata dariku. Tapi asal kau tau, ayah gadis ini memiliki hutang padaku. Tapi dia tak sanggup untuk membayarnya, jadi dia menyerahkan anak gadisnya padaku." Jelas Edra, melipat kedua tangannya di depan dada.

Perlahan Rin melepaskan tangannya yang sedari tadi mencengkram lengan Reiz. Air matanya kembali jatuh mengingat kejadian semalam. Reiz menoleh sebentar kearah Rin, sebelum akhirnya kembali menatap Edra.

"Katakan apa mau mu?" Tanya Reiz datar.

"Tiga ratus juta. Itu hutang ayah Rinata padaku." Jawab Edra tak kalah datarnya.

Mendengar itu lantas Reiz melangkahkan kakinya menuju mobilnya, dan mengambil sesuatu dari dalam laci mobilnya. Menulis sesuatu di buku kecil itu.

"Tiga ratus juta, jangan pernah ganggu Rinata lagi." Ucapnya datar sambil menyerahkan selembar cek pada Edra.

"Wow... Semudah itu kau mengeluarkan uang sebanyak ini untuk seorang gadis yang bahkan kau baru temui semalam?" Tanya Edra heran sambil menerima cek tersebut.

"Aku rasa urusan kita sudah selesai Tuan Edra." Ucap Reiz dengan dinginnya.

"Ok, baiklah... Aku pergi. Sampai jumpa lagi Tuan Rexy. Senang berbisnis denganmu." Ucap Edra dengan seringainya sebelum meninggalkan mereka berdua diikuti oleh anak buahnya.

"Ayo kita pergi." Ajak Reiz pada Rin. Rin mengangkat wajahnya menatap Reiz, lagi dan lagi pria ini menolongnya.

"Sampai kapan kau akan diam di sana?" Seru Reiz membuyarkan lamunan Rin, bahkan Reiz kini sudah berada di dalam mobilnya.

"Tunggu aku, Tuan..." Rin berlari kecil menuju mobil Reiz.

**********

"Tuan, tak seharusnya Tuan mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk menolongku...." Ujar Rin pelan, tapi Reiz masih bisa mendengarnya.

"Aku akan berusaha untuk mengganti uangmu, Tuan...." Sambungnya sambil menatap Reiz yang tengah mengemudi.

"Aku hanya ingin membebaskan mu dari Edra." Jawab Reiz datar tanpa melihat Rin dan tetep fokus pada jalanan. Rin menundukkan wajahnya, ia merasa tak enak hati pada Reiz karena selalu menyusahkannya.

Reiz membawa Rin ke salah satu pusat perbelanjaan, ia membelikan Rin beberapa pakaian, dan beberapa keperluan wanita. Rin yang awalnya bingung tentu saja menolak semua barang-barang itu, tapi tatapan tajam Reiz membuatnya pasrah menerima semua itu. Tapi anehnya semua belanjaan itu Reiz masukkan ke dalam sebuah koper yang baru dibelinya juga.

"Tidak seharusnya Tuan membelikan ku barang-barang itu." Kini mereka sudah dalam perjalan, entah kemana lagi Reiz akan membawanya.

"Hutangku dengan Tuan jadi tambah menumpuk saja." Sambung Rin.

"Kau membutuhkan semua itu, bukankah kau sudah tidak punya apa-apa lagi? Apa kau mau aku mengantarmu kembali ke rumah ayahmu?" Rin menoleh, tak biasanya lelaki ini menjawab ketika sedang menyetir mobil. Rin menghela nafasnya panjang.

"Aku tak ingin kembali ke rumah, tapi aku juga tak ingin menyusahkan mu, Tuan..." Rin kembali mengalihkan pandangannya pada jalanan. Sedangkan Reiz tetap fokus pada kemudinya.

Mobil mereka berhenti di sebuah stasiun, kening Rin berkerut dalam hatinya bertanya-tanya untuk apa mereka ke stasiun? Apa Tuan Reiz mau pergi atau menjemput seseorang? Tapi walaupun begitu, Rin tak berani bertanya lebih jauh.

Rin berjalan di belakang Reiz  sambil menyeret kopernya yang tadi baru saja di beli Reiz. Ia menatap punggung lelaki itu, tanda tanya besar masih ada di benaknya.

Tiba-tiba saja ia terpikirkan sesuatu, apa jangan-jangan Reiz akan menyuruhnya untuk pergi? Rin menghentikan langkahnya, ia menatap koper yang dibawanya. Matanya melebar, Rin menelan saliva nya. Tentu saja, sudah pasti ia yang akan pergi. Reiz sudah membelikan semua barang-barang keperluannya, dan juga memasukkan semuanya ke dalam koper yang kini dibawanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!