BAB 1

POV JEMIMA

Netra coklat itu tak gentar menantang sorot lampu kamera. Gaung suara yang memanggil namanya seolah senandung merdu yang memenuhi relung kalbu. Karpet merah yang terbentang bagaikan panggung mewah yang menampilkan kecantikan sempurna bak dewi Yunani yang dianugrahkan Tuhan padanya. Dress hitam brand kenamaan yang ia kenakan bagaikan sihir yang menghipnotis semua mata, sehingga sangsi apakah wanita muda itu benar-benar manusia. Ia melemparkan senyum dan melambaikan jemari lentik tangan kanannya, yang tentu saja menambah sorak lautan manusia di hadapannya. Kaki jenjang berbalut stiletto itu kemudian melanjutkan langkah setelah merasa cukup menampilkan dirinya.

"Jemima...Jemima...."

Teriakan namanya terus menggema mengiringi langkah anggun sang bintang hingga ia menghilang dari pandangan. Ia pun lalu menuju ballroom bersama seorang staff yang mengantarkannya.

"Thankyou," ucap Jemima tulus pada wanita muda yang terlihat kikuk sejak saat mereka berjalan bersama. Ia lalu duduk di kursi yang bertuliskan namanya, Jemima Tsamara.

"My pleasure," jawab sang wanita muda membungkukkan badan, yang tanpa Jemima tahu ia sangat berdebar.

Jemima melihat sekeliling. Senyumnya seketika merekah saat mendapati beberapa temannya sudah mengisi tempat duduk mereka lalu saling melambaikan tangan. Ia masih duduk sendiri dengan meja bundar di hadapannya, sementara meja lainnya sudah terisi penuh dengan tamu. Jemima lalu menatap panggung besar yang begitu mewah dan gemerlap. Dalam hati ia bersorak 'luar biasa!'. Tidak salah Prestige Award menyandang predikat penghargaan film tertinggi di Indonesia. Membawa pulang piala dari Prestige Award adalah impian semua insan perfilman Indonesia. Kalimat itu biasanya hanya dianggap sebuah informasi bagi Jemima. Namun kali ini menjadi doa.

"Hey," sapa sebuah suara  bariton mengaggetkan Jemima. Ia menoleh lalu tersenyum setelah mengetahui siapa yg menyapanya.

Alezo Rafael. Pria  bertubuh atletis itu lalu menarik kursi di sebelah Jemima lalu duduk di atasnya. Seperti Jemima, ia tak lupa menyapa tamu-tamu lainnya meski hanya dengan senyuman dan lambaian tangan. Mengenakan tuxedo hitam, ia tampak serasai dengan Jemima.

"Apa kau sudah lama di sini?" Tanya Alezo membuka percakapan dengan Jemima.

"Ah aku juga baru saja tiba," jawab Jemima.

"Aku bersyukur kau datang karena aku benar-benar gugup sendirian di sini," lanjutnya.

"Gugup? Biasanya bahkan kau sendirian di atas panggung dengan ribuan pasang mata menyaksikanmu," goda Alezo.

"Tentu saja berbeda, Al. Kau tau ini kali pertama buatku," kilah Jemima.

Jemima sang diva tentu lebih memilih berada di belakang panggung bersiap-siap untuk tampil dengan suara emasnya ketimbang duduk di manis di acara penghargaan film. Sepanjang karirnya sebagai penyanyi, pertama kalinya ia membintangi film. Di luar bayangan,  filmnya bersama Alezo yang berjudul Salju Pertama Desember meledak dan menjadi box office. Mereka bahkan baru pulang dari USA menghadiri piala Oscar meski hanya sebagai nominasi. Jemima pun menerima banyak pujian karena aktingnya yang memikat padahal ia bukan seorang aktor. Tak ayal kini ia bersama Alezo menjadi begitu fenomenal. Kontrak kerjasama dengan banyak brand sudah mereka tanda tangani bersama. Itu pun masih ada brand yang kecewa karena tidak mendapatkan kesempatan sangking penuhnya jadwal mereka.

"Ternyata kalian berdua sudah tiba," ujar Abindra, sang sutradara yang tanpa disadari sudah berada di samping Alezo.

"Obrolan kalian seru sekali bahkan tidak menyadari aku sudah berdiri di sini," canda pria bertubuh tambun itu.

Alezo dan Jemina tergelak. Mereka berdua kompak mengatakan 'maaf' pada Abindra.

"Aku merasa kita akan membawa pulang banyak piala," ucap Abindra setengah berbisik.

"Aku harap begitu. Tapi pastinya bukan berasal dari kategoriku," ucap Jemima pesimis. Bagaimana tidak, ia disandingkan dengan aktris-aktris senior yang sudah berkecimpung di dunia film. Apalah arti dirinya yang baru sekali bermain film dan 'hanya' beruntung karena lawan mainnya adalah Alezo, aktor kenamaan dan termahal di Indonesia, yang bahkan sudah beberapa kali menjadi cameo di film Hollywood. Bahkan hanya Alezo yang memiliki fanbase yang benar-benar garis keras dan begitu mencintai sang aktor.

"Justru aku paling optimis padamu, Jemi," sanggah Abindra.

"Aku tidak pernah seyakin ini," lanjutnya.

Jemima menghela nafas. Ia ingat betul bagaimana Abindra memohon agar menerima peran utama wanita di filmnya. Kala itu Jemima menolak karena tidak yakin bisa berakting dan belum tentu agensinya mengizinkan. Apalagi Abindra adalah sutradara yang terkenal dengan karya film yang luar biasa. Bahkan menjadi pemain di filmnya adalah impian para aktor. Jemima tidak ingin merusak image beliau dengan kemampuan aktingnya yang belum teruji.

"Ayolah Jemi, katakan pada agensimu bahwa kau akan bermain di filmku. Aku tidak bisa membayangkan aktris manapun yang pantas menjadi pemeran wanita selain dirimu," rayu Abindra berkali-kali kala Jemima masih saja menolak tawarannya

Tidak tega, Jemima lalu menanyakan pada Ibra, direktur agensi tempatnya bernaung apa ia boleh menerima tawaran Abindra. Toh ia tidak sedang memepersiapkan lagu dan album baru.

"Baiklah. Aku akan bicara pada Abindra," ucap Ibra kala itu.

Tak lama berselang, Jemina menerima telepon dari Abindra yang bersorak kegirangan karena ternyata Ibra mengizinkannya untuk bermain film. Dan yang paling membuatnya terbelalak, ternyata Ibra menawarkan fee dua milyar yang tanpa ragu disetujui oleh Abindra. Beruntung menurut penilaian sang sutradara akting Jemima memuaskan dan pendapat filmnya jauh berkali-kali lipat. Jika tidak ia akan merasa bersalah dan akan dengan senang hati memgembalikan bayarannya.

Salam dari pembawa acara menjadi penanda bahwa acara akan segera dimulai. Jemima pun membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman, begitupun Alezo. Sejujurnya meski ia dan Alezo sudah akrab sejak syuting bersama, Jemima masih selalu merasa terintimidasi dengan sikap dingin sang aktor.  Apalagi mereka berperan sebagai pasangan dengan kisah cinta yang tragis. Mereka sering beradegan romantis, dimana Jemina selalu berdebar tak karuan. Tapi Alezo selalu dengan cepat berubah dan menarik tubuhnya begitu sutradara berteriak 'cut!'. Hebatnya, Alezo tidak serta merta menjadi canggung pada Jemima. Ia bersikao seperti biasa seolah adegan berciuman dan berpelukan yang mereka lakukan tidak pernah terjadi. Profesional sekali, pikir Jemima saat itu.

"Dan pemenang aktor terbaik Prestige Award tahun ini adalah...." sang pembaca penghargaan menggantung kalimatnya, sengaja memancing debar jantung para nominasi.

"Alezo Rafael!" Sorak dan tepuk tangan seketika menggema ketika nama Alezo disebutkan.

Sang aktor lalu berdiri dan berjalan menuju panggung untuk menerima piala. Jemima menatap lekat Alezo yang sedang berpidato. Tuxedo hitam yang membalut tubuh kekarnya betul-betul memberikan aura yang begitu mempesona. Alezo bagai sedang berjalan di atas catwalk saat ia menuju tempat duduk dengan semua mata yang tertuju kepadanya.

"Congrats," ucap Jemima tulus setelah Alezo kembali duduk di sebelahnya. "You deserve this,"

"Thankyou. Hope you'll get this too," balas Alezo tersenyum memamerkan lesung pipinya.

Penghargaan demi penghargaan terus dibacakan. Sesuai prediksi, Abindra memenangkan penghargaan sutradra terbaik. Ia mengangkat tinggi piala yang ia terima sebagai tanda rasa bangganya. Padahal hampir setiap tahun Abindra memenangkan penghargaan sutradara. Beberapa saat kemudian tibalah saat kategori Artis Pendatang Baru Terbaik dimana Jemima menjadi salah satu nominasi. Ia menunduk saat layar panggung menampilkan wajahnya saat namanya disebutkan. Kenapa rasanya lebih malu dibandingkan saat ia bernyanyi di panggung padahal sama-sama di hadapan banyak orang?

"Jemima Tsamara!"

Teriakan namanya sontak membuat Jemima terkejut. Tanpa sadar matanya terbelalak dan mulutnya terbuka, pertanda ia begitu tidak menyangka.

"It's you," ucap Alezo sambil bertepuk tangan.

Jemima pun dengan hati-hati berdiri dan berjalan menuju panggung dengan menahan debar jantung yang tak karuan. Sayup-sayup ia dapat mendengar beberapa suara yang menyebut namanya.

"Oh my God, Jemima jauh lebih cantik dari dekat!"

"She's not human,"

"Beautiful..."

Setibanya di panggung Jemima meraih piala yang diberikan padanya. Semua baik-baik saja sampai ia berdiri di podium untuk memberikan pidato kemenangan. Jemima tidak menyiapkan apapun! Apa yang harus ia katakan? Jemima dapat merasakan kakinya bergetar dan telapak tangannya dingin. Ia bahkan dapat mendengar detak jantungnya. Oh Tuhan bantu aku, pekiknya dalam hati. Seperti dikabulkan, tiba-tiba ia beradu pandang dengan Alezo yang menatapnya dengan seksama.

"Go. You can do it,"

Entah kekuatan dari mana Jemima dapat membaca gerak bibir Alezo meski jarak mereka berjauhan. Seketika ia merasa keberanian muncul dan setelah hening sejenak ia mampu mengucapkan sepatah kata.

"Ehm...Selamat malam semuanya. I have no idea that I receive this award tonight. Don't you see my legs shaking?"

Ucapan Jemima disambut tawa oleh para hadirin.

"Ini pertama kalinya saya menjajal dunia akting dan tidak pernah berharap untuk memenangkan penghargaan di bidang ini. Tapi hari ini ternyata saya diapresiasi dan tentu ini bukan karena kehebatan saya, tetapi orang-orang yang mendukung saya. Mulai dari lawan main, sutradara dan semua kru. Especially Alezo, thankyou for taking care of me selama kita kita syuting dan Abindra thankyou for the chance. This is for us,"

Gemuruh tepuk tangan seketika bergema setelah Jemima menyelesaikan pidatonya. Ia pun turun dari panggung dan berjalan hati-hati menuju tempat duduknya. Di saja telah menunggu Abindra dan Alezo yang sengaja berdiri untuk menyambutnya.

"You did well, my girl," ucap Abindra tulus sambil memeluk Jemina. "Kamu pantas mendapatkannya,"

"Great speech. Congrats," ucap Alezo yang memilih untuk bersalaman dengan Jemima.

"Thankyou. Ini berkat kalian," balas Jemima sumringah.

Jemima tidak menyangka ia pulang dengan piala emas bertuliskan namanya. Ia berencana meletakkannya di lemari kaca dimana ia menyimpan piala penghargaan musiknya.

Penghargaan terakhir yang ditunggu-tunggupun datang, penghargaan yang paling diharapkan seluruh insan film yang hadir.

"Dan pemenang kategori Film of The Year adalah...."

"Salju Pertama Desember!"

Sorak dan tepuk tangan meriah kembali menggema. Abindra mengangkat tangan pertanda ia sangat bangga hasil kerjanya memenangkan penghargaan tertinggi. Ia menarik tangan Alezo dan Jemima untuk mengikutinya ke atas panggung. Kebahagiaan tentunya juga mereka rasakan. Segala lelah dan pengorbanan selama syuting terbayar lunas. Konfeti pun menghiasi penutupan pidato Abindra pertanda berakhirnya acara. Semua orang lalu naik ke atas panggung dan berbaur saling mengucapkan selamat. Euforia luar biasa yang baru pertama kali Jemima rasakan. Biasanya panggung hanya menjadi miliknya, kini milik bersama.

***

Hari sudah menunjukkan pukul sepuluh malam ketika Jemima keluar dari ballroom. Ia berniat menelepon supirnya namun seketika terhenyak membaca beberapq pesan bahwa mobilnya mogok dan si supir masih memperbaikinya di jalan. Jemima mengutuk dirinya yang meminta Pak Ipul untuk pulang daripada menunggunya padahal supirnya itu sudah berniat menunggunya hingga acara selesai. Sementara Tita, managernya sedang izin karena sakit sehingga tidak bisa membantu apapun.  Jemima gusar mengingat ia tidak berani pulang sendiri dengan taksi. Meminta tumpangan juga rasanya tidak mungkin karena belum tentu ada yang searah dengannya.

"Oh Tuhan bagaimana caranya aku pulang?" Keluh Jemima.

"Hey, kau tidak pulang?" Tanya sebuah suara pria yang sangat familiar.

Jemima menoleh. Ia terkejut mendapati Alezo ternyata sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Hmm...itu..." Jemima menjelaskan pada Alezo tentang kondisinya. Gestur Jemima yang kikuk mengundang senyum tipis di bibir Alezo.

"Aku akan mengantarmu pulang," ucapnya.

"Ah tidak perlu. Itu akan merepotkan karena rumah kita berbeda arah," tolak Jemima sambil mengibaskan tangan.

"Lalu bagaimana caranya kau akan pulang?" Tanya Alezo meledek.

Jemima menggaruk kepalanya. Alezo adalah satu-satunya yang bisa mengantarkannya pulang saat ini. Tapi rasa sungkannya tak bisa ia sangkal.

"Apakah tidak apa-apa?" Jemima bertanya balik.

Alezo tak menjawab. Ia hanya memberi isyarat agar Jemima mengikutinya.

Mereka berdua lalu masuk ke dalam mobil Alezo. Semerbak parfum maskulin seketika tercium oleh hidung Jemima. Wangi yang menenangkan. Jemima ingat betul wangi khas Alezo saat mereka syuting. Entah kenapa saat tanpa sengaja menghirup aroma Alezo ia merasa sangat nyaman.

"Jadi dimana rumahmu, Mima?" Tanya Alezo.

"Swarna Residence," jawab Jemima sesantai mungkin. Padahal ia menahan debar di dada karena ini pertama kalinya Alezo memanggil nama sebenarnya. Selama syuting Alezo terus memanggilnya dengan Raya, tokoh yang ia perankan. Alasannya agar Jemima terbiasa dan dapat menghidupkan karakternya. Dan hey, semua orang memanggilnya Jemi. Lalu Alezo berinisiatif memanggilnya Mima. Is it cute?

"Maaf merepotkanmu," ucap Jemima. "Aku harus membalas kebaikanmu lain kali,"

"Kau membuatku seperti telah melakukan sesuatu pengorbanan besar," balas Alezo tergelak, heran dengan Jemima yang terlihat begitu sungkan.

"Kau penyelamatku. Minggu depan saat pemotretan dengan Vow Magazine aku akan mentraktirmu," 

"Hmm baiklah," ujar Alezo. "By the way, agensimu tidak melarang kau diantar pulang oleh pria, kan?"

Jemima tertegun. Aturan Magnolia Entertainment, agensinya benar-benar ketat. Meski tak seberat saat awal-awal ia merintis karir, tetap saja ada hal-hal pribadi yang masih diatur. Berhubungan dengan lawan jenis, misalnya. Ibra, direkturnya selalu mewanti-wanti para artis terutama Jemima untuk menyampingkan urusan asmara agar tidak menjadi konsumsi publik dan menjadi kontroversi. Demi karir, alasannya.

"Kali ini pengecualian,"  jawab Jemima tegas. "Ibra tidak akan bisa memarahiku karena aku tidak punya pilihan,"

Mereka tertawa. Obrolan pendek sesekali mewarna perjalanan mereka. Jemima memilih berpura-pura sibuk dengan handphonenya karena canggung. Ia kira mereka akan larut dalam percakapan hangat. Nyatanya daritadi hanya Jemima yang berinisatif mengajak berbicara. Bagaimana bisa Alezo tetap cool padahal mereka pernah berciuman dan berpelukan mesra saat syuting. Apa ini yang dikatakan profesional? Tidak melibatkan perasaan sama sekali sehingga tidak tertinggal sebagai kenangan berarti.

"Terimakasih sudah mengantarkanku," ucap Jemima ketika mereka sampai di apartemennya. Ia lalu membuka pintu mobil dan turun. Pikirannya bergumul apalah ia menawarkan Alezo untuk masuk atau tidak. Tapi sepertinya tidak usah mengingat sikap cool Alezo. Bisa-bisa ia dikira centil karena mengajak pria malam-malam.

Jemima melambaikan tangan dan segera balik badan untuk masuk ke lobby apartemen. Baru beberapa langkah tiba-tiba suara Alezo menghentikannya. Ternyata Alezo turun dan sontak membuat Jemima bertanya ada apa. Beruntung saat ini sedang sepi atau Alezo terpaksa melayani fans yang ingin berfoto dengannya.

"Apa kau bermaksud membayarku dengan handphonemu?" Tanya Alezo yang berjalan mendekat dengan menenteng handphone milik Jemima.

"Astaga. Aku pasti sudah mengantuk hingga tidak sadar meninggalkannya," ucap Jemima gugup sambil meraih handphonenya.

"Tidurlah. Saat syuting kau paling susah menahan kantuk. Aku akan pulang sekarang,"

Setelah berkata demikian Alezo bergegas masuk ke mobilnya meninggalkan Jemima yang masih berdiri.  Jemima lalu berjalan menuju lobby apartemen dengan salah tingkah. Fakta Alezo yang masih mengingat kebiasaannya saat mereka syuting membuat ia bersemu. Setidaknya menjadi hiburan bagi hati nelangsa Jemima.

Terpopuler

Comments

mbaRos

mbaRos

good .ak Bru baca langsng auka

2022-02-14

1

Kisti Meilani

Kisti Meilani

Demi apa ceritanya bagus banget🤩
Semangat berkarya kak 🤍

2022-02-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!