Happy Reading...
☘☘☘
"Uhuk.. uhuk.. uhuk..," suara batuk Ibunya Cherry sudah sedikit parah.
"Uhuk.. uhuk.. uhuk..," suara batuk selanjutnya dan kali ini Ibu Rahayu mengeluarkan bercak darah di sapu tangannya.
"Ibu...," panggil Cherry yang baru pulang.
"Cherry tak boleh melihat ini," sembari menyembunyikan sapu tangannya dan membersihkan sisa darah di ujung bibirnya.
"Ibu disini rupanya, Cherry daritadi manggil-manggil.. Cherry kangen sama Ibu apa Ibu baik-baik saja?" tanya Cherry sambil memeluk Ibunya.
"Baru berapa jam kau tak bertemu Ibu sudah kangen aja, Ibu sangat baik Cherry kau tak perlu mengkhawatirkan Ibu" ledek Ibu Rahayu sambil mengelus ujung kepalanya.
"Ibu segalanya buat Cherry wajar kalau tiap detik Cherry selalu merindukan dan mengkhawatirkan Ibu" ucap Cherry yang selalu bisa membuat Rahayu tersenyum sedikit melupakan sakitnya.
"Kau sudah makan?" tanya Rahayu.
"Sudah bu.., ini titipan dari Neva buat Ibu" menyodorkan sekotak nasi padang kearah Ibunya.
"Dia sahabatmu yang sangat baik ya Cherr...," ucap Rahayu.
"Iya bu..., Neva sahabat luar biasa yang Cherry kenal seumur hidup" tukasnya membanggakan Neva.
"Ingat pesan Ibu, meski Neva sangat baik terhadapmu tetap jaga dirimu dengan baik. Kita hanya orang biasa, berbeda dengan Neva" wejangan Ibu Rahayu terhadap Cherry.
"Siap bu. Cherry akan selalu ingat pesan Ibu selalu" ucap Cherry kembali memeluk Ibunya.
'Maafkan Ibu Cherry.. Ibu sudah membohongimu selama ini. Ibu belum sanggup jika harus menceritakan penyakit Ibu yang sebenarnya kepadamu' batin Ibu Rahayu.
Cherry sebenarnya sudah merasa curiga dengan sikap Ibu Rahayu akhir-akhir ini. Namun, semua pikiran jelek tentang ibunya semua dia tepis. Ketakutan itu muncul kembali disaat Cherry tak sengaja mendengar suara batuk Ibunya. Wajah pucat Rahayu saat ini malah membuat pikiran Cherry semakin tak fokus. Ketakutan itu terus saja muncul dengan perasaan yang lebih menakutkan.
'Ibu, apa kau tak membohongiku? jika itu membuatmu merasa tak nyaman maka berceritalah ibu' batin Cherry ingin sekali mengungkapkan itu.
Cherry kemudian meninggalkan Ibunya sendirian dirumah, dengan langkah berat akhirnya dia berangkat ke kios dalam pasar harta warisan satu-satunya peninggalan sang Ayah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan Ibunya sehari-hari.
Berbekal motor butut yang dinaikinya, Cherry berjalan perlahan. Pikirannya masih terus terganggu dengan kondisi sang Ibu.
"Ibu... jangan pernah tinggalkan Cherry, hanya Ibu hal yang paling berharga yang Cherry miliki. Jangan tinggalkan aku Ibu... hiks.. hiks.. hiks.." Cherry terus saja meluapkan isi hatinya seperti ini. Baginya menangis di jalanan adalah hal terbaik buat menguras emosi kesedihannya.
**
"Kakak dimana Ma?" tanya Neva mencari sosok Kakaknya di meja makan.
"Katanya lagi meeting," jawab Mama Risti.
"Meeting apaan, orang aku tadi ketemu dia di Mall sama Ka Reta" gerutu Cherry lirih.
"Apa yang kau katakan Neva?" tanya Papa sepertinya mendengar gerutuan Neva.
"Eh enggak Pa.., ini loh mau ambil sayurnya kenapa hijau semua" sahut Neva.
"Dasar bocah ini..," sahut Papa Hadinata.
'Untung saja ga keceplosan bisa hilang kartu sakti gue dari si Lucas' batin Neva.
Selesai makan malam Neva serta Mama Papanya sedang bersantai di ruang keluarga. Mereka sedang menonton acara televisi favorit keluarganya.
"Neva tumben teman kamu yang bernama beri-beri ga mampir..,"
"Cherry Ma... bukan beri-beri, kalau beri-beri itu nama penyakit" protes Neva tak Terima nama Cherry diganti beri-beri.
Tanpa bersalah Mama Risti tertawa.
"Maaf... maaf..., Mama lupa" ucapnya.
"Apa pekerjaan orang tua Cherry?" tanya Mama Risti.
"Papanya Cherry sudah meninggal, dia tinggal bersama Ibunya yang sakit-sakitan," Neva menceritakan kondisi Cherry.
"Berarti mereka tak memiliki pekerjaan?" tanya Mama Risti kembali.
"Ibunya memiliki kios sembako di dekat pasar tradisional dekat tugu Ma.., Cherry sering kok bantu Ibunya berjualan jika sekolah libur"
"Kau harus mencontoh dia Neva. Cari uang itu sulit, Papa dan Kakakmu saja sampai harus pulang tengah malam.. kamu, bisanya cuma belanja melulu" cibir Mama Risti.
"Ih... Mama gitu deh, berarti Mama ga ikhlas punya anak kayak aku yang sukanya habisin duit melulu," cecar Neva kepada Mamanya.
"Bukan begitu Neva, Mama hanya memberikan kamu pandangan yang baik. Jangan sampai nantinya kamu menyesal menjadi orang yang boros," Mama Risti berusaha menenangkan Neva.
"Tau ah... Mama ga asyik malam ini," Neva cemberut tersinggung.
"Hai dek.. ngapain tuh bibir di monyongin" ejek Lucas baru tiba langsung bersender di punggung adiknya yang sedang memunggungi Mama Risti.
"Ih.. ngapain sih Kaka.. berat tau..." Neva berjangkit meninggalkan mereka diruang keluarga.
"Lucas buruan mandi sana.. Kepala Mama pusing cium bau kamu," perintah Mama Risti seolah mengejek.
"Ya elah Mam.., Lucas wangi gini dibilang ga enak. Pa, hidung Mama perlu di bawa ke tukang reparasi deh...," ejek Lucas langsung mendapatkan lemparan bantal dari Mamanya.
Papa Hadinata hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah istri dan anak-anaknya. Lucas sendiri kemudian berjangkit dari duduknya menuju ke kamarnya.
"Lucas apa semuanya sudah beres?" tanya Papa Hadinata menghentikan langkah Lucas.
"Beres Pa.., mereka menyetujui kesepakatan kerjasama kita" jawab Lucas.
"Bagaimana dengan hubunganmu dengan Reta? kapan kau akan melamarnya?" tanya Papa Hadinata lagi.
"Lucas belum memikirkannya Pa..," ucap Lucas melanjutkan langkah kakinya menuju kamar.
"Bagaimana bisa anak itu tak memikirkannya, Tuan Arif akan selalu menanyakan lagi padaku" keluh Papa Hadinata.
"Pa.., apa ga sebaiknya kita pikirkan lagi tentang tawaran Tuan Arif. Mama ga yakin Lucas bisa serius dengan Reta," Mama Risti sangat khawatir.
"Kau tahu sendiri bagaimana Tuan Arif Ma, aku takut jika akan mempengaruhi perusahaan jewelry kita,"
"Tapi apa Papa yakin dengan Lucas? Papa tahu sendiri di usianya yang hampir menginjak tiga puluh dua tahun Lucas belum saja memikirkan tentang pernikahan. Mama takut Reta terlalu berharap padanya,"
"Kita bisa bicarakan ini dengan serius bersama Lucas," sembari mengelus punggung telapak tangan istrinya.
"Aku takut Lucas tak mau menerimanya Pa," ucap Mama Risti.
"Kau tak usah khawatir, dia sudah dewasa seharusnya dia mampu memikirkan masa depannya. Apa dia ingin menjadi bujang lapuk" gurau Papa Hadinata.
"Papa.. apa Papa tak malu memiliki anak yang bujang lapuk" Mama Risti mulai mengerucutkan bibirnya. Dia sangat tak rel jika putra sewayangnya yang tampannya kelewat batasan Asia Afrika-Amerika harus mendapat julukan bujang lapuk.
"Hahaha.. Ma, aku hanya bercanda. Siapa juga yang ingin mempunyai anak bujang sampai lapuk. Reta pasti mampu membuatnya memikirkan pernikahan" sahut Papa Hadinata.
"Mama juga sependapat dengan Papa. Reta pasti bisa segera mengajak Lucas menuju pelaminan," sahut Mama Risti dengan yakin.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Pipit Sopiah
lanjut lagi bacanya
2022-09-24
1
Kazutora Kazutora
visual nya dong thorr😉
2022-06-24
3
Habibba Hidayah
penyakit kali thor🤣
2022-06-23
0