Selamat membaca. . .
Pada minggu malam, pukul 07:00, keluarga besar Lisa dan keluarga besar Rahardian telah berada di sebuah aula besar yang sudah di hias sebegitu mewah, dengan pilihan warna biru dan putih.
Enam orang gadis dengan gaun biru muda dan enam orang pemuda berdiri berjejer dan saling berhadapan, di depan pintu aula yang menjulang tinggi.
Saat pintu aula itu terbuka, tampaklah seorang wanita yang cantik dengan balutan gaun pengantin yang indah. Semua mata yang memandang wanita itu pun tercengang dengan kecantikan nya. Tidak terkecuali Arifin Christo Rahardian. Pria itu begitu terpesona dengan kecantikan istri nya, Melisa Aulia Cahyani. Bukan! Kini wanita itu bukan lagi Melisa Aulia Cahyani, melainkan Nyonya Melisa Aulia Rahardian.
Gelar itu sudah sah di sandang Lisa karena ia dan Arifin telah resmi menjadi sepasang suami istri. Pemberkatan nikah mereka telah dilakukan di sebuah gereja katedral di Jakarta sore tadi dan pernikahan mereka berlangsung dengan sangat khidmat.
Malam ini adalah acara resepsinya.
Nada - nada piano yang dimainkan Mira mulai terdengar. Mira tidak memerlukan latihan khusus untuk bertugas sebagai pengiring pengantin melalui alunan piano karena sejak ia kecil, dia telah hidup dengan musik.
Ayahnya Martin Pesik memang bukanlah seorang musisi. Tetapi pengetahuan dan bakat pria itu sepadan dengan musisi tanah air. Dan bakat yang dimiliki ayahnya pun menurun pada Mira.
Lisa berjalan dengan perlahan tetapi anggun, menuju ke pelaminan. Sesekali wanita itu melemparkan senyuman kepada para tamu yang hadir pada resepsi pernikahan nya.
Ketika berada di pelaminan, dengan gerakan mantap Arifin mengulurkan tangannya, meraihnya sehingga Lisa dengan mudah bisa berdiri di sampingnya. Semua orang yang melihat pasangan itu pun melebarkan bibir membentuk senyuman, senyuman yang berati turut mendoakan kebahagiaan mereka.
Dua jam kemudian, resepsi pernikahan Lisa dan Arifin telah selesai. Para undangan sudah pulang, yang tersisa tinggal keluarga besar keduanya dan juga Mira. Semuanya akan menginap di hotel karena mereka sudah terlalu lelah. Juga akan terlalu repot jika harus kembali ke rumah tengah malam ketika energi mereka sudah terkuras sejak beberapa hari lalu untuk mengurus pernikahan ini. Karena itu menginap lebih baik.
Setelah berganti pakaian yang lebih santai, Lisa meminta waktu untuk berbicara dengan Mira. Hanya sebentar. Sebentar saja.
Rasa penasaran terhadap masalah sahabatnya telah membuat Lisa membulatkan tekadnya untuk bertemu dengan Mira.
Lisa berdeham. "Aku ingin bertemu dengan Mira. Ijinkan aku bertemu dengannya. Hanya sebentar saja. Lima belas menit atau mungkin dua puluh." pinta Lisa.
"Apa kau gila? Bagaimana mungkin kau pergi saat kita akan melakukan malam pertama." gerutu Arifin.
"Aku tidak akan lama. Please, ijinkan aku. Ada sesuatu yang harus aku tanyakan pada Mira. Jangan khawatir, aku tidak akan kabur, jika itu yang kau takutkan."
Arifin berpikir sejenak."Baikah," kata Arifin terpaksa. "Ku beri waktu lima belas menit. Tidak kurang tidak lebih."
Tepat setelah persetujuan bersyarat itu keluar, cepat - cepat Lisa keluar dari kamar menuju bar lounge hotel.
Disinilah mereka, berada di bar lounge hotel.
Mira menunduk memandang gelas yang sudah kosong. Ia sudah meminum beberapa gelas wine, tapi ia sama sekali tidak menyadarinya.
"Hei, berhentilah minum kalau kau tidak ingin mabuk," kata Lisa saat menghampiri Mira di meja bar. "Kau bukan ahlinya meminum minuman seperti itu."
Mira menoleh. "Aku baik - baik saja. Ngomong - ngomong, selamat atas pernikahan mu. Aku ikut bahagia untukmu." kata Mira tulus. Namun detik berikutnya wajah wanita itu berubah muram. "Namun," sambungnya. "entah mengapa secara bersamaan aku juga iri padamu. Akhirnya kau menikah. Dan akhirnya pun kau menyingkirkan gelar perawan tua."
Lisa menghembuskan napas kesal. Bukan kesal karena kata - kata Mira, tetapi kesal terhadap nasib cinta nya. "Apa maksudmu? Justru akulah yang iri padamu. Kau masih memiliki kebebasan. Kau masih memiliki kesempatan untuk menikah dengan orang yang kau cintai dan mencintaimu. Tidak seperti diriku yang terjebak dalam pernikahan sialan ini."
Mira mendesah. "Seandainya itu bisa. Seandainya... Tetapi sekarang semua itu hanyalah omong kosong. Menikah dengan pria yang kau cintai dan mencintaimu, siapa?" Tiba - tiba air mata kembali membasahi pipi Mira.
"Astaga! Apa terjadi sesuatu antara kau dan Dion?" tanya Lisa penuh selidik.
"Kami putus. Ah, tidak... tidak. Bukan putus. Lebih tepatnya aku di campakkan."
Mata Lisa terbelalak. "Apa? Pria brengsek itu, berani - beraninya dia melakukan itu padamu." katanya geram.
"Bagaimana itu bisa terjadi? Itukah penyebab matamu bengkak kemarin?" tanya Lisa lagi. Ekspresi ingin tahu membayang di wajah wanita itu.
"Aku memang wanita bodoh. Bagaimana bisa aku begitu buta untuk tidak menduganya?"
"Apa maksudmu? Apa kalian bertengkar?"
"Tidak. Tidak kali ini. Hanya mungkin dia sudah bosan dengan diriku." Wajah Mira semakin memuram. "Dia memiliki kekasih lain, dan mereka akan segera menikah."
Dikejutkan lagi dengan perkataan Mira, bibir Lisa terbuka karena kaget. "Apa? Jadi dia berselingkuh? Berani - beraninya dia." Nada suara Lisa sama sekali tidak terdengar senang. Selama ini ia memang tak pernah ikut campur dalam hubungan Mira dan Dion. Namun, ia tahu betul bahwa sahabatnya itu sangat mencintai pria itu.
Lisa menatap Mira lekat - lekat. "Jika dia meninggalkanmu, dialah yang bodoh, bukan dirimu. Dan sebenarnya dia tidak pantas untuk wanita baik seperti dirimu."
"Aku benar - benar berpikir hubungan kami akan berhasil karena kami sudah bersama selama enam tahun. Tetapi kenyataan nya..."
"Sudahlah. Jangan bersedih lagi. Kau harus kuat. Tetapi lebih daripada itu kau harus melupakan dia. Dia tidak layak menerima cintamu."
Mira mendongak menatap wajah Lisa yang serius. "Seharusnya memang begitu. Ya...ya... tentu! Aku harus melupakan nya." ujar Mira tetapi dalam hatinya ia bertanya - tanya apakah ia sanggup melakukannya?
"Baiklah. Sejujurnya aku tidak bisa lama - lama disini. Ini bukan waktu yang tepat untuk aku menghibur mu. Dan ini, ini juga bukan pelampiasan yang tepat untuk kesedihanmu." Lisa menunujuk sebotol wine yang berada di meja bar di depan Mira. "Jadi, sebaiknya kita kembali ke kamar." kata Lisa lagi. Sekarang wanita itu tampak sedikit gelisah.
"Pergilah lebih dulu. Lagi pula kita tidak sekamar, jadi tidak perlu pergi bersama."
"Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu sendirian disini, dengan keadaan seperti ini?"
"Aku tidak apa - apa. Pergilah. Suamimu pasti sudah menunggumu."
"Tapi..."
"Cerewet. Sudah aku katakan aku tidak apa - apa. Jangan khawatir. Lihat, aku masih bisa berdiri tegak." kata Mira sambil membuktikan perkataan nya. Aneh rasanya mendapatkan tubuhnya masih bisa dalam keadaan baik - baik saja setelah minum minuman panas itu.
"Kalau begitu berjanjilah."
"Ya ampun, kau masih seperti dulu, kekanak-kanakan."
"Kalau kau tidak ingin berjanji, ayo kita pergi bersama sekarang."
"Baiklah, aku berjanji. Aku tidak akan berlama - lama disini. Lagipula besok aku harus bekerja. Jadi setelah menghabiskan ini, aku akan langsung kembali ke kamar." ucap Mira dengan nada suara meyakinkan. "Kau pergilah lebih dahulu dan lakukan tugasmu sebagai isteri. Berikan pelayanan terbaik agar dia tidak berselingkuh seperti..."
"Hentikan. Bagaimana aku bisa pergi jika kau seperti ini." gerutu Lisa. "Kau mungkin sudah mabuk, Mira."
"Maaf. Aku tidak apa - apa, sungguh." kata Mira tegas. "Aku tidak mabuk, Lisa. Jadi kau bisa pergi sekarang." lanjutnya sambil sedikit mendorong tubuh Lisa.
"Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa besok." Selalu ada keyakinan di hati Lisa ketika sahabatnya Mira telah membuat janji. Mira selalu menepati janjinya.
Setelah Lisa pergi, Mira kembali duduk dan mengisi gelasnya yang kosong.
Mira turut bahagia untuk Lisa, meskipun ia tahu pernikahan sahabatnya itu karena perjodohan, bukan karena saling mencintai. Mira yakin suatu hari akan tumbuh cinta diantara mereka. Setidaknya sekarang satu dari mereka telah memiliki cinta itu. Tetapi yang terpenting dari semua itu adalah kini Lisa telah memiliki Arifin sebagai pendamping, sebagai sahabat dan teman hidup. Tidak seperti dirinya sekarang yang sendirian. Sendirian di usia dua puluh tujuh tahun. Sendirian di tengah keramaian kota Jakarta.
Mira kembali meneguk minumannya.
Pernikahan sahabatnya meninggalkan ruang hampa pada Mira. Jika saja ia tidak putus cinta, jika saja ia masih bersama Dion, sudah pasti tidak akan ada ruang hampa didalam hidupnya sekarang. Namun, sekali lagi kenyataannya menyadarkan dia bahwa hubungan nya dengan pria itu sudah selesai. Kenyataan yang menyakitkan.
Ia hanya perlu memulai lagi, pikir Mira. Tetapi dengan siapa? Tidak akan sulit baginya untuk memulai. Dia wanita yang bisa dengan cepat mencintai seseorang dan memberikan seluruh hatinya. Namun, dia juga adalah wanita yang terlalu sulit melupakan seseorang yang sudah ada dalam hatinya.
Sekarang ia butuh pengganti atau kekasih yang baru untuk membuatnya melupakan kesedihan dan luka akibat hubungan cintanya yang hancur berantakan. Tetapi sekali lagi, siapa?
Tidak mungkin dia mendeklarasikan secara terang - terangan bahwa sekarang dia mencari seorang kekasih atau calon suami. Dan tidak mungkin juga baginya untuk meminta tolong kepada keluarganya atau sahabatnya untuk membantunya mencarikan jodoh. Itu tindakan bodoh dan memalukan.
Satu - satunya yang bisa ia lakukan sekarang adalah berharap akan ada seorang pria yang baik hadir mengisi ruang hampa dalam hidupnya. Tapi apakah boleh dia berharap seperti itu?
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Hallo kakak - kakak,
jangan lupa tinggalkan jejaknya ya dengan cara klik tombol like, tuliskan komentar nya dan jangan lupa VOTE.
Terima kasih 😘💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
kopi pahit
mampir lg thor
2020-10-05
0
Rosie Posie
padat dan jelas.. i like it
2020-08-23
2
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
malam ini aq mampir 3 bab lagi thor
ninggalin like like juga
feedback ya 🤗
2020-06-20
1