Menyesal

...***...

"Iqbal, kamu dimana?"

Alea tak henti-hentinya berteriak mencari keberadaan Iqbal. Setiap kamar, dapur, halaman belakang, halaman depan, taman, area kolam, Alea sudah mencari ke semua tempat sudut itu.

Namun, Iqbal belum ditemukan. Alea khawatir kalau Iqbal akan keluar rumah tanpa sepengetahuannya. Tapi masa iya?

Alea pun segera menyingkirkan pikiran buruknya itu, dan akan berusaha keras lagi mencari keberadaan Iqbal.

Ia tidak boleh menyerah. Bagaimanapun juga Iqbal harus ditemukan. Ini semua adalah kecerobohan Alea. Tidak seharusnya ia meninggalkan Iqbal terlalu lama di dalam kamar.

"Ya ampun Iqbal, kamu ada dimana?" Alea benar-benar merasa resah.

Seluruh rumah sudah Alea lacak, bahkan sudut kamar mandi sekalipun. Alea sempat berpikir kalau Iqbal sedang mandi sendiri, namun nyatanya tidak. Hasilnya di beberapa tempat kamar mandi pun Iqbal tidak ada di sana.

Alea memutuskan untuk kembali mencari Iqbal di halaman depan. Saat tiba di sana, Alea melihat gerbang rumah sedikit terbuka.

Tentu saja Alea kaget. "Oh Ya Tuhan, apa jangan-jangan Iqbal ...."

Firasat Alea jadi tidak enak. Bagaimana jika Iqbal benar-benar keluar rumah? Itupun seorang diri dalam keadaan mental yang sedang terganggu.

Ahh, tidak. Alea tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada Iqbal.

Alea pun bergegas keluar gerbang. Ia sudah berjanji pada Ny. Indah akan menjaga Iqbal, tapi ia telah ceroboh dengan tidak menepati janjinya.

'Gue bodoh telah meninggalkan Iqbal sendirian!' Alea terus mengumpat dalam hati.

Jika Iqbal tidak sampai ditemukan, apalagi menemukan Iqbal dalam terluka, Alea tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Brukkk ....

Alea menabrak seseorang usai menutup gerbang rumah. "Sorry ... sorry, gue gak lihat tadi. Gue sedang buru-buru," ucap Alea lalu mengangkat kepalanya untuk melihat orang itu.

Lantas Alea memicingkan matanya, ia tampak tidak asing dengan orang itu. "Doni," sebut Alea seraya tersenyum melihat penampilan Doni yang masih sama dengan waktu zaman SMA.

"Alea," balas Doni dengan senyuman.

"Ternyata lo gak berubah ya," ucap Alea sesekali menepuk lengan Doni.

Doni hanya cengengesan. Kemudian ia melempar pandangannya ke arah rumah besar milik Ny. Indah.

"Ya, ini rumah kamu?" tanya Doni.

Alea menggeleng. "Bukan, ini rumah Tante Indah, nyokapnya temen gue. Lo kan udah nyampe di sini, nah gue pengen minta bantuan lo. Bantu gue untuk nyari anaknya Tante Indah."

"Emangnya dia ngilang kemana?"

"Gue bisa jelasin itu nanti. Tapi yang terpenting sekarang lo harus bantu gue. Ayo cepet!" ajak Alea, lalu menarik tangan Doni menuju kawasan jalan raya.

***

Setelah tiba di kawasan jalan raya, Alea melihat jalanan hari ini dipadati oleh banyak kendaraan.

Tentu saja Alea semakin cemas dan takut. Alea takut Iqbal akan menyebrangi jalan tanpa melihat-lihat dulu.

"Iqbal, sebenarnya kamu ada di mana?" lirih Alea sesekali melempar pandangan ke sekelilingnya, berharap Iqbal ada di sekitar sana. Tapi ternyata hasilnya tetap nihil.

"Jadi temen kamu cowok?" tanya Doni, yang sempat mendengar nama Iqbal dari mulut Alea.

Alea hanya menjawab dengan anggukan. Saat ini ia sedang mencemaskan Iqbal. Alea hanya ingin Iqbal segera ditemukan.

"Ini semua salah gue tau gak, Don. Gue ceroboh telah meninggalkan Iqbal sendirian. Dan lihat apa yang terjadi? Iqbal pergi tanpa sepengetahuan gue. Pantes aja Tante Indah selalu mengunci kamar Iqbal setiap kali Tante Indah mau keluar rumah," ucap Alea yang sangat menyesali atas perbuatannya.

Doni tampak bingung, ia belum mengerti dengan perkataan Alea. "Maksudnya apa, Ya? Kok Iqbal selalu dikunci di kamar? Emangnya dia kenapa?"

"Sebenarnya Iqbal--"

Ucapan Alea terpotong oleh Doni. "Eh, eh ... Ya, coba liat ke sana. Ada cowok aneh yang kelakuannya kayak orang gila," tunjuk Doni ke sebrang jalan.

Mata Alea membulat. Pasalnya cowok aneh yang ditunjuk Doni adalah Iqbal. Kala itu Iqbal sedang tertawa-tawa tidak jelas seraya menggigit kuku jarinya.

"Iqbal," sebut Alea, tersenyum senang karena akhirnya ia menemukan keberadaan Iqbal.

Sementara itu Doni tampak terkejut mendengar Alea menyebut nama cowok aneh yang ada di sebrang jalan.

"Jadi, cowok aneh plus gila yang ada di sana itu Iqbal. Iqbal ... temannya Alea," ucap Doni tak menyangka.

"Iqbal." Alea meneriaki nama Iqbal. Lantas si pemilik nama itu beralih memandang ke arah Alea. Bersamaan dengan itu, Alea melambai-lambaikan tangannya pada Iqbal.

Mengejutkan. Iqbal langsung berpaling ke arah lain. Apa dia marah pada Alea?

"Iqbal, maafin suster," teriak Alea, yang lagi-lagi membuat Doni terkejut.

"Hah? Suster? Kok Alea nyebut dirinya suster, sih?" Sumpah, lama-lama Doni bisa frustasi karena memikirkan perkataan Alea yang sampai sekarang belum ia pahami.

Di sisi lain, Iqbal mengabaikan perkataan Alea. Ia benar-benar marah pada susternya karena tidak menepati janji.

"Iqbal benci suster Alea ... Iqbal benci ...," kesal Iqbal, lalu melangkah menyebrangi jalan.

Tanpa berpikir panjang, Alea segera menghampiri Iqbal sebelum lelaki itu benar-benar menyebrangi jalan. Dan ....

Brukkk ....

Alea syok di tempat melihat sebuah motor menyerempet Iqbal hingga terjatuh ke aspal dan tak sadarkan diri.

"IQBAL ...," teriak Alea, lalu berlari menyebrangi jalan dan menghampiri Iqbal yang terbaring tak sadarkan diri. Doni yang melihat Alea berlari, segera menyusul.

Mata Alea membulat melihat ada luka di dahi Iqbal. Meski sedikit, tapi bagi Alea itu adalah luka besar. Cepat-cepat Alea duduk bersimpuh di dekat Iqbal, lalu meletakkan kepala Iqbal di atas pangkuannya.

"Iqbal, bangun ... maafin suster, Iqbal ... Iqbal ... suster mohon bangun," lirih Alea seraya menepuk-nepuk pipi Iqbal berulang kali.

Doni melihat Alea mulai menangis, bahkan tangisan Alea semakin pecah. Membuat orang-orang yang tengah melintas, beralih mengerumuni tempat dimana Alea menangisi Iqbal.

"Iqbal, suster mohon bangun. Maafin suster, Iqbal," isak Alea dalam tangisannya.

"Maafin suster. Bangun, Iqbal ...." Alea terus mengguncang tubuh Iqbal yang tak berdaya.

Bahkan air mata Alea berkali-kali jatuh membasahi wajah Iqbal.

***

Iqbal sudah dibawa oleh beberapa warga ke rumah sakit terdekat, kini Iqbal tengah diperiksa oleh dokter. Sementara Alea dan Doni menunggu di ruang tunggu.

Di tengah-tengah menunggu, Doni melihat Alea tak henti-hentinya menangis. Bahkan saat sedang mengetik pesan di handphone-pun, Alea terus menangis.

"Ya, sudah ... kamu jangan nangis terus. Nanti aku jadi ikutan nangis lagi." Doni merangkul bahu Alea, mencoba menenangkan gadis itu.

"Ini salah gue, Don. Gak seharusnya gue ninggalin Iqbal. Dan sekarang Iqbal tak sadarkan diri, itu semua gara-gara gue. Iqbal terluka gara-gara gue," lirih Alea seraya memukul-mukul kursi kosong yang ada di samping.

"Ya ... berhenti nyalahin diri sendiri. Semua ini bukan salah kamu sepenuhnya," ujar Doni, meraih tangan Alea agar berhenti memukuli kursi.

"Hiksss ... Iqbal, maafin aku," lirih Alea dengan nada getir.

"Alea," panggil seseorang.

Alea menghapus air matanya, kemudian mengangkat kepala untuk melihat orang yang memanggil namanya. Dan ternyata orang itu adalah Ny. Indah.

"Tante," sebut Alea, lalu berjalan menghampiri Ny. Indah.

"Tante, maafin Alea. Alea gak bermaksud ninggalin Iqbal. Alea hanya--"

Ucapan Alea terpotong oleh Ny. Indah. "Sudah cukup! Dimana Iqbal sekarang?" tanya Ny. Indah, menatap Alea datar.

Alea terdiam. Apa sekarang Ny. Indah juga marah padanya?

"Tante, Alea--"

"Dimana Iqbal sekarang?" tanya Ny. Indah dengan meninggikan nada. Alea terhentak, baru kali ini Ny. Indah berkata tinggi seperti itu padanya.

"Hmm Tante, anak Tante sekarang sedang diperiksa oleh dokter. Dia ada di ruang UGD." Doni mewakili Alea untuk menjawab.

Ny. Indah langsung meninggalkan Alea dan Doni tanpa mengucap sepatah kata apapun lagi. Alea paham kalau saat ini Ny. Indah sedang marah padanya.

"Ini salah gue ... gak seharusnya gue ninggalin Iqbal," lirih Alea, yang tak habis pikir akan seperti ini jadinya.

Doni kembali menenangkan Alea. Ia tidak ingin temannya itu terus terlarut dalam kesedihan.

***

Malam hari telah tiba, Alea yang sempat ketiduran di bahu Doni mulai terusik ketika mendengar suara seseorang membangunkannya.

"Mbak, bangun. Ini sudah malam, apa Mbak tidak akan pulang?"

Alea membuka matanya. Setelah dilihat ternyata yang membangunkannya adalah seorang suster.

"Astaga, aku ketiduran. Kalau boleh tau sekarang jam berapa, sus?" tanya Alea.

"Sekarang jam 8 malam, Mbak."

Alea terkejut. "Apa? Jam 8 malam?" Alea teringat dengan Iqbal, ia tidak tau apakah Iqbal sudah diperiksa oleh dokter atau belum.

"Oya Sus, apa pasien bernama Iqbal sudah diperiksa?" tanya Alea to the point.

"Iqbal Riandra Keanny?" Suster memastikan. Alea segera menjawab dengan anggukan.

"Ohh pasien yang bernama Iqbal sudah dibawa pulang Mbak oleh Ibunya. Kebetulan dokter boleh mengizinkan pasien Iqbal pulang karena lukanya tidak terlalu parah," jelas Suster.

Alea terdiam. Kenapa Ny. Indah tidak membangunkannya dan mengajak dirinya pulang bersamanya? Apa mungkin Ny. Indah masih marah padanya?

"Kalau begitu saya permisi dulu, Mbak." Suster kemudian pergi meninggalkan Alea.

"Gue harus ke rumah Tante Indah. Gue harus mastiin Iqbal baik-baik saja," ucap Alea.

Sejenak Alea memandang ke arah Doni yang masih tertidur. "Maafin gue, Don. Gue harus pergi ke rumah Tante Indah secepatnya."

Alea pun beranjak dari tempat duduknya dan berlari keluar dari rumah sakit.

***

Alea sudah tiba di rumah Ny. Indah, ia pun segera memasuki rumah besar itu. Ketika di dalam, langkah Alea dicegah oleh Ny. Indah.

"Mau kemana kamu, Alea?" tanya Ny. Indah datar.

"Alea mau menemui Iqbal, Tante."

"Lebih baik kamu pulang," titah Ny. Indah, membuat Alea terperanjat kaget.

"Tapi Tante--"

"Tante sudah bilang lebih baik kamu pulang."

Alea menggeleng pelan. "Enggak, Tante. Kalau Alea pulang, siapa yang akan merawat Iqbal?"

Ny. Indah hanya diam. Tak lama kemudian, seorang wanita berumur 30-tahunan yang berpakaian seperti perawat muncul di tengah-tengah Alea dan Ny. Indah.

"Kebetulan saya, Mbak yang akan merawat Iqbal," ucapnya.

Alea terkejut. Bagaimana bisa dalam waktu singkat Ny. Indah menginginkan posisinya diganti oleh wanita lain.

"Tante, apa maksud semua ini? Tante ingin aku--"

"Iya, Alea. Tante mencari lagi suster yang bersedia merawat Iqbal. Tante benar-benar kecewa sama kamu. Belum sehari kamu jadi susternya Iqbal, tapi kamu sudah mengingkari janjimu sendiri. Kalau hari ini kamu tidak bisa menjaga Iqbal dengan baik, bagaimana seterusnya coba?" tegur Ny. Indah, membuat Alea terdiam.

Alea mengaku salah. Tapi tidak seharusnya Ny. Indah mencari wanita lain untuk menjadi susternya Iqbal. Padahal Alea ingin Ny. Indah memberinya satu kesempatan.

"Tante, Alea minta maaf. Alea memang ceroboh, tapi Alea tidak akan mengulanginya lagi. Alea janji, Tante. Alea mohon sama Tante kasih Alea satu kesempatan untuk jadi susternya Iqbal." Alea memohon seraya menangis.

Ny. Indah tak merespon, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Meski begitu, Alea tak akan berhenti memohon pada Ny. Indah untuk memberinya satu kesempatan.

"Sus, tolong antar dia keluar."

Mengejutkan. Alea tidak menyangka Ny. Indah akan meminta suster untuk membawanya keluar.

"Enggak, Tante. Jangan minta Alea untuk pulang, Alea ingin tetap di sini menjaga Iqbal. Beri Alea satu kesempatan, Tante. Alea mohon." Alea kini beralih duduk bersimpuh di hadapan Ny. Indah. Terus memohon kepadanya tiada henti.

Ny. Indah lagi-lagi diam. Sementara wanita yang bekerja sebagai suster itupun segera menarik tangan Alea untuk membawanya keluar.

"Ayo, Mbak."

"Enggak, Tante. Alea mohon beri Alea satu kesempatan," ujar Alea diiringi tangisannya yang semakin pecah.

Ny. Indah tak menggubris.

"Tante, biarkan Alea menjadi susternya Iqbal lagi. Alea mohon."

Kini suara Alea tidak terdengar lagi, itu berarti suster sudah berhasil membawa Alea keluar dari rumah.

***

"Maaf ya, Mbak." Suster yang membawa Alea keluar, langsung menutup pintu rumah.

Alea tidak bisa berbuat apa-apa, selain duduk bersimpuh di depan rumah Ny. Indah sambil memohon dengan suara lirih.

"Tante, Alea mohon beri Alea satu kesempatan."

Darrrr ....

Petir mulai bergumuruh. Kebetulan saat itu hujan sangat deras sekali. Namun, Alea tidak peduli jika dirinya diguyuri oleh air hujan.

"Tante, izinkan Alea jadi susternya Iqbal lagi. Alea mohon, Tante."

"ALEA SAYANG SAMA IQBAL," teriak Alea.

Alea mulai mengungkapkan perasaannya. Perasaan sayang. Entah kapan Alea punya perasaan itu pada Iqbal, yang jelas Alea tidak bisa mengubahnya meski Alea sendiri sudah mempunyai seorang pacar.

Mungkin perhatian tersirat seorang Iqbal Riandra Keanny lah yang berhasil menyentuh hati Alea.

......TBC..........

...Jangan lupa kasih kasih dukungan buat author ya ❤...

Terpopuler

Comments

Kinan Rosa

Kinan Rosa

Alea itu gadis egois aku ndak suka masa Doni yang dengan sabar menemani nya eh malah di tinggal dasar wanita gak ada akhlak

2022-03-01

0

Yunia Abdullah

Yunia Abdullah

mau tlpon az hrs pergi ..kerjavtuh hrs tanggung jwb apalagi d hri pertma

2022-01-31

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!