...***...
"Siapa kamu? Aku tanya siapa kamu?" pekik Iqbal, menatap Alea penuh ketakutan.
Alea bingung harus jawab apa. Di situasi yang mendesak seperti ini, Iqbal terus-terusan mengarahkan pisau ke arahnya. Bagaimana Alea bisa menjawab dengan santai coba.
"Hmm, aku ... aku ... Alea. Aku ke sini ingin merawatmu. Tolong jangan marah dulu," pinta Alea seraya melangkah mundur menjauhi benda tajam itu yang hampir mendekat ke arahnya.
"Iqbal, sayang ... tenanglah dulu." Ny. Indah yang sedari tadi ada di dekat Alea mencoba menenangkan putranya yang terlihat mulai marah besar saat melihat kehadiran orang asing di rumahnya.
"Mama, usir dia. Aku bilang usir dia dari rumah ini," teriak Iqbal penuh dengan kemarahan. Bahkan tatapan yang diberikan kepada Alea sangat tajam seolah ingin memakan mangsa.
Ny. Indah mulai meneteskan air mata. Hal yang paling ia sedihkan adalah melihat putranya seperti orang gila yang selalu mengancam dan melukai.
"Nak, dengarkan Mama dulu. Dia Alea. Dia ...."
Ucapan Ny. Indah terpotong ketika Iqbal melempar sebuah vas bunga ke arah Alea. Lantas Alea segera menghindar ketika menyadari hal itu.
Prang ....
Vas itu langsung pecah, lantas Alea refleks berteriak ketakutan.
"AAAA ... Ibu, Nenek ... Alea takut." Saking takutnya, Alea berjongkok sambil menutup kedua telinganya dengan tangan.
Melihat hal itu, Ny. Indah langsung mendekati Alea dan menenangkannya.
"Alea, tenanglah. Jangan takut, Nak. Tante yakin kamu adalah gadis yang pemberani. Kamu pasti bisa bantu Tante untuk menyembuhkan Iqbal," ucap Ny. Indah sembari membelai lembut rambut Alea.
Alea menggelengkan kepala dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca. "Alea gak bisa, Tante. Alea gak bisa. Alea takut Iqbal tiba-tiba akan melukai Alea nanti," lirih Alea.
Ny. Indah menggeleng, lalu ia menggenggam kedua tangan Alea dengan penuh kehangatan seorang Ibu.
"Alea, lihat Tante!" pinta Ny. Indah.
Alea diam, merasakan tubuhnya yang mulai gemetar karena ketakutan.
"Alea." Ny. Indah menarik wajah Alea agar mau memandangnya. "Apa kamu percaya dengan cinta?"
Mendengar hal itu, Alea langsung memandang manik mata Ny. Indah, lalu mengangguk sekilas. Tentu saja Alea percaya dengan cinta, buktinya saat ini Alea sudah mempunyai seorang kekasih.
"Kalau kamu percaya, maka Tante yakin kamu pasti bisa menyembuhkan anak Tante. Karena kamu merawat dan menjaganya dengan kasih sayang dan juga cinta. Sekarang hilangkan rasa takutmu itu, karena ketakutan hanya akan membuatmu semakin tidak berdaya."
Buliran air mata mulai menetes membasahi pipi Alea. Karena perkataan Ny. Indah membuatnya teringat dengan almarhum sang Ayah.
'Selalu ingat ya, Putri kecilku. Kamu jangan pernah takut. Karena ketakutan hanya akan membuatmu semakin tidak berdaya. Hadapilah semua rintangan yang ada di depanmu dengan penuh keberanian. Karena ayah yakin putri kecil ayah ini sangat pemberani, bahkan melebihi ayah.'
Sejenak Alea memandangi sosok Iqbal yang sedang tertawa tidak jelas melihat dirinya menangis.
"Lihatlah dia ... Haha, dia cengeng. Sangat cengeng. Enggak kayak aku, kalau aku sudah pasti kuat. Dan dia ... Haha dia cengeng. Eh, tapi, aku juga 'kan pernah cengeng. Huaaa ... Mama, kenapa aku cengeng." Iqbal kini beralih menangis seperti anak kecil sambil menendang-nendang lantai.
Setiap ledekan dan perkataan tidak jelas yang keluar dari mulut Iqbal dan juga tingkahnya yang kadang berubah-ubah menjadi sangat aneh, membuat Alea tau penyakit apa yang sedang diderita oleh Iqbal.
Penyakit gangguan mental.
"Apa Tante pernah mengatakan hal itu pada Iqbal?" tanya Alea.
"Pernah. Berulang kali Tante selalu mengatakan hal itu pada Iqbal. Tapi Iqbal tidak mau mendengarkan, dia sudah terjebak dalam masa lalunya hingga membuat mentalnya terganggu," jawab Ny. Indah seraya menangis tersedu-sedu.
Melihat Ny. Indah menangis, Alea langsung menenangkannya. Alea tidak tau masa lalu apa yang membuat mental Iqbal sampai terganggu. Yang jelas Alea merasa kasihan kepada Ny. Indah, termasuk Iqbal.
"Apa kata dokter, Tante?"
"Dokter menyarankan untuk tetap bersama Iqbal dan melakukan terapi perilaku kognitif. Tapi Iqbal tidak mau melakukan terapi itu, jika Tante memaksa, maka Iqbal akan mengancam melukai dirinya sendiri. Akhirnya Tante harus menuruti apa yang Iqbal mau dan mengurung dia di dalam kamar agar tidak terjadi hal yang diinginkan. Tante sudah menyerah. Sulit untuk mengeluarkannya dari penyakit itu," ungkap Ny. Indah diiringi dengan tangisan.
Alea mengusap air mata yang membasahi pipi Ny. Indah, lalu Alea mendekatkan diri untuk memeluk Ny. Indah.
"Sudah Tante, jangan nangis. Dalam hidup ini tidak ada yang sulit asalkan kita mau berusaha. Bahkan jalan keluar pun pasti ada bagi mereka yang selalu berdoa dan memiliki keyakinan. Alea yakin suatu saat Iqbal pasti akan sembuh," ucap Alea.
Ny. Indah melepas pelukan Alea lalu memandangi Alea dengan tatapan tanda yakin. "Apa kamu yakin?"
Alea tersenyum, kemudian ia berdiri seraya memandangi sosok Iqbal yang sedang memainkan puzzle dengan senyuman.
"Tentu saja Alea yakin. Karena Alea berjanji akan membantu Iqbal untuk bisa sembuh. Alea akan jadi susternya Iqbal. Suster yang akan merawat dan menjaga Iqbal dengan penuh kasih sayang," ujar Alea.
Ny. Indah tersenyum lega mendengarnya. Karena akhirnya Alea mau menjadi susternya Iqbal meski sudah tau penyakit apa yang diderita oleh Iqbal.
Alea berjalan menghampiri Iqbal yang masih duduk memainkan puzzle, lalu berjongkok di hadapannya.
"Boleh aku ikut bermain denganmu?" tanya Alea dengan nada lembut.
"Hey, jangan mendekat." Iqbal mengarahkan pisau ke arah Alea ketika menyadari Alea berada di hadapannya.
Alea hanya memberikan senyuman. Ia tidak kenal takut lagi. Sekarang Alea berani berhadapan dengan sosok Iqbal. Meski nantinya Iqbal akan melukainya, Alea tak peduli.
Alea rela terluka asalkan dirinya harus berhasil meluluhkan hati seorang Iqbal yang rapuh karena penyakit.
"AKU BILANG JANGAN DEKATI AKU," teriak Iqbal. Dan ....
Srtttt ....
Iqbal menggoresi tangan Alea dengan pisau, hingga tangan Alea mulai mengeluarkan darah.
"Shhh." Alea mencoba menahan perih dan mengabaikan lukanya. Lalu ia menunjukkan senyum manis di depan Iqbal.
Ny. Indah yang melihat Alea terluka, segera bergegas menghampiri. Namun cepat-cepat Alea memberi kode kepada Ny. Indah agar jangan mendekatinya.
"Mah, sudah aku bilang jangan ada orang asing atau siapapun itu datang ke rumah kita, mereka semua jahat. Iqbal benci sama orang jahat," pekik Iqbal beralih memandangi Ny. Indah.
"Tapi Nak, Alea buka orang jahat. Dia baik. Alea akan jadi suster kamu dan merawat kamu sampai sembuh," timpal Ny. Indah.
"Arghhh," geram Iqbal seraya membanting pisau ke sembarang tempat. "Iqbal sehat, Iqbal gak sakit. Iqbal gak butuh suster atau siapapun. Yang Iqbal butuhkan hanyalah kesendirian dan kesepian," teriak Iqbal seperti orang kesurupan.
Alea mendekati Iqbal untuk menenangkannya. Namun Iqbal melangkah mundur sesekali memungut pecahan vas lalu mengarahkannya ke arah Alea.
"Jangan coba-coba dekati aku, orang jahat. Pergi menjauh. PERGI. MAMAH, USIR ORANG JAHAT INI DARI SINI," teriak Iqbal.
Sudah cukup. Ny. Indah tidak ingin putranya melukai Alea lagi. Ia harus segera mengambil tindakan. Namun di tengah ingin bertindak, Alea lagi-lagi mencegahnya lewat kode tangan.
Di sisi lain, kemarahan Iqbal semakin tidak bisa dikendalikan. Saking marahnya, Iqbal melempar pecahan kaca ke arah Alea.
Secepatnya Alea menangkap pecahan kaca itu menggunakan kepalan tangannya. Lantas mata Ny. Indah membulat melihat darah Alea kembali bercucuran di atas lantai.
"Ya ampun, Alea," lirih Ny. Indah yang tidak menyangka jika Alea akan berani nekat seperti ini yang dapat melukai dirinya.
"Tidak semua orang itu jahat, Iqbal. Masih ada orang baik yang akan selalu ada di dekatmu. Mamamu. Dan sekarang aku, sustermu," ujar Alea dengan senyuman.
"Kamu orang jahat. Aku tidak ingin dirawat. Enggak mau. Semua orang itu jahat. JAHATTTT ...," pekik Iqbal lalu berlari ke arah dinding.
Di sana Iqbal langsung menyakiti dirinya sendiri dengan memukul-mukul dinding sekuat tenaga. "Jahat ... semua orang jahat. Aku benci mereka semua," geram Iqbal.
Melihat hal itu, Alea segera berlari mendekati Iqbal. Lalu menaruh tangannya pada dinding yang dipukuli oleh Iqbal, sehingga tangan Alea lah yang menjadi tempat pukulan bagi Iqbal.
Di samping itu, Ny. Indah hanya bisa menangis melihat pengorbanan besar dalam diri Alea. Alea yang tidak mengenal takut dan tidak peduli pada dirinya sendiri.
"Kedatanganku ke sini bukan hanya sekedar menjadi sustermu, tapi juga menjadi temanmu," ucap Alea dengan nada lembut.
Mendengar kata teman membuat tatapan tajam yang diberikan Iqbal pada Alea berubah menjadi tatapan biasa.
Namun, bagi Alea, tatapan itu adalah tatapan yang meneduhkan hati.
"Teman?" tanya Iqbal.
Alea mengangguk. "Iya, teman. Kamu mau kan jadi temannya suster Alea?" tanya Alea seraya memperlihatkan setangkai bunga melati di depan Iqbal.
Bibir Iqbal perlahan mulai membentuk sebuah senyuman ketika melihat bunga melati di tangan Alea. Alea yang melihat senyuman hadir di bibir Iqbal, juga ikut tersenyum.
Begitupun dengan Ny. Indah, karena setelah sekian lama, akhirnya Iqbal--putranya kembali tersenyum.
'Ternyata benar apa yang dikatakan Tante Indah, bunga melati itu akan berguna untukku. Buktinya setelah melihat bunga itu, kemarahan Iqbal langsung mereda.' batin Alea, sempat mengingat perkataan Ny. Indah ketika sebelum masuk ke kamar Iqbal.
"Gimana, Iqbal? Kamu mau kan jadi temannya suster Alea?" tanya Alea memastikan.
Iqbal mengangguk-ngangguk.
'Akhirnya.' batin Alea senang.
"Mau apa enggak?" tanya Alea sekali lagi.
"Iya mau, Iqbal mau jadi temannya suster. Dan mulai sekarang kamu susternya Iqbal," jawab Iqbal seraya tersenyum seperti anak kecil.
"Beneran?" Alea memastikan kembali dengan mengulurkan tangannya di hadapan Iqbal.
Iqbal mengangguk mantap, lalu ia hendak meletakkan tangannya di atas tangan Alea. Namun, ketika melihat ada darah di tangan Alea, Iqbal langsung mengurungkan niatnya itu.
"Ada darah ... ada darah ...."
Alea melihat Iqbal mulai ketakutan kembali. Cepat-cepat Alea menenangkannya.
"Iqbal, tenang ya. Suster akan segera membersihkan darahnya," ucap Alea, hendak melangkah pergi.
Namun Iqbal menahan pergelangan tangan Alea seolah tidak ingin membiarkan Alea pergi. "Enggak ... Iqbal gak boleh diem ... Suster Iqbal sedang terluka, Iqbal harus obatin lukanya."
"Iqbal, ini hanya luka kecil. Biar suster aja yang obatin sendiri," ucap Alea.
"Ssttt ... Suster hanya perlu diam. Biar Iqbal yang obatin," sahut Iqbal, lalu menarik tangan Alea secara lembut menuju bed cover.
Alea tertegun. Karena Alea tidak menyangka saja di balik mental Iqbal yang terganggu, terdapat sebuah perhatian yang tersirat dalam diri seorang Iqbal Riandra Keanny.
...***...
...TBC .......
...Jangan lupa kasih dukungan buat author ya ❤...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Kinan Rosa
seru
2022-02-09
3