Seperti biasa, pergi maupun pulang sekolah aku selalu setia menunggu angkutan umum. Aku berdiri di depan sekolah sembari melihat angkutan umum yang lalu lalang, menunggu yang searah dengan tujuanku.
"Raina ... bareng aku yuk, pulangnya?" ajak Sandra yang baru saja keluar menunggangi kuda besi nya. Ya, Sandra mengendarai kendaraan sendiri.
"Gak ah ... lagian kan, kita gak searah." tolak ku.
"Iya, memang gak, sih, tapi aku mau ajak kamu ke resto bunda aku. Mau ya, please ...." bujuknya sembari menyatukan kedua telapak tangannya memohon.
"Baiklah ... aku paling gak bisa nolak kalau lihat kamu memasang muka memelas seperti ini." jawabku dan langsung menaiki sepeda motornya.
Sandra hanya tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membujuk ku.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Sandra melajukan motor matic nya dengan lincah. Perjalanan dari sekolah ke resto milik bundanya hanya sekitar lima belas menit dan tak terasa kini kami sudah sampai di parkiran resto.
Sandra menggandeng tanganku dan kami berjalan memasuki resto tersebut. Ini baru pertama kalinya Sandra mengajak ku kesini.
"Wah ... bagus banget ... ini pasti tempat makannya orang-orang kaya." batinku yang kampungan ini.
Aku terkesan dengan suasana di dalam ruangan ini yang begitu hangat dan nyaman. Resto yang mengusung nuansa klasik dan modern ini cocok sekali untuk bersantai keluarga dan tempat nongkrong anak muda.
"Kamu tunggu sini dulu ya, Rai! Aku mau ke kantor bunda dulu." kata Sandra meninggalkan diriku sendiri.
"Iya, San," jawabku
Aku duduk di kursi yang menghadap ke dapur dan kembali melihat-lihat keadaan sekeliling. Dan tanpa sadar netraku terhenti pada seorang lelaki tampan yang memperhatikan ku dan tatapan kami saling bertemu.
Aku segera memalingkan wajahku ke arah lain. Tak lama kemudian Sandra datang bersama bundanya.
"Maaf ya, Rai, lama nunggunya ...." kata Sandra.
"Iya, gak apa-apa kok, San, santai aja." jawabku.
"Bun, kenalin, ini Raina, teman sekolah Sandra yang sering Sandra ceritain itu, Bun" kata Sandra mengenalkan diriku pada Bundanya.
Wanita berhijab sederhana dan terlihat sangat anggun itu menatap diriku dan tersenyum kepadaku. Sungguh wanita yang bersahaja meski beliau orang berada namun penampilannya tetap sederhana sama seperti Sandra yang tidak pernah memamerkan kekayaan nya. Terlihat sekilas usia beliau sepantaran saja seperti ibu.
Ah ... aku kembali mengingat wanita itu yang dengan tega meninggalkan anak-anaknya.
"Raina, Tante," aku membalas senyumannya dan bersalaman mencium tangannya penuh takzim.
"Saya Eva, Bundanya Sandra. Nama yang cantik seperti wajahnya." balasnya memujiku dan kembali tersenyum.
Aku pun ikut tersenyum malu mendengar pujiannya.
"Gak cuma mukanya aja kok, Bun, yang cantik, tapi hatinya juga cantik." sahut Sandra menimpali ucapan bundanya.
"Ah, kamu ini, San, terlalu berlebihan. Malah ... kamu yang sangat luar biasa baiknya" aku membalas ucapan Sandra dengan balas memuji nya.
"Kalian ... gak makan atau minum dulu?" tanya Bunda Eva.
"Ehm ... gak usah tante, terimakasih. Saya mau langsung pulang aja." jawabku dengan rasa sungkan.
"Nah ... nah, kan ... kebiasaan dia ini Bun, suka nolak rejeki." sahut Sandra.
"Gak boleh gitu, Sayang ... namanya rejeki itu, gak boleh ditolak dalam bentuk apa pun. Karena rejeki itu datang nya dari mana saja tanpa kita duga." jawab Bunda Eva dengan nada lembutnya menasihatiku.
"Tuh, dengarin Rai, apa kata bunda aku? Lagian kamu mau pesan apa aja disini gak masalah kok, gratis buat kamu." jawab Sandra.
"Eh, jangan gitu donk, San ... aku makin gak enak hati, kalau begini caranya ...." jawabku dengan sangat tidak enak hati dengan kebaikan Sandra dan bundanya.
"Sudah ... gak usah merasa sungkan, anggap saja bunda ini, ibu kedua untuk kamu dan Sandra ini juga saudaramu." jawab Bunda Eva yang langsung memelukku seperti anaknya sendiri.
Tanpa sadar air mata ini mengalir terharu mendengar ucapan beliau yang begitu baiknya hingga mau mengganggap ku anaknya juga.
"Sudah ... gak usah mewek, Rai, ... Bunda sudah tau semua tentang kamu." jawab Sandra santai.
Pantas saja Bunda Eva seperti ini, ternyata Sandra sering kali menceritakan kisah hidupku kepada Bundanya.
"Terimakasih banyak semuanya. Entah harus bagaimana aku membalas kebaikan Bunda dan Sandra" ucapku berterimakasih sembari menyeka air mata.
"Kamu harus coba makanan dan minuman di resto ini Rai" ajak Sandra mencairkan suasana.
"He ... em," aku hanya bisa mengangguk dan tak bisa menolak lagi tawaran Sandra.
Aku hanya melihat dan menyetujui apa pun yang Sandra tawarkan padaku. Setelah beberapa menit membolak balik buku menu dan memilih, akhirnya Sandra memutuskan untuk memesan beberapa makanan dan minuman dengan nama menu yang sangat asing untukku. Maklum, ini pertama kali nya dalam hidupku bisa makan di restoran seperti ini karena biasanya aku hanya melihat di televisi.
Setelah setengah jam menunggu akhirnya makanan pun siap tersaji di meja makan. Aku terperangah kaget melihat begitu banyak makanan enak yang ada di depanku.
"San ... kamu gak salah pesan? Ini banyak banget, loh?" tanyaku yang bingung melihat berbagai menu tersaji.
"Gak, benar aja kok, kita kan bertiga." jawab Sandra dengan santai nya sambil mengambil makanannya.
"Iya, aku tau kita bertiga, tapi ini tetap kebanyakan, San. Memangnya kamu sama bundamu sanggup habiskan ini semua ?" tanyaku yang masih kebingungan.
"Sudah lah, di makan aja." jawab Sandra sedangkan Bunda Eva hanya tersenyum-senyum melihat tingkahku.
Sementara aku masih terdiam melihat semua hidangan ini.
"Bagaimana aku bisa makan enak seperti ini? sementara kedua saudaraku hanya makan mie instan saja dirumah." batinku.
"Kenapa, Sayang? makanannya kok masih di lihatin aja?" tanya Bunda Eva memecahkan kebisuanku.
"Ehm ... Raina gak bisa makan semua ini Bun, terlalu mewah untuk Raina." balasku dengan polosnya.
"Ini sebagian untuk kamu bawa pulang, Sayang," jawab bunda Eva seakan tahu pikiranku.
"Sekali lagi terimakasih banyak, Bunda." ucapku.
"Iya, Sayang, sama-sama ... ayo, sekarang dimakan!" jawab Bunda Eva dan kembali menyuruhku untuk makan.
"Iya, Bun," ucapku sambil mulai memasukan makanan ke dalam mulutku.
"Ehm ... ini enak banget San es cokelatnya" ungkapku pada Sandra setelah meminum es cokelat.
"Itu kan, milkshake cokelat kesukaan kamu." jawab Sandra.
"Tapi kok, rasanya beda ya, San, sama yang di jual di kantin sekolah?" tanya ku dengan polosnya.
"Ya, jelas beda lah, Rai, ... yang di sekolah di buat sama yang amatiran. Nah, kalau disini dibuat sesuai standar resto kami dengan barista yang sudah ahli di bidang minuman." jawab Sandra menjelaskan.
Aku hanya mengangguk-anggukan kepala mendengar penjelasan Sandra.
"Nanti aku kenalin deh, sama barista di resto ini. Kebetulan dia masih saudara sepupuku, meski hanya sepupu jauh. Dia masih muda, mungkin seumuran aja sama kakak kamu, Rai" terang Sandra.
"Boleh deh, habis makan ini, ya." jawabku mengiyakan ajakan Sandra.
"Ok" sahut Sandra.
Beberapa menit kemudian setelah makan,
"San, aku mau ke toilet dulu, nih." kata ku
"Oh, itu toilet sebelah kiri sebelum dapur. Kalau gitu, aku duluan ke dapur ya, nanti kamu langsung nyusul aja." jawab Sandra
"Sip, deh." jawabku.
Setelah dari toilet aku langsung menyusul Sandra yang sudah terlebih dahulu ke dapur. Baru beberapa langkah memasuki dapur, aku lihat Sandra yang berdiri di samping meja minuman bersama seorang lelaki yang sedang sibuk meracik minuman.
"Loh, itu kan ... cowok yang tadi?" batinku bertanya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Dewi Angraini
lanjut
2024-01-04
0
Angela Jasmine
Lanjuuuttt kakak 🙏🤗🤗
2020-06-20
1