Dengan hati hancur Rasti terpaksa meninggalkan anak-anak bersama bi Ijah, satu-satunya orang yang begitu peduli dibanding keluarganya sendiri, yang mungkin sudah menganggap Rasti mati.
"Bunga, Gendis, Anggun, Delima maafkan Ibu," Rasti terisak sepanjang jalan.
Tuhan jaga anak-anakku dan bi Ijah. Aku sangat menyayangi mereka, bisik Rasti dalam hati.
Dia terpaksa pergi gara-gara Bimo ayah Delima yang telah menipunya. Sertifikat rumahnya digadaikan untuk bikin usaha restoran fiktif, nyatanya dia malah kabur meninggalkan hutang dan beban seorang anak di rahim Rasti.
Bahkan saat Delima lahir, hanya Bunga yang menemani. Rasti sangat benci pria itu, saat melihat Delima amarahnya masih terasa sampai ke ubun-ubun
Untung saja Bunga dan bi Ijah merawat Delima dengan baik, kalau tidak mungkin anak itu sudah dibuang.
Entah kenapa nasib Rasti selalu tidak beruntung, setiap menikah selalu mendapat laki-laki tak bermoral. Mereka hanya menghamili tanpa punya rasa tanggung jawab pada anak mereka.
Sebenarnya, Rasti cuma ingin mendapat suami yang bisa menjadi tempat bersandar, melepas segala beban, tapi nyatanya mereka malah menambah beban hidupnya.
Rasti emosi kadang merasa frustasi menghidupi anak-anaknya seorang diri. Bunga menjadi tempat pelampiasan amarah, kadang anak itu bingung tak tau apa salahnya.
Seandainya waktu bisa diputar kembali, Rasti tak ingin membuat anak-anaknya hidup menderita seperti ini, mungkin ini sudah jalan hidup yang harus ia lalui.
Pergi ke Malaysia adalah satu-satunya harapan untuk bisa menebus rumah, harta satu-satunya, agar anak-anak Rasti tidak terlantar di jalanan.
"Rasti, nanti selama di Malaysia tugas mu menjaga Atuk. Istrinya sudah lama meninggal, dia sendirian di rumah. Anak-anaknya juga sudah menikah semua dan tinggal di rumah mereka masing-masing," kata pak Usman
Pak Usman adalah agen penyalur TKW, sudah lama Rasti mengenalnya. Dia membantu mencarikan pekerjaan di Malaysia tanpa harus training di penampungan lebih dulu.
Tentunya ada imbalan untuk itu. Yang penting ia bisa cepat dapat kerja tanpa proses yang ribet, mengingat anak-anaknya yang masih sangat kecil-kecil. Rasti tak sanggup kalau harus menunggu berbulan-bulan di penampungan.
Sebelum berangkat, Rasti menghadap direktur bank tempat Bimo menggadaikan sertifikat rumahnya. Dia memohon agar rumah itu jangan sampai dilelang.
Direktur itu juga minta imbalan yang tidak biasa, Rasti diberi keringanan sampai punya uang untuk menebusnya. Demi rumahnya ia rela melayani nafsu direktur bank itu berkali-kali.
***
Di Malaysia, Rasti bekerja pada keluarga Fahrul. Tuan Fahrul berusia enam puluh lima tahun, beliau masih terlihat sehat, cuma karena di rumah tinggal sendiri, dia butuh pembantu untuk menjaga dan merawat rumah.
Pembatu di rumah itu bukan Rasti saja, rumah tuan Fahrul cukup besar dan luas, ada pekerja yang khusus merawat taman, dan pekerja bagian memasak, Rasti bekerja khusus mengurus keperluan tuan Fahrul.
Tugasnya mengantar tuan Fahrul kontrol ker rumah sakit setiap bulan, ternyata dia punya penyakit jantung. Rasti harus mengurusi jadwal makan dan minum obat tuan Fahrul agar tepat waktu.
"Rasti!" panggil tuan muda Usman.
Usman anak tuan Fahrul yang paling kecil dari empat bersaudara, dia baru saja menikah dan tinggal di rumahnya sendiri.
"Iya, Tuan," jawab Rasti.
"Jangan lupe ubat Ayah dan makan Ayah, ye..,"
"Baik, Tuan," jawab Rasti sambil menunduk tak berani menatap.
"Kalau ada hal dengan Ayah, kamu langsung call aku, ok. Tolong jaga baik-baik, aku pergi dulu, esok aku datang lagi tengok Ayah."
"Baik, Tuan."
"Ayah, Usman balik dulu, ye. Ayah baik-baik jaga kesihatan."
Tuan Usman mencium kening tuan Fahrul dan mencium punggung tangannya sebelum pergi. Seperginya tuan Usman, Rasti mendekati tuan Fahrul.
"Tuan, apa Tuan mau istirahat?" tanya Rasti sopan.
"Tak, aku nak tengok TV kejap, kau boleh pergi. Kalau nak, bila aku ada perlu aku pergi panggil kamu,"
"Baik Tuan, saya mau kemas kamar dan baju kotor di kamar tuan," pamit Rasti.
Rasti sangat senang sekali mendapat majikan baik dan tidak rewel. Tuan Fahrul sebenarnya tidak terlihat seperti orang sakit, semua masih bisa dilakukannya sendiri.
Tiap kali Rasti menawarkan bantuan selalu menolak, selama itu masih bisa dilakukan sendiri. Rasti menyibukkan diri membantu pekerjaan sesama pembantu di rumah itu.
Dia merasa tak enak kalau berdiam diri, takut ada kecemburuan sesama pembantu. Makanya dia tak mau terlihat terlalu santai.
"Rasti, kamu senang bekerja di sini?" tanya Minah, dia juga sama-sama orang Indonesia.
"Aku senang Kak, Tuan kita baik, ya," jawab Rasti.
"Aku juga senang, sejak ada kamu di sini. Kamu suka bantu aku di dapur dan kemas rumah."
"Bukankah ini memang kerjaan kita, Kak?" sahut Rasti.
"Mid, sebelum kamu mana mau bantu-bantu, dia juga suka keluar diam-diam, terus ketahuan tuan Usman makanya dipecat."
"Oh, begitu ceritanya."
"Iya, dia gila pacaran sama Banglah."
"Wah!"
Rasti suka mendengarkan cerita Minah, dia memang suka bicara dari dia lah Rasti tahu cerita semua keluarga ini. Dia bagaikan sumber berita yang tak pernah kehabisan bahan, orangnya cukup menyenangkan membuat Rasti tidak merasa bosan, dan melupakan kerinduan pada anak-anaknya.
***
Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Terima kasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Mamah Nabilla
Di KB dong Bu biar gak hamil lg.kasiankan si bunga kecil² udh ngurusin banyak ade
2020-08-30
1
yessa mardiana
mulai bagus thor cerita nya
2020-06-12
1