Kabar dari Rasti

Dua bulan berlalu sejak kepergian Rasti, adik-adik Bunga sudah tidak menanyakan ibunya lagi. Bi Ijah sangat menyayangi mereka hingga tak merasakan kehilangan sosok, dan kasih sayang seorang ibu.

"Bi!" panggil seorang wanita yang datang ke warung.

"Ada apa Bu de?" sahut bi Ijah.

"Bi, mamaknya Bunga tadi nelpon. Katanya sudah kirim uang lewat pos. Ini nomer resinya, nanti bawa KTP kalau mau ambil ke pos ya." Bu de Marni menyerahkan secarik kertas.

"Oh, ya, katanya Bunga suruh beli hp jelek aja, yang penting bisa buat terima telepon," sambung bu de Marni.

"Terima kasih Bu de, nanti saya ajak Bunga ambil duitnya," jawab bi Ijah.

Bu de Marni adalah salah satu tetangga, yang sangat baik pada keluarga Bunga. Sebelum pergi Rasti menyimpan nomor telepon bu de Marni untuk mengabari keluarga saat dia jauh di rantau.

"Bunga!" ** Ijah mendekati Bunga, anak itu baru pulang dari sekolah.

"Iya Bi, ada apa?" tanya Bunga.

"Tadi Bu de Marni datang kesini, katanya ibumu tadi ngabarin kalau sudah kirim duit. Ini nomor resinya." Bi Ijah menunjukkan catatan resi dari bu de Marni.

"Hah! Ibu nelpon, Bi?" Bunga sangat bahagia mendengar kabar itu.

"Iya, terus kata Bu de kamu disuruh beli Hp jelek biar ibu bisa menghubungi kita," sambung bi Ijah.

"Alhamdulillah, berarti Ibu baik-baik saja, Bi. Bunga senang mendengarnya."

Bunga bergegas mengganti baju seragam yang masih ia kenanakan, dia bersiap mengantar bi Ijah mengambil uang kiriman ibunya ke kantor pos.

"Bi, Gendis dan Anggun sudah makan?" tanya Bunga mencemaskan adiknya.

"Sudah, mereka sudah makan. Nanti kita titip di bu de Marni saja mereka, kita pergi sebentar," ucap Bi Ijah.

"Nggak enak Bi, nanti malah ngrepotin." Bunga segan kalau harus merepotkan tetangganya.

"Kan cuma ke pos sebentar, cepat antar adikmu sana," paksa bi Ijah.

Bunga mengangguk, lalu mengajak kedua adiknya ke rumah bu de Marni dengan berjalan kaki.

"Assalamualaikum?" sapa Bunga di depan rumah bu de Marni.

"Bunga, eh ... sama Gendis dan Anggun." Bu dhe Marni menyambut Bunga dan adiknya dengan ramah.

"Mmm, nganu Bu de. Bunga boleh nitip adek sebentar? mau antar bi Ijah ambil uang," ucap Bunga ragu, dia segan mengucapkan itu.

"Sini-sini sama Bu de, Anggun, Gendis, Bu de punya mainan buat kalian tuh di dapur."

Anggun dan Gendis melonjak girang. Di rumah bu dhe Marni banyak mainan untuk cucunya, yang sengaja disiapkan kalau mereka datang.

"Eh, Bunga, kamu mau naik apa ke pos?" tanya bu de Marni, karena tahu Bunga tidak memiliki motor lagi.

"Bunga naik angkot Bu de," sahut Bunga.

"Itu ada motor, bawa aja biar cepat," tawar wanita itu.

"Ng..., tapi Bu de." Bunga takut merusakkan motor orang.

"Udah, bawa saja biar cepat, kalau naik angkot lama, kasihan Delima," paksa bu dhe Marni.

Bu de Marni menyerahkan kunci motor matiknya pada Bunga. Akhirnya Bunga setuju, meski sudah terbiasa naik motor tapi kalau bukan punya sendiri tetap saja dia takut. Motor Bunga dijual untuk ongkos berangkat ke Malaysia.

"Kok bawa motor?" tanya bi Ijah melihat Bunga datang membawa motor.

"Disuruh Bu de bawa motornya, biar cepat katanya, Bi," jawab Bunga.

"Ya udah, kalau gitu nanti kita isikan bensin motornya," kata bi Ijah.

Mereka berangkat ke kantor pos yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Setelah mengambil uang, seperti perintah ibunya Bunga mampir ke konter untuk membeli hand phone yang paling murah.

Sebelum pulang tak lupa mengisi bensin motor, serta membelikan makanan dan buah buat bu de Marni dan adiknya.

Bunga langsung mengembalikan motor bu de Marni, setelah mengantar bi Ijah pulang ke rumah lebih dahulu.

"Bu de, terima kasih sudah menjaga Gendis dan Anggun, ini kunci motor dan buah buat Bu de," ucap Bunga saat mengembalikan motor.

"Aduh Bunga, ngapain repot-repot beli buah buat Bu de." Bu de Marni merasa tak enak hati.

"Nggak apa-apa Bu de, itu bi Ijah yang beli," sahut Bunga.

"Oh, ya, Bunga. Kamu sudah beli hand phone?" tanya wanita itu

"Sudah Bu de, ini." Bunga menunjukkan ponsel barunya.

"Mana nomornya biar ku kirim ke Ibumu, kamu juga harus simpan nomor Bu de, kalau ada apa-apa kamu bisa telpon Bu de."

Bunga menyodorkan ponselnya, dia belum terbiasa menggunakan barang itu. Setelah mengetik nomor di ponsel Bunga, bu de Marni mengembalikan ponsel itu.

"Ini, Bu de sudah mengirim kabar pada Ibumu, nomor ibu dan nomor bu de juga sudah ada di situ," terang wanita itu.

"Baik Bu de, kalau begitu saya permisi dulu, ya, Bu de. Yuk Dek kita pulang," ajak Bunga pada kedua adiknya.

Bunga membawa kedua adiknya pulang ke rumah, sebelum pulang bu de Marni membawakan kantung kresek berisi makanan buat adik-adik Bunga.

"Ini jajannya dibawa pulang, ya. Buat mamam di rumah," kata bu de Marni.

"Ma acih Udeee!" Kedua anak itu sangat senang menerima pemberian bu de Marni.

...***...

Malam harinya Rasti menelpon, mereka sangat bahagia walau hanya mendengar suara. Rasti juga merindukan keluarganya, bergantian mereka berbicara, terutama adik-adik Bunga terlihat sangat bahagia.

"Bunga, bagaimana sekolahmu?" tanya Rasti, suaranya tidak seketus waktu di rumah.

"Bunga baik, Bu. Ibu nggak usah mencemaskan kami, yang penting ibu jaga kesehatan di sana." Bunga menenangkan ibunya.

"Kasih hpnya pada bi Ijah, ibu mau bicara sebentar dengannya," pinta Rasti.

Bunga menyerahkan ponsel itu pada bi Ijah, dia tidak tau lagi apa yang mereka bicarakan karena bermain dengan Anggun dan Gendis.

...***...

Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Terima kasih sudah membaca.

Terpopuler

Comments

alda zainul

alda zainul

sepertinya ini kisah nyata 😢
berasa familiar dgn cerita hidup bunga 🥺

2020-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!