Dengan banyak pertimbangan dan nasehat dari keluarga aku pun memantapkan hatiku untuk melakukan kuret sesuai arahan dokter Marcel.
Hatiku berdebar-debar saat persiapan kuret, Dimas suamiku sengaja tidak masuk kantor untuk mendampingiku.
Saat ditensi tekanan darahku turun, mungkin karna aku sangat stres menghadapi ini.
"Ibu jangan stres ya ini tensinya jadi rendah, yuk jangan pikir macam-macam, dibawa happy aja jangan takut."
suster yang menanganiku menasehatiku agar aku rileks dan tidak tegang. Sambil menunggu obat yang diberikan padaku bereaksi.
Beberapa saat pinggangku terasa panas, perutku juga terasa mulas, aku memberitahu Dimas kalau perutku terasa sakit.
Dimas dengan cepat memberi tahukan keadaanku pada suster. Kemudian suster datang menemuiku.
"Sus ... kog rasanya pinggangku panas dan perutku kayak diaduk-aduk Sus."
"Sabar ibu itu obatnya sedang bereaksi yuk kita pindah ruangan ya, setelah ini kita lakukan tindakan."
Suster memindahkanku ke ruangan lain, suamiku mengikuti kemana pun aku dibawa, aku hanya terbaring di atas ranjang dengan pasrah.
"Bapak tunggu di luar ya, tolong ini ditanda tangani dulu nanti serahkan ke bagian admin," pesan suster pada suamiku.
Akupun dibawa ke dalam kamar khusus kemudian suster mulai mengganti bajuku dengan pakain rumah sakit, lalu memasang infus di lenganku.
Beberapa saat kemudian dokter Marcel masuk ke ruangan, hatiku semakin deg-degan.
"Hallo Ibu apa kabar?"
"Baik Dok."
"Ok kita akan lakukan tindakan ya Ibu, Sudah siap Sus?"
Dokter marcel memberi kode pada suster. Dan suster menyuntikkan obat pada infusku. Sesaat kemudian aku tertidur tidak tahu lagi apa yang terjadi padaku.
Aku bermimpi sedang berlari-lari tubuhku terasa sangat ringan, seperti anak kecil yang sedang main kejar-kejaran di taman bunga.
****************
"Utami ... utami, Ibu Utami!"
Sayup-sayup kudengar ada yang menanggil namaku. Perlahan kubuka mataku, rasanya silau dan aku bingung sedang berada di mana semua serba putih.
'Apa aku sudah mati,' kata bathinku
"Ibu Utami sudah sadar?"
Suster itu mencoba menyadarkanku, sedikit demi sedikit aku teringat sedang berada di mana.
"Hmmm suamiku mana Sus?" tanyaku dengan suara lemah, karna suamiku tidak kulihat di ruangan itu.
"Bapak sedang menebus obat, sebentar lagi pasti ke sini."
"Jangan lupa setelah makan siang obatnya langsung diminum ya biar tidak nyeri, nanti siang dokter akan periksa Ibu lagi."
Aku mengangguk lemah, suster itu meninggalkanku sendirian. Kudengar langkah kaki memasuki ruanganku. Rupanya suamiku Dimas yang datang.
"Hai Sayang, masih sakit?" bisiknya di telingaku.
Aku hanya menggeleng, tampak di wajah suamiku raut wajahnya yang sedang cemas.
"Ya sudah istirahat aja lagi, ini obatnya kata suster diminum setelah makan siang."
Aku pun memejamkan mataku, Dimas menggengam tanganku yang dingin, ruangan itu terasa dingin sekali.
Sepertinya masih ada sisa-sisa obat bius di tubuhku. Akupun kembali terlelap dalam tidurku.
**********************
"Selamat siang, waktunya makan siang ya Ibu."
Suster masuk ke ruanganku membawakan makan siang untukku. Dimas membangunkan dan membantu mendudukkan ku di ranjang.
"Setelah makan obatnya langsung diminum biar gak nyeri ya, sebentar lagi kunjungan dokter."
Suster itu pun berlalu, Dimas mulai menyuapiku dengan sabar sambil bercerita hal yang lucu membuatku mulai tertawa. Dia memang selalu pandai menghiburku.
"Mas perutku rasanya panas," keluhku.
"Coba obatnya diminum dulu ya."
Dimas dengan cepat mengambilkanku obat agar kuminum.
tok, tok
"Selamat siang, apa kabar Ibu, kita periksa dulu ya." Dokter Marcel masuk keruangan dan memeriksaku.
"Tadi perut saya panas Dok," keluhku.
"Obatnya sudah diminum?" tanya dokter.
"Sudah Dok."
"Iya itu karna anestesinya sudah hilang, makanya terasa nyeri, nah obat tadi untuk penghilang nyeri, diminum tepat waktu sampai habis ya."
"Ibu sudah boleh pulang kog, tapi kalau masih mau istirahat satu malam di sini juga boleh."
"Kalau sudah boleh pulang, saya lebih baik pulang saja Dok istirahat di rumah," jawabku.
"Boleh Bu, tunggu infus habis ya, dan jangan lupa datang kontrol seminggu lagi."
"Suster setelah infus ibu Utami habis boleh dilepas ya, ibu Utami sudah bisa pulang," dokter Marcel menginstruksikan pada suster sebelum meninggalkan ruanganku.
"Baik Dok," jawab suster.
Dimas suamiku langsung menyelesaikan administrasi dan menebus resep untuk pengobatanku selama di rumah.
Di rumah keluarga suamiku sudah menunggu, kakak iparku juga sudah memasak buat kami. Aku pun beristirahat karna rasanya mataku selalu ngantuk, mungkin efek obat yang kuminum.
****************
Seminggu berlalu waktunya untuk kontrol ke dokter. Seperti biasa Dimas menemaniku, aku sudah pulih seperti biasa, hanya saja aku masih murung kebahagiaanku seolah sudah tidak ada lagi.
Aku agak berubah lebih banyak diam, bahkan mudah tersinggung. Dimas kadang menggodaku agar aku bisa tertawa tapi kadang malah membuatku kesal padanya.
"Apa kabar Ibu, sudah sehat?" sapa dokter Marcel saat aku sudah di ruangannya bersama Dimas suamiku.
"Sudah dok."
"Baik yuk kita USG dulu, kita cek ya apa sudah bersih apa belum, masih mengeluarkan darah?" tanya dokter lagi.
"Tidak Dok hanya dua hari saja."
Akupun berbaring di ruang USG dan dokter mulai mengecek rahimku.
"Ok sudah bersih kog, bagus tinggal pemulihan saja."
"Saran Dokter ibu lakukan test darah dan toxo ya untuk mengetahui apa ibu ada toxo atau tidak."
"Test apa itu Dok?" aku bener-bener tidak tahu apa yang dimaksud dokter Marcel.
"Toxoplasma atau TORCH adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya Toksoplasmosis, infeksi lain, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus, pada ibu hamil atau yang berencana hamil, untuk mencegah komplikasi pada janin."
"Jadi sebelum ibu hamil lagi kita cek dulu, kalau memang positif diobati dulu, kalau negatif ya tidak apa-apa, takutnya ibu hamil terus terjadi kayak kemarin lagi karna ternyata ada toxo," terang dokter Marcel.
"Baik Dok mana yang bagus menurut Dokter saya ikuti saja Dok."
"Baik saya kasih surat rekomendasi untuk testnya nanti langsung sekalian ya, tapi hasilnya biasanya tiga atau empat hari lagi baru keluar."
Dokter Marcel memberiku surat rekomendasi untuk test toxoplasma. Hari itu juga aku melakukan test agar hasilnya cepat diketahui. Setelah serangkaian test aku dan Dimas pulang karna hasilnya menunggu tiga hari.
***************
Aku mendapat kabar dari rumah sakit kalau hasil testku sudah keluar dan bisa diambil. Malam harinya aku dan suamiku Dimas pergi kerumah sakit mengambil hasil test.
"Malam Dok, bagaimana hasil test saya Dok?"
tanyaku pada dokter Marcel, saat sudah di ruangan dokter Marcel.
"Hasilnya negatif buk, jadi Ibu tidak ada toxo, untuk program hamil bisa ibu lanjutkan lagi."
"Akan tetapi berhubung Ibu baru saja dikuret jangan langsung hamil ya, tunggu tiga bulan lagi, kalau bisa pakai pengaman dulu," terang dokter Marcel.
Aku dan suamiku Dimas senang sekali mendengar itu, setidaknya ada harapan baru untuk segera memiliki momongan lagi.
********************
Note : kalau suka dengan cerita ini jangan lupa like dan komen ya. Trimakasih sudah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
En Endri Yanti
suka,,,
2020-07-12
1
Ayy
Hm ini harusnya bisa dikembangin lagi kak feel dan kesedihan ibu yg pertama kali merasakan keguguran..
semangat ya kak
2020-06-02
2
Juanafif
lanjut thorrrr
Mampir juga dong kecerita saya, saya sudah beri rating and like:)
2020-04-22
1