TIGA (Hadiah dari Mama)

Sofa-sofa indah yang menghiasi seluruh ruang tamu dan ruang keluarga, lampu-lampu kristal yang menggantung dan menerangi setiap ruangan, televisi berukuran besar yang memanjakan mata ketika menonton bersama keluarga, serta peralatan makan dari perak yang rasanya sayang digunakan dan lebih indah jika dipajang. Tak ada yang lebih sempurna dari kehidupan mewah sebuah keluarga yang hanya dihuni empat orang beserta tiga pembantu rumah tangga. Ah! Juga seorang sopir pribadi yang jika tidak pulang ke rumahnya sendiri, akan menempati kamar kecil di pavilion sebelah.

Di samping ruang keluarga, sebuah kolam renang berukuran sedang terlihat dari balik jendela-jendela besar yang terbuat dari kaca. Pintu geser yang memisahkan ruang dalam dengan kolam renang pun terbuat dari material yang sama. Empat buah kursi santai berbahan rotan berjejer di pinggir kolam. Di salah satu kursi yang berada dekat deretan bambu jepang, duduk seorang gadis kecil dan adik laki-lakinya yang terpaut usia 5 tahun dengannya. Mereka sedang bersenda gurau setelah lelah mengolahragakan diri dengan berenang. Meskipun selama di dalam air sang adik hanya bisa "timbul-tenggelam" di pinggir kolam. Dia memang belum pandai berenang. 

Pembantu wanita berusia 45 tahunan menghampiri mereka. Nampan berisi dua gelas es jeruk mengiringi langkahnya. Kedua kakak beradik itu langsung menghambur dan saling berebut mengambil es jeruk dari atas nampan. Si kecil yang masih berusia 7 tahun kalah bersaing dengan kakaknya. Tubuhnya masih terlalu pendek untuk mengungguli kakaknya yang sudah lebih dulu mengambil dua gelas es jeruk itu. Ia merengek, merajuk agar sang kakak memberikan es jeruk bagiannya. Namun sang kakak malah semakin mengangkat tinggi-tinggi kedua es jeruk itu di tangannya. 

Rumah mewah dan keluarga yang hangat adalah dua hal yang jika digabungkan akan menjadi sebuah kesempurnaan. Namun jika diharuskan memilih, maka tentu saja keluarga yang akan jadi satu-satunya pilihan. Kemewahan hanyalah sebuah pelengkap, yang jika tidak ada pun sebuah keluarga harmonis tidak akan hancur karenanya. Selama sebuah keluarga—yang anggotanya—bisa saling mengasihi satu sama lain, tidak akan hancur hanya karena sesuatu yang bersifat materi. 

Namun, hari itu semuanya tiba-tiba berubah. Kepala keluarga dari keluarga harmonis itu harus menemui ajalnya akibat kecelakaan lalu lintas. Tiga hari sebelum meninggal, sang kepala keluarga pergi ke Bandung untuk mengecek salah satu perusahaannya yang berada di sana. Ia membawa serta sopir pribadinya. Di hari terakhir, hari kepulangannya, hujan deras mengguyur jalan tol dengan begitu hebatnya. Membuat jalanan licin dan kaca bagian dalam menjadi buram. Padahal ini bukan kali pertama sang sopir ikut tuannya ke luar kota, tapi entah bagaimana ia bisa kehilangan kendali atas kemudinya, dan membuat mobil yang dibawanya meluncur bebas hingga menabrak bagian belakang sebuah truk besar. Mobil bagian depannya hancur total, sang sopir tertindih oleh bagian depan mobil yang melesak ke dalam. Sedangkan tuannya, tubuhnya terombang-ambing karena laju mobil yang tak beraturan. Akibat benturan kuat antara mobil dan truk besar itu, tubuh tuannya terdorong hingga menubruk kaca mobil bagian depan. Baik sopir dan majikannya, keduanya tewas seketika.

Gadis kecil itu kini telah berusia 18 tahun. Hanya tinggal beberapa bulan lagi dia menjalani tahun terakhirnya di SMA. Rumah mewah yang sering diimpikan banyak orang itu telah lenyap. Keluarga yang selama ini menyelimutinya dengan kehangatan mendadak lesap tak bersisa. Kekayaan yang selama ini menjadikannya punya segalanya telah ia buang bersama kenyataan pahit yang ternyata terkubur dalam-dalam di dasar masa lalunya. Kini yang ada hanya tinggal dirinya dan mamanya. Wanita berusia 38 tahun yang berprofesi sebagai pembuat brownies. Seorang wanita berhati lembut seperti malaikat yang melindunginya di sebuah rumah sederhana beratap biru nan indah.

Cinta memeluk mamanya dari belakang. Tak peduli akan mamanya yang seketika terkejut hingga menjatuhkan loyang berisi brownies yang masih panas dari tangannya. Cinta melakukannya karena suatu sebab, dan mamanya tahu akan hal itu. Memori masa lalu Cinta yang terkadang menyambanginya di alam mimpi selalu berhasil membuat perasaannya tak menentu. Sedih, kecewa, benci, marah, putus asa, semua rasa itu melebur menjadi satu dan membuat paginya terasa tak menyenangkan, bahkan menyesakkan.

Safira menyentuh lembut tangan anak gadisnya yang kini melingkari pinggangnya dalam keadaan gemetaran. Dibiarkannya brownies dalam loyang yang kini berada di atas lantai. Perasaan gadisnya lebih penting sekarang.

"Mimpi lagi?" Suara sejuk milik Safira ditanggapi anggukan di belakang punggungnya. "Mau sarapan? Mama udah buatin roti goreng pakai telor kesukaan kamu."

Cinta tergoda, tapi masih belum mau melepaskan diri dari punggung mamanya. Sebentar lagi saja, ia ingin memeluk tubuh di hadapannya. Meski wangi cokelat yang merebak telah melintasi indra penciumannya sekaligus berhasil membangkitkan seleranya, Cinta masih belum mau bergerak dari posisinya.

Dulu, Cinta tidak terlalu menyukai cokelat. Jika dibuat daftar makanan kesukaan, maka cokelat adalah makanan kesukaannya yang berada di deretan paling akhir. Namun semenjak Cinta "mengenal" mamanya, ia jadi begitu menyukai cokelat. Aroma cokelat yang selalu menyelimuti tubuh mamanya-lah yang menjadi penyebabnya.

Safira melepas kedua tangan di pinggangnya, lalu berbalik. Menatap gadis kesayangannya, kemudian menangkup wajah itu sambil melayangkan tatapan teduh. Bibir tipisnya melengkung, lanjut berkata, "Tidak apa-apa. Semuanya baik-baik saja. Ada Mama, kan, sekarang?"

Hanya tiga kalimat, dan itu berhasil mengembalikan ketenangan di diri Cinta. "Tidak apa-apa", "semua baik-baik saja", dan "ada Mama sekarang". Ketiga kalimat itu cukup membuat mimpi buruknya terasingkan.

Senyum berhasil menghiasi wajah Cinta sekarang. Ia mencium kedua tangan mamanya, lalu merunduk; mengambil loyang berisi brownies yang tadi jatuh ke lantai. Beruntung brownies di dalamnya masih utuh. Mamanya hendak mencegah Cinta; takut kalau loyang itu masih panas. Namun, Cinta segera menghentikannya. Alumunium berbentuk persegi panjang yang sudah bersentuhan dengan marmer putih di bawahnya, dirasa sudah tak terlalu panas baginya.

"Maaf, Cinta udah bikin kaget," katanya sembari meletakkan loyang itu ke atas meja.

Safira tersenyum. Ditepuknya puncak kepala Cinta lembut. "Nggak apa-apa. Udah biasa," sindirnya. "Mama punya sesuatu buat kamu."

Cinta berbalik. Manik hitam kecokelatannya mengikuti sang mama yang kini melangkah menuju kamar tidur. Sesuatu? Apa itu? Cinta penasaran. Tak lama, mamanya kembali muncul dari balik pintu. Tangan di belakangnya memegang sesuatu. Wajahnya dipenuhi aura misterius.

Sambil berusaha menyembunyikan kedua benda di balik punggungnya, Safira melangkahkan kakinya perlahan. Jangan sampai Cinta keduluan melihatnya, atau kejutannya akan menjadi hambar dan tak lagi menyenangkan. Di benak Safira sudah terbayang raut wajah gembira Cinta ketika menerima hadiahnya. Bahkan mungkin, gadis itu akan berjingkrak-jingkrak kesenangan. Namun, ekspektasinya meleset. Wajah Cinta malah sarat akan kebingungan ketika Safira menunjukkan dua benda itu sambil tersenyum lebar. Kening gadis kesayangannya itu mengerut sekarang.

"Dari mana Mama dapet itu?" Cinta menunjuk sepasang busur panah di tangan mamanya takut-takut.

Safira terkejut. Reaksi yang ditunjukkan Cinta benar-benar di luar dugaannya. Apa yang salah dengan hadiahnya?

Kilatan yang berasal dari busur berjenis recurve itu membuat dada Cinta memanas. Jari jemari tangannya saling meremas. Darah di kepalanya mendidih. Tubuhnya bergetar hebat. Sesuatu seperti tersangkut di kerongkongannya hingga membuatnya sulit berkata-kata juga tak bisa bernapas. Kalau bukan karena satu set busur panah yang dibawa mamanya sama seperti miliknya yang dulu, mungkin Cinta tidak akan merasa seperti ini.

Safira buru-buru mendekati gadis kesayangnya. Ia pun meletakkan kedua benda di tangannya begitu saja di atas meja. Safira tahu kenapa gadisnya bersikap seperti sekarang. Busur panah yang dibawanya kemarin pasti membuatnya curiga. Seharusnya Safira mengantisipasi hal ini sebelum benar-benar menunjukkan busur panah itu pada Cinta.

"Mama beli, Sayang. Beneran! Mama beli second, kok," tegas Safira sambil menaruh kedua tangannya di pundak Cinta. Ia tak ingin Cinta berpikir yang bukan-bukan, apalagi sampai menyangkanya telah menjalin kontak dengan seseorang di rumah besar itu. Safira harus bisa mempertahankan rasa percaya Cinta terhadapnya.

Cinta tak bisa percaya begitu saja. Busur panah itu benar-benar sama persis dengan busur panah miliknya yang lama. Busur panah kesayangan yang dihadiahkan Papa ketika dirinya berulang tahun ke-10. Busur panah yang Papa sengaja belikan agar Cinta bisa terus memakainya meski usianya sudah beranjak dewasa. Kalau saja riser atau pegangan utama busurnya tidak berwarna ungu—sama seperti yang 8 tahun lalu diterimanya, Cinta tidak akan sewaswas ini. Memikirkan mamanya pergi ke rumah mewah itu, kemudian mengemis agar si pemilik rumah mengembalikan busur panah anaknya yang masih tersimpan di sana, membuat kepala Cinta seakan hendak meledak.

Si pemilik rumah adalah monster yang hidup dengan cara merenggut kebahagiaan orang lain. Monster yang membuat seseorang yang telah hancur menjadi semakin hancur hingga tersungkur dan tenggelam dalam jurang penderitaan. Monster yang penampilannya seperti malaikat, tapi hatinya lebih mirip iblis. Monster yang bahkan lebih buruk dari semua monster yang ada di muka bumi.

Kedua sudut netra Cinta mulai berair. Sentuhan lembut sang mama di kedua pundaknya tak berhasil membuat tubuhnya mengendur dari ketegangan. Dadanya semakin terasa sesak, otak di kepalanya seolah sedang menunggu waktu yang tepat hingga benar-benar meloncat ke luar. Keadaan akan semakin buruk jika mamanya tak langsung mendekapnya erat. Hanya detak jantung mamanya yang bisa meredam semua kemarahan Cinta. Hanya kehangatan dari pelukan mamanya-lah yang bisa membuat otaknya kembali bekerja.

"Mama nggak mungkin ke sana, Sayang." Safira semakin membenamkan kepala gadis kesayangannya ke dada. Telapak tangannya yang dihiasi beberapa luka bakar karena sering terkena loyang panas mengelus lembut kepala Cinta. "Mama nggak mungkin ngelakuin hal yang nggak kamu suka." Bibir lembapnya yang diolesi lipstik berwarna natural tak henti-hentinya mengeluarkan kalimat penenang.

Aroma cokelat dari tubuh mamanya kembali tercium. Perasaan terbakar yang sampai beberapa detik lalu menguasai dirinya berangsur-angsur hilang hingga tak berbekas. Kedua tangannya bergerak membalas pelukan erat mamanya. Sedikit rasa sesal mulai merasuk ke hati dan pikirannya. Seharusnya ia tidak perlu sampai sebegitunya mencurigai sang mama. Wanita berhati lembut itu tidak mungkin mengkhianatinya. Mamanya tak seperti monster menjijikkan itu.

Cinta melepaskan pelukan mamanya. "Maaf, ya, Ma. Harusnya Cinta nggak bersikap begini," lirihnya dengan kepala tertunduk.

Safira tersenyum. Salah satu tangannya belum meninggalkan kepala Cinta. "Nggak apa-apa. Mama ngerti, kok. Mama juga yang salah karena nggak bilang dulu sama kamu."

Cinta menggeleng keras. "Mama cuma berniat ngasih kejutan, 'kan? Nggak seharusnya Cinta semarah tadi."

"Hei." Tangan Safira beralih dari kepala ke pipi Cinta. "Mama ngerti. Ini," sambil mengambil busur panah dari atas meja, "nggak mahal. Mama beli bekas. Kalau ternyata busur panah ini mirip sama yang pernah kamu punya, itu artinya cuma kebetulan. Kamu bisa pegang kata-kata Mama."

Cinta menerima busur panah itu dari mamanya. Benar-benar mirip, tapi jika yang Mama katakan hanya kebetulan, maka Cinta akan lebih memercayai kata-kata mamanya. Bisa jadi busur panah di tangannya ini benar-benar miliknya. Monster itu pasti sengaja menjualnya agar tak merusak pemandangan di rumah. Lalu secara kebetulan, busur panah ini beralih ke tangan mamanya, kemudian kembali ke tangannya. Kebetulan semacam ini bukan mustahil terjadi.

"Mama nggak seharusnya beliin ini buat Cinta. Cinta masih bisa latihan di sekolah pake perlengkapan yang ada di sana." Hatinya melunak. Sesuatu di kerongkongannya mencair, tapi tetap membuat napasnya tak beraturan. Sesak di dadanya masih ada, tapi bukan karena amarah seperti sebelumnya. Melainkan karena mengetahui mamanya membeli benda—meskipun bekas, yang memiliki harga tak murah.

"Nggak apa-apa. Mama sengaja beliin biar kamu nggak kesulitan berlatih."

Ucapan Mama selalu enak didengar. Selalu bisa menghangatkan dada Cinta. Seperti cokelat yang ketika dimasukkan ke mulut dan dikulum, lalu melebur menjadi satu dan memenuhi kerongkongan.

Safira berdeham; Cinta yang sejak tadi menunduk, kini mendongak. "Mama masih banyak kerjaan. Kamu nggak keberatan sarapan sendiri, 'kan?" Cinta mengangguk. "Habis itu, Mama mau minta tolong."

"Minta tolong?" Kening Cinta kembali mengerut.

Safira kembali meletakkan tangannya di kedua pundak Cinta. Netranya mengedip jenaka. Kemudian dengan senyum tertahan ia berkata, "Anterin brownies Mama ke tetangga, ya."

"O-ke ...." Ada jeda sebelum Cinta menjawab. Sudah sering ia dimintai tolong seperti ini, tapi baru kali ini sang mama memintanya sambil bersikap mencurigakan. Bukan mencurigakan, lebih tepatnya seperti sedang mengajaknya bermain tebak-tebakan. Seolah tetangganya kali ini ialah seseorang yang tak disangka-sangka.

"Rumahnya nomor ... tiga empat." Safira mengulas senyum penuh arti.

Seperti dugaan Cinta. Memang orang yang tak disangka-sangka. Tetangga yang telah berhasil membuat bola matanya hampir keluar; membuat mulutnya menganga; membuat tubuhnya mematung seolah terpaku ke dasar lantai.

Rumah itu rumah nomor 34. Sebuah rumah bercat hijau yang halamannya dipenuhi tanaman hias yang menyejukkan. Rumah yang dulu sempat menjadi rumah kedua bagi Cinta. Rumah di mana berbagai kenangan membahagiakan terajut menjadi sebuah sulaman indah. Sulaman yang jika ditempelkan di dada akan terus melekat sekaligus menghangatkan. Meski sulaman itu akhirnya disembunyikan selama dua tahun tanpa alasan yang jelas.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!