..."Kita tidak bisa memilih kehidupan, tapi bisa mengusahakan kehidupan menjadi lebih indah walau dalam kegetiran sekalipun!" (Farah)🥀...
...______________________________________...
Setelah turun dari angkot, langkah kaki Zee berhenti di depan sebuah gerobak kuning. Zee yang hampir tidak pernah jajan di sekolah dan memilih membawa bekal dari rumah melakukan itu bukan tanpa alasan, ia ingin uang jajannya utuh dan ia bisa membelikan makanan untuk dua adiknya saat pulang sekolah.
Satu cup jagung manis dengan toping keju dan cream coklat sudah ada di tangan Zee, ia melanjutkan langkah lagi hingga bangunan berdominasi hijau ada di depannya. Joy adik laki-laki Zee yang sedang bermain petak umpet langsung berlari saat melihat raga kakaknya datang.
"Kakak bawa makanan, nggak?" tanyanya dengan cepat.
"Hmm ... bawa,"
"Yeaa, mana Kak?"
Zee yang menyembunyikan sebelah tangannya ke belakang kini perlahan memajukannya. Mata Joy langsung merona.
"Yeaa ... jangung manis, aku suka. Makasih Kak."
"Iya, tapi kamu makannya bareng Zaa, ya!" Joy mengangguk.
"Oh ya, ibu mana?" tanya Zee setelahnya.
"Ada di dalam, Kak."
"Oh ya sudah Kakak masuk."
"Ibu ...." Bukan mengucapkan salam Zee langsung menyapa dan memeluk ibunya yang sedang menjahit.
"Sudah pulang kamu, Zee?"
"Sudah, Bu." Zee beralih ke depan ibunya dan mencium tangan.
"Kalau masuk rumah itu biasakan mengucap salam, jangan nyelonong aja, nggak sopan!" Zee terkekeh.
"Ma-af, Bu. Zee nggak sabar mau ketemu ibu," kata Zee, Farah menggelengkan kepala.
"Tuh denger udah azan ashar, sana mandi dan bersihin itu hitam-hitam, ibu nggak suka!"
"A-hh i-bu ...."
Baru Zee mau beranjak, Farah menahan jemari Zee. Zee menoleh. "Ibu bebaskan kamu melakukan apapun, Sayang. Tapi untuk menghitamkan wajah begini ibu sejujurnya ibu nggak setuju! Sama aja Zee nggak bersyukur dengan kulit Zee yang sudah Allah kasih. Zee paham maksud ibu, kan?"
"Zee cuma mau_____
"Cari sahabat yang tulus, yang nggak lihat kecantikan rupa?" sela Farah, Zee mengangguk.
"Tapi nggak dengan berbohong juga, karena serapatnya kebohongan, cepat lambat akan terbuka. Jika tidak terbuka, sampai kapan juga akan ditutupi?" Zee menunduk.
"Memang Zee nggak capek, habis wudhu poles hitam-hitam lagi, bersentuh tangan teman takut nempel arangnya. Begini yang dimaksud cari ketulusan? Namun ternyata justru mempersulit diri!"
"Tapi Zee sudah terlanjur, Bu," lirih kata itu terucap.
"Kamu itu makanya kalau mau melakukan sesuatu difikir matang! Ya sudah sana bersih-bersih dulu, perut kamu sudah bunyi tuh, kamu pasti lapar." Zee mengangguk dan berlalu setelahnya.
Beberapa saat setelahnya, Zee sudah selesai membersihkan diri, beribadah dan makan. Ia mencari Farah, hendak mengobrol dengan ibunya itu.
"Mau cerita apa, bilang aja!" ucap Farah melihat gelagat Zee yang terus memperhatikan wajahnya, tapi tak juga melontarkan kata.
I-tu, Buu. Hmm ... du-lu, kapan I-bu bertemu a-yah?"
"Dulu Ayah itu orang yang ibu benci saat masih SMA. Playboy dan sok kepinteran."
"Oh ya, terus bagaimana ibu sampai suka akhirnya?"
"Dulu ada yang sering taruh coklat di laci meja ibu, nggak taunya itu dari ayah! Mau gimana lagi coklat sudah ibu makan, mana itu coklat mahal. Ayah minta balikin coklat yang sudah dia kasih kalau ibu nolak jalan sama ayah. Ya, akhirnya ibu nurut. Eh kelamaan ibu nyaman, ayah ternyata asik dan nggak mandang manusia dari statusnya."
"Tapi kata ibu ayah kan playboy, kok Ibu mau?"
"Setelah sama ibu, ayah nggak pernah deket sama perempuan lain lagi. Ayah pinter meyakinkan ibu, lebih baik mantan playboy yang insaf daripada mantan orang baik, begitu kata ayah." Zee terkekeh mengetahui ternyata ayahnya pintar menggombal.
"Eh kamu kok tiba-tiba tanya masalah ini, sih? Hmm, jangan bilang kamu mulai naksir salah satu cowok di sekolah, ya!"
Ibu, kenapa bisa pas banget sih nebaknya ... bukan cuma naksir bu, bahkan cowok itu sudah mengirim surat sama Zee. Tapi Zee ragu, apa kak Bias benar-benar suka Zee?
Dan lagi-lagi Zee terjebak pada jalan buntu tanpa titik, ia hanya bisa membuang napasnya kasar kini sebab otaknya dipenuhi keraguan.
"Zee kok bengong sih?" panggil ibu.
"Eh, maaf Bu. Oh ya Bu, menurut ibu dengan penampilan Zee yang hitam, Zee bakalan ditaksir cowok nggak Bu?"
"Hmm ... nggak kayaknya!" Bibir Zee memberengut. Ibu tersenyum.
Ibu kenapa begitu jujur ...!
"Maaf Sayang! Habis gimana lagi ... ibu nggak terbiasa bohong sih. Oh ya Zee, besok kamu kan lomba, gimana persiapannya?" ucap ibu seakan tahu isi otak anaknya.
"Semua lancar, Bu."
"Kamu hebat Zee, baru mulai masuk SMA sudah diminta mengikuti lomba mewakili sekolah. Kalau ayah ada di sekitar kita, ia pasti bangga juga," lirih kata itu terucap. Zee merangkul bahu ibunya. Ya, keadaan memang memisahkan ayah Zee dari keluarganya.
"Zee yang bangga punya ibu hebat seperti ibu. Bisa bertahan selama ini tanpa ayah. Terima kasih Bu." Farah meletakkan beberapa gamis orderan tetangga yang sudah siap itu dan menangkup rahang putrinya.
"Kamu, Zaa sama Joy adalah semangat ibu. Kita tidak bisa memilih kehidupan, tapi bisa mengusahakan kehidupan menjadi lebih indah walau dalam kegetiran sekalipun!" Zee memeluk Farah, ia terus mengangguk.
Di muka rumah lelaki kecil kelas 4 Sekolah Dasar tampak mematung bersama gadis kecil di sisinya. Sang gadis kecil seketika berlari mendekat.
"Ibu kenapa matanya merah, Kakak juga? Kakak mau nangis, ya?" ucap Zaa polos. Farah dan Zee melepaskan dekapan dan tersenyum.
"Ihh siapa yang nangis, Kakak cuma kelilipan Zaa Sayang," kilah Zee. Joy seketika mendekat sambil terus menatap dua wajah dewasa di hadapannya.
"Aku tidak suka Ibu dan Kakak menangis! Jika sudah besar aku akan cari orang yang memasukkan ayah ke penjara, dia orang jahat. Joy tidak suka orang jahat!"
"Siapa yang jahat, Ka-kak?" celoteh Zaa bingung.
"Eh, udah sore nih. Hum .. asem banget badan Zaa, ayok kita mandi!" Zee mengangkat tubuh mungil Zaa dan membawanya meninggalkan ibu dan Joy.
"Jaga bicaramu di depan Zaa, Joy. Lagi pula ibu tidak pernah mengajarkan kalian mendendam. Semua akan ada balasannya sendiri. Kita jalani semua dan lupakan orang yang berbuat jahat pada ayah!" Melihat Zee berlalu, Farah mendekatkan diri pada Joy.
"Nggak! Joy bukan anak bodoh, Bu! Joy denger sendiri kok dulu om yang pakai kacamata itu bilang dia sengaja masukin ayah ke penjara! Padahal dia temen ayah kan, Bu?" Farah memijat kepalanya, mata itu mulai basah mengingat kejadian 3 tahun silam yang mengubah seluruh kehidupannya dan cilakanya putranya yang menginjak 7 tahun saat itu melihat segalanya. Putra kecilnya yang pintar memahami sesuatu itu mulai berasumsi sendiri dengan fikir otaknya hingga ia marah dan memupuknya menjadi dendam.
"Sudah, stop Joy! Masuk dan bersihkan dirimu, Nak! Ibu tidak mau dengar masalah ini lagi!" Farah merusaha menahan bulir itu tak tumpah tapi nyatanya tak bisa.
"Ibuu ... maaf Ibu. Maaf Joy buat Ibu nangis!" Joy tampak bingung kini melihat reaksi Farah atas kata yang ia ucapkan. Farah seketika teringat masa lalu, ia yang nyatanya tidak benar-benar siap melalui segalanya saat itu mengingat segalanya kembali dan bersedih.
"Tinggalkan ibu, Joy!"
...___________________________________________...
🥀Makasih support kalian😘😘
🥀Happy reading dan doakan otak Bubu lancar menghalu❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Fhebrie
ya Allah sedih banget ceritanya keluarga zee thor... siapa yg tega fitnah bpknya zee thor
2022-06-12
0
ᎥᎥͷ ᎥͷɗᏒⅈᎯͷⅈ💜E𝆯⃟🚀HIAT
ᴩᴇᴅɪʜ ʙᴀɴɢᴇᴛ ꜱɪᴄʜ ᴋɪꜱᴀʜ ᴋᴇʟᴜᴀʀɢᴀɴyᴀ ᴢᴇᴇ ꜱᴀᴍᴩᴇ ᴍᴇᴡᴇᴋ ᴀᴋᴜ ᴊᴀᴅɪɴyᴀ ɪᴋᴜᴛᴀɴ ɴyᴇꜱᴇᴋ 😭😭😭
2022-02-19
4
SyaSyi
aku berikan bunga biar semangat nulisnya
2022-02-10
2