..."Kenapa jantungku tidak beraturan begini dekat kak Bias." (Zee)🥀...
..._____________________________________...
Dua Minggu sudah Zee menjadi siswa SMA DUTA BANGSA. Kini seragam putih abu-abu sudah melekat di tubuhnya. Setiap hari ia lalui dengan penuh semangat, ya walau siswa lain sering mencemooh karena wajahnya yang berbeda, ia hitam. Bukan marah, Zee tampak santai, ia mengabaikan setiap cela, ia hanya berfikir untuk menimba ilmu dengan sungguh-sungguh, untuk urusan lain tidaklah penting.
"Ada yang bernama Zivanya di kelas ini?" Seorang siswa laki-laki bertubuh tinggi tampak melenggang masuk ke kelas 1A yang menjadi kelas Zee. Dilihat hari gesturnya yang begitu percaya diri, terang ia bukan siswa kelas 10, mungkin kelas 11 atau 12 sepertinya.
"Tuh yang lagi ngapus papan tulis namanya Zee!" Ayu salah satu rekan sekelas Zee yang senang mengganti-ganti model rambut ke sekolah itu menjawab.
Siswa tersebut mendekat ke arah Zee, Zee yang masih bingung masih bergeming saat langkah sang lelaki mendekat. "Lo Zee?" ucapnya.
"I-ya, Kak. A-da a-pa ya Ka-kak mencariku," lirih Zee terbata. Ia tampak membenarkan posisi kaca matanya.
"Nggak usah banyak tanya! Ayo ikut gue ke kantor!" lugas lelaki itu tanpa melihat Zee sedikit pun. Raga keduanya tak terlihat lagi setelahnya.
"Wah ada apa itu Zee dipanggil ke kantor? Apa dia buat ulah?" lontar Siska sinis, dinaikkan sebelah bibir itu ke atas, jelas ia tak menyukai Zee. Ya, bagi mereka yang berasal dari keluarga terpandang apalah Zee! Gadis Miskin penerima beasiswa dengan wajah yang pas-pasan.
Seluruh siswa dalam kelas tampak saling berbisik menerka-nerka apa yang terjadi dengan Zee. Mengapa Zee harus dipanggil ke kantor.
"Ada apa ini? Bubar! Bubar! Ngerumpi aja kalian! Ayo balik ke tempat duduk masing-masing!" pekik Dhafa.
"Huu ... yang sahabat segitu setianya!" Suasana kelas riuh seketika, tak suka dengan perilaku Dhafa. Ya, menurut siswa yang lain, baik Zee maupun Dhafa adalah duo miskin yang tak pantas dianggap dan hanya menjelekkan kelas mereka saja dengan penampilan cupu keduanya.
Tak berselang lama guru bidang studi memasuki kelas dan mulai mengajar, suasana hening seketika. Semua siswa tampak serius mendengarkan setiap materi yang diberikan.
Di tempat berbeda sepasang kaki terus melangkah mengikuti sosok tinggi yang berada di hadapannya. Ia yang beberapa saat lalu memanggil Zee, kini mengarahkan raga Zee menuju ruang guru. Di dalam ruang guru, delapan siswa tampak berjejer. Wajah-wajah mereka sangat asing untuk Zee.
Ada apa ini? Kenapa aku harus dipanggil ke sini?
Zee yang bingung hanya bisa bergumam dalam hati.
"Benar kamu Zivanya?" Zee yang masih masuk dalam fikirnya sendiri kaget mendengar tanya itu. Wajah cantik dengan jilbab berwarna pink tampak menatap intens ke arah Zee. Walau wanita itu belum pernah mengajar di kelasnya, tapi dari pakaian yang ia pakai jelaslah ia guru juga di sekolah Zee.
"I-ya Bu," jawab Zee terbata seperti sebelumnya.
Zee mengedar pandang ke setiap sudut ruang guru, memperhatikan aktivitas orang-orang dalam ruangan tersebut. Beberapa guru tampak sibuk memeriksa tugas, sedang delapan orang siswa yang berdiri di sampingnya terus saling melirik menatap Zee seolah meremehkan.
"Zivanya, apa benar kamu lulusan SMP Pertiwi?" tanya guru dengan jilbab pink lagi sambil memperhatikan penampilan Zee dari atas ke bawah, ia tersenyum setelahnya.
"Benar, Bu," jawab Zee. Sang guru mengangguk.
"Oke, kita tinggal menunggu satu orang lagi," ucap sang guru lagi sambil menulis sesuatu dalam bukunya. Zee masuk dalam barisan dan menunduk.
Zee memang merasa asing, terutama tatapan para kakak kelas yang kurang bersahabat membuatnya kurang nyaman. Zee menarik napasnya berulang kali, berusaha tenang dan menjaga moodnya tetap baik.
Tak berselang lama seorang pria dengan tubuh tinggi tegap mengetuk pintu ruang kantor. Ibu guru berjilbab pink langsung mempersilahkan lelaki dengan seragam putih abu-abu untuk masuk. Ia tampak mengedar pandang dan menyungging senyum pada siapa saja dalam ruang itu.
Hal tak terduga muncul, dada Zee seketika sesak, jantung itu berdetak cepat, matanya membulat menatap sosok lelaki yang kini sedang berjalan santai ke arahnya. Lelaki itu sungguh tak membiarkan bibirnya mengatup, ia terus tersenyum ramah dan mengangguk pada siapa saja.
Kak Bias .... Aku melihat lagi wajah itu, wajah rupawan dengan budi pekerti baiknya. Apa aku tengah bermimpi? Mengapa Tuhan begitu baik ....
Zee terus bermonolog dalam hati. Tak terasa bibirnya ikut tersenyum menatap pria penolong baginya itu.
Bias kini berdiri tepat di depan meja guru dengan jilbab pink, sontak jantung Zee bertambah mau copot saja. Bayangkan jarak dirinya dan lelaki itu bahkan tak ada sejengkal. Sangat dekat, hampir bersentuh dua bahu keduanya.
Zee menarik napas panjang, merasakan aroma parfum nan lembut yang berasal dari tubuh lelaki di sisinya seakan membuat tubuh Zee lemas saja. Sesak rasanya.
Ada apa denganku? Sadar Zee!!
Zee mendangakkan wajahnya ke atas kini. Ia berusaha melihat wajah yang telah memporak-porandakan hatinya sejak sepekan dirinya berada di sekolah itu. Wajah itu tertangkap jelas melalui sepasang manik mata Zee saat ini.
Tampan, sangat tampan sekali! Zee terus bergumam.
Kak, lihat aku, Kak ...! Lihat aku! Ayo menoleh, Kak!
Zee memang berharap Bias mengetahui kehadirannya Zee mulai menghitung mundur dalam hatinya.
Satu ... dua ... ti-gaa!
Dan ...
"Hai," siapa bias saat matanya menangkap wajah Zee. Bagaimana rasa hati itu sungguh sudah tidak dapat tergambar, jantungnya seakan meloncat-loncat tak karuan, detaknya tak teratur menimbulkan sesak yang teramat.
"Hei, lo baik-baik aja kan?" Bibir kecil milik pria tegap disamping Zee kembali terbuka, Bias menyapa Zee lagi.
Tak ada jawaban dari Zee, bias menghadapkan wajahnya kepada guru berjilbab pink mengangkat dua bahunya ke atas seolah bingung dengan perilaku gadis disampingnya.
"Zee, Zivanya ... kamu tidak apa-apa kan? Kamu baik-baik saja bukan?" tanya ibu guru berjilbab pink. Zee kaget, pun kesadarannya kembali.
"Dasar gadis miskin, baru disapa Bias begitu aja langsung oleng," lirih kakak kelas di samping Zee. Zee menunduk.
" I-ya Bu, ma-af ... saya baik-baik saja kok, Bu," ucap Zee sambil melirik 8 orang yang berjejer di sampingnya menatap dirinya dengan pandangan sinis. Zee menoleh ke sebelah kiri setelahnya, memastikan Bias memang ada. Zee membuang napas kasar sembari tersenyum. Ya, Zee senang nyatanya ia tidak bermimpi.
Senyum kak Bias sangat manis, kak Bias tetap ramah walau wajahku biasa saja. Ia tidak membedakan manusia. Kak Bias ... bagaimana aku menetralkan rasaku. Zee ... sadar Zee, ingat bunda dan adik-adik! Kamu sekolah untuk menuntut ilmu dan bukan sibuk memikirkan hati! Ah ... Astagfirullah.
Zee menunduk setelahnya, menyadari perilakunya salah.
"Oke kalian semua sudah berkumpul, ibu tidak akan bertele-tele. Bagi kalian siswa kelas 11 dan 12 tentu sudah kenal siapa saya, terkecuali kamu. Kamu ... siapa namamu tadi?"
"Zee, Bu."
"Oh iya Zee. Sebelumnya kenalkan nama saya Maharani, saya mengajar bidang studi Informatika yang dikhususkan untuk kelas 11 dan 12. Di sini saya ditunjuk sebagai penanggung jawab lomba, untuk yang lain tentu sudah tahu ya, bahwa setiap tahun sekolah kita selalu mengikuti perlombaan yang diadakan oleh SMA CENDIKIA. Pun tahun ini pun seperti itu. Sekolah kita akan mengirimkan 10 siswa sebagai perwakilan sekolah. Setelah melalui banyak pertimbangan, kalian bersepuluhlah yang menjadi pilihan kami seluruh dewan guru!" Kalimat itu berhenti seorang siswa wanita tampak mengangkat tangan. Maharani menatap dan mempersilahkan ia bicara.
"Kenapa dia yang kelas 10 juga terpilih, Bu?"
...______________________________________...
🥀Happy reading😘
🥀Suwun sanget atas support kalian❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
IK
karena dy pinter
2022-12-18
0
Mutiara Bocil
oleng si Zee untung sadar zee
2022-11-25
0
Mutiara Bocil
lah iya kan
2022-11-25
0