Seminggu telah berlalu. Karena aku tidak kunjung mengenalkan calon suami pada Ibu, maka beliau memaksaku untuk menerima perjodohan ini.
'Minimal kenalan dulu, masalah cocok atau tidak kan bisa kamu pikirkan lagi.'
Begitulah Ibu meyakinkanku yang sebenarnya sama sekali tidak berminat. Bagaimana tidak, membayangkannya saja sudah membuat tubuhku bergetar hebat. Anak Tante Tari itu kalau tidak salah namanya Rendy Godiva Nugraha. Badannya gendut, pipinya tembam kaya bakpao, dan perutnya buncit kaya badut mau beranak.
Sa'at tersenyum matanya sampai tidak terlihat karena tertutup pipi bakpao nya itu. Meskipun badannya segede almari pakaian, tapi nyalinya ciut. Sa'at masih kecil dulu dia sering menangis karena aku kerjai. Aku memanjat pohon jambu dan memakan buahnya sedangkan bijinya aku gunakan untuk menimpuk kepalanya dari atas pohon. Ibu selalu menghukumku karena kenakalanku itu. Selain itu masih banyak lagi kenakalanku lainnya.
Tapi entah kenapa, keesokan harinya dan seterusnya dia masih mau bermain denganku. Tante Tari pun tetap baik padaku. Sering memberi coklat, snack, dan juga es krim.
Karung beras, lihat saja nanti aku akan mengerjaimu habis-habisan. Agar kamu kapok dan perjodohan ini batal. Senyumku terkembang.
"Dew, kamu sama sekali nggak punya baju?"
"Punya kok."
"Iya, tapi norak semua. Ini kan baju cowok, Dew!"
Ibu menghela nafas lalu keluar dari kamarku. Beberapa saat kemudian Ibu kembali dengan membawa sesuatu ditangannya.
"Pakai ini!" Ibu menyodorkan sesuatu yang masih terbungkus plastik.
Aku meraih bungkusan itu lalu segera membukanya.
"Ini baju apa, Bu?"
"Baju resmi, kamu kan mau bertemu dengan Tante Tari dan keluarganya."
"Tapi aku malu kalau harus memakainya Bu."
Dress berwarna putih kira-kira sedikit dibawah lutut jika aku kenakan dan juga sepatu hak tinggi. Benar-benar pakaian alay.
"Kamu harus terlihat anggun, jangan pakai bajumu biasanya. Apa kata Tante Tari dan Om Hendra nanti kalau melihat penampilanmu yang urakan kayak gitu?"
Aku merengut kesal. Tidak ingin berdebat dengan Ibu, aku bergegas ke kamar mandi dan mengganti baju dengan dress dari Ibu. Ibu tersenyum semringah ketika melihatku keluar dari kamar mandi.
"Masha Allah, cantiknya putri Ibu."
"Apaan sih Bu?" Wajahku memanas, malu.
"Nah, kalau seperti ini kan terlihat anggun, sekarang tinggal make up."
"Nggak usah Bu, kayak mau kondangan aja."
"Setidaknya pakai bedak tipis aja biar nggak kelihatan pucat."
"Hemmm."
"Ya sudah, Ibu ke dapur dulu mau menyiapkan minuman buat tamu."
Ibu keluar dari kamarku dengan senyum yang terus tersungging dibibirnya. Aku menghela nafas lalu menghembuskannya dengan kasar. Tidak ada niat sedikitpun untuk mengecewakan Ibu dengan menolak perjodohan ini. Tapi aku benar-benar tidak siap untuk tunangan apalagi menikah.
Aku masih duduk mematung didepan cermin. Tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan alat-alat yang dibawa ibu ini. Satu set alat make up yang sebelumnya tidak pernah sekalipun aku menyentuhnya. Aku sama sekali tidak tahu namanya satu persatu.
Akhirnya aku mengoleskan bedak dipipiku. Kemudian aku hapus, aku oles lagi, aku hapus lagi, oles lagi, hapus lagi. Risih sekali rasanya. Aku heran, kenapa Dila dan Tika suka sekali memakai make up. Padahal ribet beginidan bikin wajah tidak nyaman.
Aku kembali mengoles bedak dipipiku dan mengoles tipis lipstik dibibirku. Meniru gaya Dila sa'at berdandan. Aku menatap bayangan diriku di cermin. Wajahku kenapa jadi kelihatan aneh begini. Lalu aku menyisir rambut dan membiarkannya tergerai sampai sebahu. Terserahlah! Semakin jelek, semakin bagus. Biar mereka illfeel dan perjodohan ini batal.
Ting tong !!!!
Bel berbunyi.
"Dew, buka pintunya!"
Terdengar suara Ibu dari arah dapur.
"Iya."
Aku bergegas menuju ruang tamu lalu membuka pintu depan. Begitu pintu terbuka, aku terkejut melihat orang yang berdiri dibalik pintu.
"K...kamu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
pembaca 🤟
kamu...
2021-07-08
0