Malam ini seperti biasa kami makan bersama-sama. Tidak ada yang bersuara, yang terdengar hanya suara sendok beradu dengan piring.
"Dew, kapan kamu mau mengenalkan calon suamimu pada Ibu?"
"Uhuk ... uhuukkk!" Aku terbatuk saking kagetnya. Dewa mengambilkan segelar air putih yang segara aku minum hingga tandas. Sementara Ibu menepuk-nepuk punggungku pelan.
"Apaan sih, Bu?" Aku merengut. Sebel rasanya kalau harus ditanya tentang calon suami atau pernikahan. Aku sama sekali belum siap. Sa'at ini yang ada dipikiranku hanya kerja dan kerja, untuk membiayai kuliah Dewa.
"Umur kamu sudah tidak muda lagi Dew, 28 tahun hampir kepala tiga"
Aku tak menyahut. Cuma mendengarkan apa yang ajan dibicarakan Ibu.
"Kemari Ibu ketemu sama teman sekolahmu dulu, Tika. Sekarang anaknya sudah dua lho." Ucap Ibu dengan mata berbinar. "Dila kabarnya sekarang juga sedang hamil. Kamu sudah tertinggal jauh sama teman-temanmu. Kamu kapan akan menikah dan punya anak? Ibu sudah pengen menimang cucu."
Aku menelan saliva. Yang dikatakan Ibu memang benar. Ibu, tolong jangan bikin anakmu ini tambah pusing bisa tidak? Memangnya mencari calon suami itu gampang?
Tentu saja perkataan itu hanya terucap didalam hatiku. Tidak ingin membuat ibu jadi sedih karena mendengarnya. Memang Ibuku tergolong orang yang pikirannya kuno. Anak gadis umur 30 tahun belum menikah disebutnya perawan tua.
"Kak Dewi mana mungkin punya calon Bu, pacar aja belum punya." Dewa tersenyum mengejek.
"Dasar rese', awas uang sakumu Kakak potong!"ancamku.
"Bercanda Kak, sensitif amat. Lagian Kak Dewi galak gitu, yang ada cowok-cowok pada kabur. Hahaha."
Pletaakkk!!!
Tanganku menonyor kepala adikku yang rese' itu. Dasar! punya adik satu saja nyebelinnya minta ampun.
"Aduuhh ... , sakit Kak."
"Sudah ... sudah, kalian ini seperti anak kecil saja."
Ibu geleng-geleng kepala melihat tingkahku dan adikku.
"Emmm ... , kamu ingat Tante Tari?"
"Teman Ibu yang punya anak gendut dan nyebelin itu?"
"Husss ... ,kamu ini nggak sopan."
Aku cuma nyengir menanggapi.
"Anaknya Tante Tari itu sekarang jadi TNI sana seperti Papanya."
Aku cuma manggut-manggut menanggapinya sambil tangan tetap menyendok nasi dan menjejalkan ke mulut.
"Bagaimana kalau Ibu kenalin kamu sama dia?"
"A..apa?"
"Anaknya baik kok. Pinter, sopan, umurnya kira-kira 2 tahun lebih tua dari kamu. Dulu sa'at masih kecil kalian kan sering main sama-sama." Ibu tersenyum, antusias sekali menceritakannya.
"Aku nggak mau dijodohin Bu, memangnya ini jaman Siti Nurbaya?"
"Habisnya Ibu gemas kamu nggak nikah-nikah."
"Aku janji akan nikah, tapi nggak sekarang Bu."
"Lalu mau sampai kapan? Ibu ini sudah tua, ingin melihatmu berumah tangga."
"Iya, tapi kan ... "
"Ya sudah, Ibu kasih kamu waktu semingg. Kalau dalam waktu seminggu kamu belum mengenalkan calon suamimu pada Ibu, kamu harus mau menerima perjodohan ini."
"A...apa? Se..seminggu?"
Ibu mengangguk. Memangnya cari calon suami seperti beli barang online yang bisa sampai dalam waktu seminggu? Lebih baik Ibu menghukumku daripada harus mencari calon.
"Bu ... "
"Pilihannya cuma dua, kamu cari calon sendiri atau menerima perjodohan ini."
Aku mendesah berat.
"Apa susahnya sih menikah? Atau jangan-jangan kamu masih belum bisa melupakan Tommy ya?"
"Apaan sih Bu, nggak lah."
"Syukurlah kalo gitu. Tommy udah berkeluarga Dew, kamu harus mencari kebahagiaanmu sendiri."
Kebahagiaanku sendiri?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments