Ku buka pintu kulkas, mengambil botol yang berisi air dingin lalu meneguknya hingga setengah.
"Sudah pulang Dew, Kebiasaan deh pulang nggak nyapa ibu."
Aku nyengir.
"Ibu udah pulang ya? Ma'af, Dewi nggak tau."
"Tumben pulang cepet?"
"Iya, hari ini nggak banyak kerjaan Bu."
"Oh ... iya, Dewa mana Bu?" tanyaku sambil mengedarkan pandangan mencari adikku yang tak terlihat batang hidungnya.
"Ada di kamar."
"Oh."
Aku melangkah menaiki tangga. Setelah tiba di depan pintu kamar Dewa, ku putar knop pintu dan ku dorong pelan.
"Kak Dewi, kebiasaan masuk kamar orang nggak ketuk pintu dulu!" Ucapnya setelah melihatku sudah ada di kamarnya. Aku cuma nyengir, senang bisa menggoda adikku itu. Aku tahu dia tidak suka dengan kebiasaan burukku yang satu ini. Tapi aku enggan merubahnya.
"Diiih ... ngomong sana orang tua nggak sopan banget!"
"Habis kakak gitu sih!"
"Awas aja nanti uang sakumu kakak potong!" Aku tersenyum sambil menaik turunkan alis menggodanya.
"Kak Dewi!"
"Bercanda."
"Mau apa kesini kak?"
"Mau lihat kamu belajar serius atau main game?"
Dia hanya mendesah tanpa menanggapi pertanyaanku. Aku tahu kalau adikku yang satu ini rajin sekali belajar. Sejak kecil dia bercita-cita ingin menjadi dokter. Prestasinya di sekolah sangat bagus. Selalu menjadi juara kelas dan juga sering mendapatkan penghargaan dari berbagai kegiatan di sekolahnya bahkan sampai kuliah. Makanya dia bisa diterima di 'Fakultas Kedokteran' ternama di kota ini. Tidak seperti diriku yang tidak kuliah. Bukan tanpa alasan, selain malas juga karena masalah biaya. Rasanya tak tega kalau harus membebani Ibu. Sejak Ayah meninggal, Ibu lah yang bekerja keras untuk menghidupi kami. Kalau hanya mengandalkan uang pensiunan Ayah sebagai PNS tentu tidak akan cukup.
Aku berharap Dewa bisa menyelesaikan kuliahnya dengan baik dan bisa menjadi apa yang sudah dia cita-citakan.
"Kak, nggak usah beliin aku mobil."
"Kenapa?"
"Aku lebih nyaman pakai motor."
"Bener?" Tanyaku yang masih heran. Kemarin kayaknya ngebet banget pengen punya mobil. Sekarang kenapa cepat sekali berubah pikiran.
Dewa mengangguk mantap.
"Sebenarnya tabungan kakak udah cukup untuk beliin kamu mobil."
"Nggak usah kak, lagian ntar motorku nganggur."
"Ya udah kalau gitu uangnya kakak simpan, ntar kalau sewaktu-waktu kamu butuh uang tinggal bilang sama kakak."
"Siiippp!" Katanya sambil mengacungkan dua jempolnya kearahku.
"O ... iya kak, aku kemarin ketemu Kak Tommy sama istrinya." Deg! Ada yang bergemuruh di dalam sini. Tommy adalah sahabatku sa'at SMA. Kami berteman sangat akrab sampai-sampai semua teman sekolah mengira pacaran. Aku pernah menaruh hati padanya, tapi seiring berjalannya waktu hubungan kami merenggang. Karena dia harus kuliah, sedangkan aku bekerja. Sejak sa'at itu jarang sekali aku bertemu dengannya. Bahkan tanya kabar lewat pesan atau telepon pun tidak pernah. Hingga suatu hari kabar pernikahannya aku dengar dari temanku Dila. Dan benar saja, tidak lama kemudian undangan pun datang kerumahku.
Hatiku sakit. Bukankah dulu dia pernah bikang kalau menyukaiku dan kelak akan menikahjku. Tapi nyatanya dia malah menikah dengan orang lain. Walaupun begitu, aku tidak bisa menyalahkannya. Karena diantara kami memang cuma sebatas teman, tidak ada ikatan apa-apa.
Aku pun datang ke acara pernikahannya. Meskipun hati rasanya bagai tersayat-sayat. Selama ini aku tidak pernah pacaran. Karena berharap Tommy memang benar-benar serius dengan ucapannya. Ternyata aku salah.
"Dimana?"
"Di mall waktu mau nonton sama temen-temen."
"Terus kamu nyapa dia?"
"Dia yang nyapa aku trus nanyain Kakak juga."
"Oh."
"Kakak nggak apa-apa kan?"
"Nggak."
Buat apa dia nanyain aku. Bukankah dia sudah lupa sama aku. Aku sama sekali tidak ingin tahu apapun tentang dia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments