“Anak kesayangan bu Tini, omelan yang keluar dari mulut bu Tini ke kamu hanya basa basi aja Hon,” ucap Marwah seorang rekan kerja Honey.
“Ah kak Marwah, Honey kena skors sampai jam sebelas membersihkan dapur. Mana ada anak kesayangan di suruh bersihkan dapur kak?” sela Honey masih dengan senyuman tipis.
“Coba deh besok kamu datang telat lagi, masuk jam sembilan misalnya, paling bu Tini gak bakal di pecat Hon,” ujar Rita.
“Aduh kak Rita, itu nama nya kelewatan. Datang jam sembilan sama aja menganggap remeh bos,” ujar Rian satu satu nya lelaki di dapur itu.
Tak Menghiraukan ucapan teman temannya, Honey bergegas menuju ruangan loker, menyimpan tas nya kemudian mengenakan apron. Setelah menggulung rapih rambut panjang nya, Honey langsung mengenakan topi berwarna putih. Seragam setiap pekerja saat berada di dapur. Setiap percakapan rekan rekannya masih terdengar di telinga nya.
“Bener banget yan, besok besok Honey butuh uang, Bu boss gak bakalan Pinjemin lagi,” ucap Honey yang akhirnya bergabung bersama mereka.
“Bolu kukus kan kak? Honey langsung cair kan gula merah nya ya?” tanya Honey pada Marwah yang sibuk mengulen adonan.
“Yup, thanks,” jawab Marwah.
“Hon, cairkan lebih ya. Sekilo gula merah untuk grubi kaka.” teriak Raniya si ahli pembuat grubi. Dari arah luar dapur, Raniya terlihat sibuk mencuci se ember ubi jalar.
“Siap kak Ran,” teriak Honey.
“Pie kakak masih ada stok dalam lemari pendingin. Mendingan hari ini kita buat pisang bolen deh kak,” rayu Rian lembut. Tugas Rian adalah membuat kue berbahan dasar pisang.
“Hmm boleh,” sahut Honey.
Honey mencari ke sekeliling ruangan.
“Aluna mana?” tanya Honey.
“Biasa di suruh bu bos mengintip jualan toko kue De Layla,” jawab rian setengah berbisik.
Honey menggelengkan kepalanya. “Ada ada aja si ibu,” ujar Honey.
Satu kilo meter dari cake and cafe Murtini terdapat cafe De Layla. Satu satu nya saingan bu Tini. Bu Tini selalu kepo dengan apa yang terpajang di sana. Tentu saja cafe bu Tini kalah saing. De Layla Cafe memiliki owner yang sangat cantik, cafe mereka tak hanya menjual kue tradisional saja, tapi berbagai variasi kue internasional bisa di temukan di cafe itu.
Selain itu, cafe De Layla selalu ramai akan pengunjung yang datang duduk berjam jam karena di suguhi alunan suara musik, serta berbagai aneka jenis minuman, cocktail and smothie.
Back to the reality. Cafe Murtini kurang layak di sebut cafe. Hanya ada tiga meja yang terpajang di ruangan luas itu, minuman yang tersedia hanya kopi, kopi susu dan wedang jahe. Tak pernah ada pengunjung yang duduk lebih dari satu jam di cafe Murtini. Suguhan nya bukan alunan musik merdu melainkan suara nyaring bu Tini, yang jika sedang mengomel bisa memekak kan telinga para pengunjung.
“Siap siap Hon, begitu Aluna kembali kita bakal kena dampak iri hati bu Tini,” bisik Rian.
“Ngegosip ae, hush sana kerja,” Raniya nyosor ke tengah tengah Rian dan Honey.
“Hmm, Rian tadi datang awal. Pisang sudah Rian kupas, jadi tinggal tunggu Honey selesai masak gula merah kemudian adonan akan Rian siapkan,” ucap Rian.
“Ckckck, kenapa harus tunggu Honey? Kamu kan bisa langsung kerjakan? Keenakan!” Protes Rani.
“Adonan Honey lebih endul. Masa kakak nggak tau,” sahut Rian.
Raniya menatap risih pria gemulai yang berdiri persis di samping nya.
“Ya sudah, potong potong pisang nya sekarang. Masa iya harus Honey juga yang lakukan,” ucap Rani wanita berusia 34 tahun, wanita paling tua di antara mereka berenam.
“Iya kak Ran, Rian kerjakan sekarang.” Sambil manyun kemudian beringsut dari tempatnya berdiri.
“Kamu jangan iya iya aja kalau di suruh suruh gitu. Kamu bisa nolak, bilang aja kamu ada orderan,” ucap Rani.
“Tapi Honey lagi nggak ada orderan kak,” ucap Honey polos.
“Ya elah, bohong apa kek. Supaya kamu nggak di suruh kerjakan ini itu ama mereka,” jelas Rani.
“Nggak apa lah kak Ran, jika Honey bisa bantu pasti Honey bantu,” ucap Honey dengan semburat senyum manis, senyuman khas yang tak pernah luput dari wajah Honey.
Selang beberapa saat Aluna tiba di ruangan dapur luas itu. “Assalamualaiku,” sapa si gadis paling muda di antara mereka.
“Waalaikumsalam,” jawab mereka serempak.
“Ada berita apa dari sebelah Luna?” tanya Rian si ratu kepo, kekepoan Rian mampu mengalahkan bu Tini si pemilik cafe.
Belum sempat menjawab pertanyaan Rian, suara nyaring bu Tini terdengar memanggil Honey.
“Honey.”
Honey langsung meninggalkan adonan pisang bolen nya. Ia menghampiri bu Tini yang kini sudah berdiri di pintu dapur.
“Hari ini, tambah menu marble cake, sarang semut, Egg tart, Putu, onde onde, lumpia dan salted Caramel Pie buatan kamu di tambah juga. Stok di kulkas hanya tinggal sedikit,” ucap bu Tini seenaknya.
“Baik bu,” Honey patuh mengiyakan ucapan bu Tini.
Semua rekannya di dapur saling tatap. Sepeninggal bu Tini, Rian si ratu gosip langsung mendesis.
“Iya bu. Enak aja ngomong, memangnya kami robot? Marbel, sarang semut, egg tart, dan apa lagi? Ya ampun ujian macam apa ini ya Allah “ ujar Rian dengan suara kw yang di buat buat.
“Putu, lumpia, onde onde, lumpia dan Caramel pie,” lanjut Honey.
Pasti abis dengar sesuatu dari kafe sebelah. Tiba tiba pengen buat banyak kue. Lagian stok di etalase dan lemari pendingin kan masih banyak. Ya sudah, bu Tini pasti punya cara nya sendiri agar jualannya laku. Buktinya cafe ini mampu bertahan selama puluhan tahun, banyak pesaing yang silih berganti muncul namun hanya bu Tini yang mampu mempertahankan eksistensinya dalam bidang ini.
.
.
.
To be continued ⬇️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Maaaaaak"utun"..nie🍉
duuuuh...semnagt semngat kerjanaya
2022-01-13
1