Angin kali ini membuat aku terasa menggigil, padahal byan membawa sepeda motornya cukup tenang.
Sesaat Sepeda motornya melaju diatas polisi tidur atau jalan yang sedikit rusak, byan begitu pelan mengendarainya. Seolah dia sadar tak ingin membuat jarak yang lebih dekat denganku. Lebih tepatnya tak ingin aku menempel padanya.
Kulipat kedua tanganku di dadaku. Aku juga tak ingin menyentuh byan. Mungkin ketika semua orang melihat kami berboncengan aku adalah penumpang dan byan adalah tukang ojek.. Ha..haa...
Sungguh, meskipun aku duduk berjarak dengannya jantungku merasa dag dig dug. Ini kali pertama aku berboncengan dengan pria, bahkan aku tak mengenalnya.
Jika tak terpaksa dan tahu jalan pulang, aku pasti takkan mau di antar pulang olehnya.
"Dimana arah rumahmu?" Byan melepas keheningan diantara kami.
"Aku tinggal di komplek Tidak jauh dari SMAN 4." Sembari menunjuk kearah sekolah yang sedikit sudah terlihat.
"Apakah kamu siswi di sekolah itu?" Byan tanya lagi.
"He'em" Jawabku singkat.
"Sekarang kamu kelas berapa?" Byan sedikit menolehkan kepalanya kesamping. Mungkin dia fikir aku tak mendengar ucapannya.
"Aku turun di gang ini saja."
"Dimana rumahmu?" Byan masih menjalankan sepeda motornya.
"Aku harus mengantarmu sampai dengan selamat, aku tak ingin keluargamu khawatir"
"Masuk gang itu!! Rumah nomor 2 sebelah kiri warna silver" Tak kujawab pertanyaannya, aku tak ingin menambah obrolan diantara kami."
Byan menepi, memasuki area pekarangan rumah.
Aku mencoba melepas Helm dari kepalaku. Ahhhh susah sekali pengait Helmnya rusak?? Aku mencoba mengutak-atikan pengaitnya. Namun usahaku gagal. Mengapa begitu mudah memakainya? dan mengapa begitu sulit melepasnya?
Yah, seperti pepatah saja melepaskan sesuatu yang berharga itu memang sulit! tapi ini hanyalah sebuah helm, dan ini bukan barang berharga menurutku.
"Boleh aku bantu?" Byan bertanya, kulirik matanya sesaat seolah ia meminta izin.
Aku hanya menganggukkan kepala.
"Maaf ya.." Byan meraih pengait helm yang berada dileherku.
CETREKKK..!!!
Helm ini bisa dibuka hanya dengan 1 tekanan? Ya Allah. Bodoh bodohhh gerutuku. Ah, bagaimana bisa aku norak sekali!
Dasar memalukan! Aku terdiam menatap byan sembari mengutuk diriku sendiri.
"Sudah." Byan melepaskan helm dari kepalaku dengan melemparkan senyum kecil disudut bibirnya.
Sungguh aku tak butuh senyumanmu yang mematikan itu!! Mengapa dia terus tersenyum di depanku. Gerutuku dalam hati.
"Maraa...." Suara ibu memecahkan tatapanku pada byan.
Kutatap ibu sudah berada di depan pintu rumah dengan wajah yang sedikit cemas.
"Ibu," Aku menghampiri dan memeluk ibu.
"Maaf membuat ibu khawatir, ponselku kehabisan daya"
"Tidak apa nak, yang penting kamu baik-baik saja." ibu mengusap pundakku.
"Asssalmualaikum bu, Aku byan" Tiba-tiba byan menghampiri ibu dan menyalaminya.
Ibu menyambutnya dengan lembut dan penuh senyum.
"Terimakasih nak byan sudah mengantar Mara kerumah dengan selamat, Mari masuk dulu.."
"Anu, buu kak byan harus segera pulang dia ada urusan penting" Kupotong ucapan ibu.
"Apakah tidak mau mampir dulu? mau hujan, istirahatlah dulu disini nak byan.."
Kulihat wajah byan yang ingin menjawab perkataan ibu, namun aku takkan memberi kesempatan padanya.
"Bu, kak byan ada urusan penting, sangat-sangat penting!!."
"Ayo kak byan, lebih baik segera pergi nanti terlambat"
Kuraih tangan byan dan menariknya kearah sepeda motornya.
Tiba-tiba hujan turun dengan deras.
Ibu berteriak menyuruh kami untuk masuk.
Ah... hujan, mengapa harus turun sekarang! gumam ku dalam hati.
Kulirik wajah byan yang mengarah kedalam rumah, sesekali dia tersenyum seolah senang dengan kedatangan hujan.
"Mari nak byan duduk dulu, maaf yaa rumah ibu sempit."
"Tak apa bu, aku suka rumahnya. Sangat rapi dan nyaman" Byan duduk di sofa ruang tamu.
Dia menatapku lagi, dia senyum lagi! Ya ampun, apa yang dia lakukan membuat hatiku bergetar.
Segera kulangkahkan kaki menuju kamarku.
"Mara, buatkan nak byan teh hangat ya..." Ibu menyuruhku sedikit berteriak.
Huh, dengan segera aku mengganti pakaian. Kupakai kaos polos hitam lengan pendek celana jeans pendek andalanku.
Aku segera menuju dapur membuat teh untuknya.
Ku aduk tehnya, sesekali ku cicipi teh ini hingga aku tersadar apa sebenarnya yang ku lakukan??
Ya Allah, apakah aku takut byan tak menyukai tehnya? padahal sebelumnya aku tak pernah mencicipi minuman yang kubuat untuk siapapun. Aku tak mengerti dengan tingkahku ini.
Aku menuju ruang tamu, kulihat ibu sudah tidak ada disana. Byan memandangiku dengan mata serius. Apa yang salah denganku? Apakah penampilanku aneh? Hmmm, entahlah. yang penting aku nyaman. Aku memang tak begitu terpengaruh dengan penilaian orang lain.
"Ini tehnya.." Aku letakkan teh dimeja.
Byan meraih gelas teh meminumnya dan sesekali meniupnya.
"Terimakasih banyak, tehnya enak." Byan tersenyum lagi.
Ya Allah, aku rasanya hampir gila dengan senyumannya hari ini.
Baru saja beberapa jam aku bersamanya, dia sudah membuatku hampir gila.
Yaaa, ku akui wajah byan memang menarik. Hidungnya mancung, matanya terang sedikit sipit dengan bulu mata lentik, Alisnya hitam dan tebal, Bibirnya berisi tapi sedikit mungil, siapa wanita yang tak terpesona dengannya?
Meskipun dia hanya memakai setelan kaos dan celana Untuk bermain bola. begitu saja penampilannya sudah membuatku tak bisa berpaling menatapnya. Apalagi jika byan memakai pakaian yang lebih rapi.
Huh, pikiranku sudah melayang jauh, apakah aku berharap akan bertemu dia lagi? Berharap pada manusia memang boleh, tapi jangan berlebihan ya..
Sungguh rasanya memang aku berharap..
🍒Lalu? apa yang akan terjadi selanjutnya? apakah byan dan asmara akan bertemu lagi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments