Di sekolahnya, identitas Ryan tidak diungkapkan dengan jelas. Para siswa tidak ada yang tahu jika dia adalah putra dari seorang pengusaha besar seperti Rafael Xu alias Wisnu. Di Indonesia nama Tera juga seolah tenggelam namun Tera sesekali masih beraksi bersama Hiro di dunia gelap.
"Awang!" panggil Ryan.
"Iya Boss!" Awang meletakkan buku yang dia baca di pahanya.
Ryan ingin menggoda siswi yang bernama Dea itu. Gadis itu kelihatannya tidak punya teman dan suka menyendiri. Ide jahil Ryan sudah berputar-putar di kepalanya.
"Tumben, ya, cuaca panas gini tidak ada ular? Biasanya kan banyak ular yang berkeliaran di atas pohon untuk berteduh." ucapan Ryan memancing rasa ingin tau Dea.
'Masa iya, sih, ular suka muncul di bawah pohon rindang? Ada-ada saja nih anak.' Dea bermonolog dalam hati.
"Mungkin mereka belum siap untuk bertemu sama kamu boss. Boss kan jago karate," imbuh Awang.
"Hahaha! Kamu lucu, Wang! Mana mungkin ularnya tahu!" tawa Ryan di sambut oleh Awang yang juga ikut tertawa.
Tanpa mereka duga, candaan yang mereka lontarkan untuk menggoda Dea jadi kenyataan. Seekor ular hijau jatuh dari atas pohon dan mendarat di atas buku milik Dea. Ular itu memang berukuran kecil tetapi kelihatannya ular itu berbisa.
"Aaaaa! Tolong... tolong!" teriak Dea. Saking paniknya, Dea melemparkan buku bersama ular itu dan langsung berdiri menempel di pohon.
Ryan dan Awang berdiri. Mereka segera menghampiri Dea yang sedang ketakutan.
"Ada apa?" tanya Ryan tidak memperhatikan ular hijau yang berjalan ke arahnya.
Mungkin ular itu merasa terancam setelah tubuhnya terlempar. Lidahnya menjulur-julur sambil berjalan lambat ke arah kaki Ryan.
"Awas! Di bawah kamu!" pekik Dea sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Ryan segera melihat ke bawah. Seekor ular hijau mencoba bermain-main dengannya. Saat menghadapi ular tidak boleh melakukan gerakan mendadak karena ular yang merasa terancam akan lebih agresif. Untuk mengecoh ular itu, Ryan menunduk dan mengulurkan komiknya agar ular itu mengira komik itu sebagai mangsanya.
Komik yang digerak-gerakan oleh Ryan berhasil memancing sang ular memutar haluan dari kaki Ryan ke arah komik. Melihat dari ciri-ciri tubuh ular itu, dia termasuk ular berbisa dan memiliki lilitan yang kuat. Merasa ular itu agak lengah, Ryan mengangkat kakinya dan menginjak kepala ular kecil itu.
Sepatu Ryan menggilas kepala ular itu kuat-kuat membuat tubuh dan ekornya menggeliat dan terus bergerak. Setelah tidak ada pergerakan lagi, Ryan mengangkat kakinya dan menginjaknya sekali lagi untuk memastikan bahwa ular itu sudah mati.
"Terimakasih! Namaku Dea!" Dea mengulurkan tangannya.
'Gadis ini menarik juga. Dia tidak mengejarku seperti yang lainnya. Boleh juga aku jadikan teman.' batin Ryan sambil terus memandangi Dea dari atas ke bawah.
"Hei! Apa kamu juga menganggapku aneh seperti yang lainnya?" tanya Dea kecewa karena Ryan tidak kunjung menerima uluran tangannya.
"Eh, iya! Aku Ryan! Kamu tidak aneh kog," jawab Ryan cepat.
"Dan kamu?" Dea kembali mengulurkan tangannya pada Awang.
"Aku Awang. Temannya Ryan."
"Sepertinya di sini tidak aman. Ayo kita cari tempat lain saja!" ajak Ryan.
"Kalian pergi duluan saja!" seru Dea sambil menunduk. Dia merasa tidak percaya diri jika harus berjalan bersama Ryan yang merupakan idola para siswi di sekolah itu.
"Apa aku begitu menakutkan?" tanya Ryan dingin.
"Ah, tidak... tidak! Bukan begitu! Aku hanya takut melihat tatapan para penggemarmu." Tidak ingin Ryan salah paham Dea mengungkapkan alasannya.
"Aku tidak ada urusan sama mereka. Ayo!" Tangan Ryan menyambar tangan Dea dan membawanya pergi dari tempat itu.
Dea terpaksa mengikuti Ryan dengan langkah yang lambat dan terseret-seret. Benar saja, saat ini mereka menjadi pusat perhatian di sana. Mendapat tatapan tidak suka dari para siswi membuat nyali Dea menciut.
"Kenapa jalanmu seperti siput, sih?" gerutu Ryan.
"Kakimu itu yang terlalu panjang!" sahut Dea.
"Jadi kakimu pendek seperti bebek, ya?" ejek Ryan.
"Sebenarnya kamu ini teman apa musuh, sih?" Dea merasa kesal pada teman barunya itu.
"Teman, lah! Sensi amat, Buk!" seru Ryan.
"Aku tidak pernah melahirkanmu. Jangan panggil, Bu!"
Ryan tersenyum senang mendengar jawaban Dea. Baru kali ini dia banyak bicara. Menurutnya Dea gadis yang cukup menyenangkan meskipun awalnya dia tidak suka dengan sikap acuhnya.
"Hahaha! Maaf Nona Manis. Oh, iya, kamu di kelas apa?" tanya Ryan.
"12 IPA 2. Sebelah kelas kamu."
Ryan terkejut mendengar jawaban Dea. 'Apa mungkin Dea sudah mengenalku, ya?' Ryan bertanya-tanya dalam hati.
"Tidak usah GR! Aku tanpa sengaja sering melihatmu keluar dari kelas IPA 1." jelas Dea menjelaskan hal yang tidak perlu untuk di jelaskan. Sebenarnya selama ini Dea juga diam-diam mengagumi sosok pendiam seperti Ryan.
Dari kejauhan terlihat Celine dan Della berlari ke arah Ryan.
"Ngapain, sih, ulat bulu itu pakai datang ke sini?" ucap Ryan lirih.
Mendengar ucapan Ryan, Dea dan Awang menahan tawa. Mereka tahu jika Ryan sangat tidak menyukai Celine, gadis yang tidak mau menyerah untuk mengejarnya meskipun jelas-jelas Ryan tidak menyukainya.
Ryan membawa Dea berputar arah dan berjalan menuju ke sebuah bangku kosong. Mereka duduk bertiga dengan posisi Ryan berada di tengah diapit oleh Awang dan Dea. Dea diam saja ketika Ryan merangkul bahunya, dia tahu saat ini Ryan membutuhkan bantuannya untuk menyingkirkan Celine.
"Ryan! Siapa wanita jelek ini?" Celine menunjuk wajah Dea dan kukunya yang panjang hampir saja mengenai kening Dea.
"Singkirkan tanganmu!" ucap Ryan dingin.
"Jawab dulu! Apa hubungan kalian?" suara Celine manja dan terkesan merajuk.
"Bukan urusan kamu!" ingin sekali Ryan mengatakan jika Dea adalah pacarnya walaupun cuma pura-pura tapi dia tidak berani. Dia tidak ingin Dea berpikir yang tidak-tidak tentangnya.
"Sayang! Antar aku ke kelas, yuk!" tanpa di duga Dea memanggil Ryan dengan kalimat yang sangat mesra. Tidak hanya itu, Dea juga bersikap manis dengan membetulkan anak rambut Ryan yang sedikit berantakan.
Awalnya Ryan sedikit terkejut. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya mendapatkan perlakuan mendadak dari Dea. Mengagumkan. Tidak sia-sia dia menjadikan Dea sebagai temannya, dia sangat tanggap situasi dan aktingnya sangat memukau.
Tidak ingin mengacaukan sandiwara Dea, Ryan pun berpura-pura bersikap manis. Dia menatap Dea dengan mesra dan menggenggam tangannya.
"Ayo!" Ryan berdiri dengan pandangan yang tidak beralih dari wajah Dea.
"Jadi... jadi... kalian.... Aaarrrgghhh!" teriak Celine tidak terima.
Tangannya ingin menarik rambut Dea namun Ryan memutar tubuh Dea dengan gerakan yang sangat cepat. Gerakan Ryan memadukan kekuatan kaki dan kecepatan menghindar. Tubuh Dea terdorong namun pegangan tangan Ryan mampu menahannya agar tidak terjatuh meskipun ujung rambut Dea telah menyentuh lantai. Tangan Ryan yang lain memberi pukulan pada tangan Celine yang membuatnya meringis kesakitan.
"Auuhh! Awas kalian!" merasa tidak ada celah, Celine pergi dari sana diikuti oleh Della yang baru saja sampai di sana.
Posisi Dea masih rawan terjatuh. Tangan Ryan menariknya dengan kuat dan membantunya berdiri tegak. Dea kehilangan keseimbangan saat kakinya berusaha berdiri dengan benar, Ryan kembali menarik tubuhnya dan meletakkan tangan yang lain di pinggang Dea untuk menopang tubuhnya.
"Terimakasih!" wajah Dea bersemu merah. Berada dalam jarak yang begitu dekat dengan Ryan membuatnya sangat malu. Begitu juga dengan Ryan, dia juga terlihat malu-malu.
"Sama-sama!" jawab Ryan masih dalam posisi semula.
"Eehheemm!" Awang berdehem melihat Ryan dan Dea tidak kunjung melepaskan pelukannya.
Mendengar deheman Awang mereka baru sadar dengan apa yang terjadi pada mereka. Selain Awang, banyak sekali murid-murid yang melihat ke arah mereka dan saling berbisik membicarakan keduanya. Ryan dan Dea melepaskan pelukannya dan berdiri saling memunggungi untuk menyembunyikan kegugupannya.
****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
nurjen
wadawwwww romantisme
2022-06-16
0
_zainwushi
manisnya
2022-04-10
0
Rozh
semangat
2022-02-09
0