mahluk tak kasat mata

orang bilang, ibu itu adalah mahluk tak kasat mata. banyak yang mengatakan juga, ibu memiliki Indra keenam. hanya dengan menatap mata sang anak saja, sudah bisa membuat sang anak menundukkan kepalanya.

"Raysha, bukanya tukang riasnya sudah datang,"

mama jaswin menghentikan langkah saat melihat sekelebat bayangan tubuh yang mirip dengan salah satu putrinya, menenteng baju di lengan kirin. kemudian mama mengikuti dibelakangnya hingga memasuki lift.

"mau kemana dia, pake ditutup segala mukanya," gumam mama, saat pintu lift sudah tertutup.

kemudian mama melangkah untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukanlah Raysha. mama membuka pintu kamar hotel Raysha pelan. walau berbunyi klik, tapi sama sekali tidak mengusik penghuni di dalamnya yang sibuk merias.

mama justru di buat terkejut saat Rasya lah yang duduk dan sedang di rias saat ini.

"ini Rasya, jadi benar itu tadi Raysha. ya Allah, apa yang sedang mereka rencanakan," gumam mama dalam hati.

kemudian menutup kembali pintu kamar itu perlahan. lalu kembali ke kamarnya dengan guratan wajah kecewa. tak pernah terpikirkan olehnya, kedua putrinya tega melakukan sebuah kebohongan besar.

mama mendorong pintu kamar hotelnya yang terletak di lorong paling ujung.

dengan langkah gontai mama berjalan menuju kasur lalu duduk sambil melamun.

"ada apa ma?" tanya papa Iwan, melihat wajah lesu istrinya dari pantulan cermin.

"hah! enggak ada apa-apa pah. mama cuma deg degan aja," kilahnya kemudian berdiri mengambil jas lalu di berikan pada papa.

"kenapa wajah mama cemberut begitu. ini hari bahagia putri mama kan?" ucap papa Iwan, sambil menerima uluran jas dari mama kemudian memakainya dengan menghadap cermin.

"jadi, gak mungkin kan kalau gak ada apa-apa," imbuh papa masih menghadap cermin menyisir rambutnya menggunakan tangan.

"beneran pah, gak ada apa-apa. papa turun duluan gih, gak enak besan sudah nunggu,"

papa Iwan mengangguk lalu menepuk sebelah pipi mama lalu pergi.

Mama menghela nafas panjang setelah papa keluar dari kamar.

kini mama sudah berada di depan pintu kamar Raysha untuk menjemput Rasya menuju pelaminan.

"seharusnya Raysha," gumamnya sambil menghela nafas panjang.

namun kali ini mama harus bertindak sebagai orang bodoh dan mengikuti permainan kedua putrinya.

bukannya mama mendukung perbuatan kedua putrinya, tapi mama lebih memberi kesempatan kepada kedua putrinya untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan.

"sudah siap," mama berjalan mendekati Rasya yang telah selesai di rias untuk resepsi malam ini.

"ma,"

sikap mama yang seolah tidak mengetahui apapun, membuat Rasya semakin merasa bersalah dan tak berani mengangkat kepalanya di hadapan mama.

"mama, tidak akan ikut campur dalam urusan kalian. tapi kalau boleh mama ingatkan, segera hentikan semuanya sebelum orang lain terluka," ucap mama dengan merapikan gaun yang ia pakai. kemudian kembali mengapit lengannya berjalan menuju tempat diadakannya resepsi.

"maaf ma," ucap Rasya pelan bahkan hampir tak terdengar oleh mama.

"seharusnya kata itu bukan untuk mama,"

mama berjalan dengan mengapit lengannya tanpa mengatakan sepatah katapun, hingga sampai di altar pelaminan.

Rasya menerima uluran tangan Alfin, untuk membantunya naik ke atas pelaminan. senyum bahagia tak lepas dari bibir Alfin, namun justru semakin membuat Rasya merasa bersalah telah menghancurkan senyum itu.

"kamu cantik,"

bisik Alfin di telinganya, dan berhasil membuatnya tersipu malu.

"dari tadi pagi kamu diam saja. kenapa? sakit," tanya Alfin di sela sela jabat tangan dengan tamu undangan yang memberikan ucapan selamat pada mereka.

"enggak, capek aja," jawabnya dengan senyum sambil menerima uluran tangan dari tamu undangan.

"belum diapa-apain udah capek duluan,"

seketika ia menoleh pada Alfin dengan dahi berkerut. namun Alfin justru memainkan kedua alisnya dengan senyum menggoda.

dua jam mereka berdiri dengan menerima ucapan selamat dari tamu undangan. akhirnya antrian yang sejak tadi mengular sudah sepi. hanya tinggal beberapa orang saja yang tampak berbincang dengan papa Iwan dan ayah Alfin.

"cepek banget ya,"

ia mengangguk tanpa menoleh pada Alfin.

"mau istirahat duluan?"

ia kembali mengangguk.

"Bunda, kita istirahat dulu ya," teriak Alfin pada bunda dan sukses membuatnya menoleh dengan mengerutkan dahi.

"iya sudah, kalian istirahat saja," jawab bunda dengan tersenyum lembut.

"kita?"

tanyanya pada Alfin dengan dahi masih berkerut.

"iya, kita. memang siapa lagi?" ucap Alfin menatapnya bingung.

kemudian ia mengangguk lemah dan menatap mama yang terlihat menghembuskan nafas pasrah.

setelah memasuki lift dan berhenti di lantai tujuh belas, ia dan Alfin masih harus berjalan sepanjang lorong karena letak kamar berada paling ujung.

"mau di gendong?" tawar Alfin yang melihatnya kesulitan berjalan dengan mengangkat gaun indahnya. sukses membuatnya melongo.

"aaaaa," ia berteriak saat Alfin tiba tiba mengangkat tubuhnya.

"pegangan,"

kemudian ia mengalungkan kedua tangannya di leher Alfin. matanya tak berkedip menatap wajah Alfin dengan lekat.

"jangan khawatir, mulai sekarang kamu bisa menatapku kapan saja kamu mau,"

ia tersipu lalu menenggelamkan wajahnya di pundak Alfin. dan membuat Alfin tertawa hingga masuk kedalam kamar.

kemudian Alfin membaringkan tubuhnya di atas kasur dengan perlahan. beberapa saat mata keduanya saling beradu, hingga Rasya mengerjabkan mata saat Alfin mengecup bibirnya.

"kenapa kaget begitu?" tanya Alfin, membuatnya menggelengkan kepala kemudian berusaha bangkit dan menghindar dari Kungkungan tubuh Alfin.

"mau kemana,"

namun pertanyaannya Alfin justru membuatnya grogi setengah mati. lalu tangannya mendorong dada Alfin agar menjauh dari hadapannya.

"g gan n ti baju,"

kegugupannya justru membuat Alfin menertawainya, hingga tubuh Alfin terguling di atas kasur.

"kenapa kamu jadi gugup begitu,"

ia tak menjawab pertanyaan Alfin, memilih berlari masuk kedalam kamar mandi dan mengunci pintu.

ia bersandar di balik pintu kamar mandi sambil memegang dadanya yang berdegup kencang.

"sialan! bisa mati kalau begini caranya," makinya sambil melepas satu persatu aksesoris yang menempel di kepalanya, mengganti pakaian dengan baju tidur. kemudian keluar dari kamar mandi dengan memeluk gaun di dadanya.

lamat lamat ia mendengar suara Alfin berbicara dengan seseorang dari arah balkon. namun setelahnya ia mendengar suara Alfin berteriak dan memaki.

ia masih sibuk menumpahkan milk cleanser di atas kapas saat Alfin mendekap tubuhnya dari belakang lalu mencium pipinya.

"maaf ya, kita gak bisa lakukan ritual malam pertama malam ini,"

matanya melotot mendengar ucapan Alfin yang masih memeluknya erat.

"aku harus pergi ke suatu tempat. istirahatlah dulu tidak usah menunggu," ucap Alfin dengan mengecup kembali pipinya kemudian pergi.

"huft!" Rasya menghela nafas sambil menundukkan kepalanya.

kemudian ia mengambil handphone-nya dan menghubungi Raysha. namun hingga beberapa kali panggilan Raysha tak kunjung menjawab telepon darinya.

"Raysha, kamu dimana?"

Terpopuler

Comments

Nanik Badriatul 'Aini

Nanik Badriatul 'Aini

raysha, apa yang kamu lakukan... ??
kasihan Rasya yang kena imbasnya
😢😢

2022-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!