Meski sedang dalam kondisi pusing, memikirkan semua hal yang datang secara tiba-tiba dalam hidupnya. Elang tetap harus menjalani hari-harinya. Sepulang kantor dia mampir ke sebuah tempat perbelanjaan untuk membeli beberapa kebutuhan pribadi. Jalanan ibukota masih saja macet dengan hiruk-pikuk padatnya kendaraan beroda, diiringi suara klakson bersahutan. Lampu merah pun berganti hijau. Elang kembali melajukan mobilnya.
Elang langsung masuk ke dalam market. Ada beberapa benda yang harus dia beli. Seorang gadis berambut pirang mendatangi Elang sambil mengulum senyum. Sepertinya dia tidak sengaja melihat Elang di sana.
"Hai, Elang."Sapaan ramah, suara mendayu memanggil nama Elang.
Siapa dia?
Elang tidak menoleh barang sekilas. Siapa lagi wanita yang sok kenal dengannya. Seolah sudah terbiasa dengan perempuan seperti itu.
"Kamu beneran Elang kan? Kamu lupa sama aku?"
Meski enggan akhirnya Elang menoleh juga. "Sorry, kamu siapa?" benar saja, Elang merasa tidak mengenal perempuan itu.
"Aku Giska. Temen sekampus dulu. Kebetulan banget ketemu lo di sini. Aku tuh pengen udang kamu ke acara reuni kampus. Aku jadi panitianya, kamu susah di hubungi, aku beruntung ketemu kamu di sini," ucap gadis itu berbicara sendiri tanpa henti.
Tidak menatap gadis tersebut, Elang yang sedang memilih beberapa barang yang dia butuhkan langsung mendorong trolly ditangannya.
"Kamu beneran belum berubah ya. Cuek banget, dan kaku," ketus Giska sembari mendengus sebal.
"Saya nggak bisa. Sibuk." Elang baru ingat perempuan yang bernama Giska, dia adalah biang gosip di kampusnya dulu.
"Lang, please kali ini aja. Atau jangan-jangan bener lagi yang dibicarakan orang-orang, kalau kamu, tuh-"
Elang mengernyitkan kening. "Saya, apa?"
"Ho-mo, apa kamu itu gay? Nggak bener, kan?" bisik gadis berambut pirang yang sedang berjinjit di sebelahnya dengan seringai. Yang pasti sengaja ingin membuat Elang merasa kesal.
Elang tersenyum miring. "Apa kaitannya saya nggak bisa datang ke acara kamu, dengan saya homo?" sahutnya tanpa merasa terhinakan dengan tuduhan itu. Sudah biasa. Dari dulu dia memang tertutup dan jarang menggandeng wanita. Bahkan ketika pernah berpacaran pun teman-temannya tidak mengetahui itu.
"Yah, kamu nggak pernah keliatan jalan dengan cewek." Giska mengangkat bahunya. "Aku undang kamu untuk bawa pasangan. Kalau kamu nolak, mungkin aja rumor yang beredar itu benar."
"Nama kamu Giska, kan?" tanya Elang.
"Suatu kehormatan kamu ingat nama ku, Lang." Gadis itu menyeringai lagi.
"Ratu gosip, gimana saya lupa." Elang mencibir.
"Hahahah apapun, aku terima. Tapi berita itu apa benar? Jadi, kamu suka sama cowok?" cibir Giska balik.
Elang geram juga pada akhirnya.
"Jangan suka menjudge orang. Kamu tidak tahu siapa saya. Kalau kedatangan saya bikin kalian semua mingkem! Fine. Saya akan datang, bawa tunangan saya. "
"Tu-tunangan?" Giska terkejut.
"Ingat kata-kata saya, jangan pernah kamu sebut saya dengan sebutan gay!"
Giska mengkerut, dia menundukkan kepalanya, takut.
Elang, dia memang tampan. Tapi sikap dingin dan kaku yang dia miliki membuat gadis takut mendekat.
"Saya bukan gay!"
...****...
Entah apa yang ada di pikiran Elang tadi. Kenapa dia harus mengatakan bahwa dia akan datang bersama tunangannya. Padahal jangankan tunangan, pacar saja tidak ada. Tapi, bukan berarti yang dituduhkan tentang dirinya adalah benar, bahwa dia seorang homo. Elang adalah cowok normal yang menyukai lawan jenis. Tapi, dia memang belum tertarik menjajaki hubungan yang seperti itu, pacaran.
Dulu dia pernah pacaran, tapi tidak berlangsung lama. Menurutnya pacaran hanya membuang waktu, diatur ini dan itu sangat merepotkan.
Besok Malam, jam tujuh.
Kata-kata Giska membuat Elang frustrasi sendirian. Bagaimana dia akan datang membawa calon tunangan. Sungguh ia mengutuk mulutnya sendiri.
Hari ini Elang kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Guntur. Saat itu Elang kembali melihat Dara sedang berdiri di tempat kemarin, memandangi ruangan rawat Guntur.
"Dara." Elang berdiri depat di depan wanita itu.
"Kak Elang."
Elang menaikkan sebelah alisnya, dia merasa agak aneh saat Dara memanggilnya dengan sebutan Kakak.
"Mau lihat Guntur?" tawar Elang.
"Enggak. Dara mau bicara dengan Kak Elang."
"Dengan saya? Kamu nggak mau liat keadaan Guntur dulu?"
Dara kembali mengangguk. "Enggak. Dara akan sedih kalau lihat keadaan kak Guntur."
Elang menghela napas panjang. "Baiklah, kita bicara."
Mereka pun berbicara di taman rumah sakit. Dara masih memilin jari-jarinya, ia kelihatan gugup bahkan berkeringat di keningnya.
Elang yang hanya memperhatikan sekilas wajah Dara, mendadak bingung apa sebenarnya yang ingin dikatakan Dara padanya.
"Kamu mau bicara apa sama saya? " tanya Elang membuka obrolan.
"Eum, itu. Dara-"
"Kamu kenapa?"
"Dara ingin—Dara, ingin..."
"Ingin apa?"
"Dara ingin menggugurkan kandungan Dara."
"Apa!"
Elang terkejut mendengarnya. Apa yang barusan dikatakan Dara? Apa dia tidak salah mendengar? Ia mengedarkan pandangan melihat situasi di sekelilingnya. Ia takut omongannya terdengar orang lain.
"Gugurkan kata kamu?"
"Iya, Kak. Dara nggak mau kalau kehamilan Dara bikin Kakak harus tanggung jawab, padahal ini bukan kesalahan Kakak." Dara menutupi kedua matanya yang meleleh. Ia tak kuasa menahan pedih. Walau dia tahu itu adalah perbuatan dosa, Dara tidak pernah bercita-cita menjadi seorang pembunuh. Apalagi ia harus membunuh darah dagingnya sendiri.
"Kamu udah gila? Kamu mau bunuh darah daging kamu sendiri?"
"Nggak ada jalan lain, Kak." Dara masih terisak-isak.
"Saya bakalan nikahin kamu, Dara."
Elang mengedarkan pandangannya lagi. "Tapi ada syaratnya."
Dara mencoba menahan tangisnya. "Syarat?"
"Iya. Saya mau tanggung jawab sampai anak kamu lahir. Setelah itu saya akan ceraikan kamu. Tapi kamu nggak perlu cemas, saya akan biayain semua kebutuhan kamu dan anak kamu, anak abang saya. Yang berarti dia juga keponakan saya."
Sekaligus calon anak tirinya, cicit hatinya.
"Dara nggak mau." Masih dengan sesenggukan sambil menggelengkan kepala.
Elang menatap tajam kedua mata Dara yang basah. "Kamu kira saya mau? Enggak. Tapi nggak ada jalan lain, hanya ini satu-satunya cara. Kamu jangan berpikiran sempit. Kamu pikir gugurin kandungan itu tidak sakit? Jangan menambah dosa kamu."
Kata-kata Elang menyentil perasaan Dara seketika.
"Satu syarat lagi. Saya butuh bantuan kamu."
Dara mengangkat lagi wajahnya. "Apa itu?"
**
Elang sudah merapikan jas yang sengaja dia siapkan. Pesta malam ini bertemakan formal, dengan dress code jas dan gaun.
Sebenarnya Elang tidak suka mendatangi pesta yang seperti itu. Tapi, Elang ingin membuktikan pemikiran mantan teman sekampusnya yang sudah salah menilainya.
Setelah siap, dia segera berangkat menggunakan mobilnya. Kemana lagi, kalau bukan menjemput wanita yang dia perkenalkan sebagai tunangannya. Elang Sebastian pasti akan membuat geger teman sekampus jika kedapatan datang menggandeng perempuan di sampingnya.
Tiba di sebuah rumah kost sederhana. Elang tak ayal menarik perhatian gadis penghuni kost di sana. Semua mata menatap kagum pada Elang, visualnya seolah tak nyata, bagaikan lukisan. Wajah yang tampan, dengan postur tubuh tinggi dan proporsional. Elang sukses menghipnotis pandangan orang sekitarnya.
"Kak Elang."
Elang menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Ia terkesiap saat perempuan muncul mengenakan gaun warna senada dengan jasnya. "Dara." Takjub, baru saat itu Elang menatap jelas wajah Dara, ia tersenyum ke arah Elang.
"Apa aku jelek?" tanya Dara merasa kikuk saat Elang menatapnya tidak biasa.
"Bu-bukan. Kamu sebenernya agak, lumayan... " katanya sambil menarik napas dalam-dalam, Elang mengusap wajahnya. "Cantik."
Dara tidak menyangka bahwa Elang akan memujinya. "Terima kasih, Kak. Maaf, Dara tadi agak kesulitan memakai gaunnya."
Gaun itu adalah pemberian Elang. Tentu Dara tidak memiliki pakaian mewah seperti itu, karena itu Elang sengaja menyiapkan semuanya.
"Kita jalan sekarang." Elang membukakan pintu mobil untuk Dara.
"Terima kasih, Kak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dee-dee
terpesona
2022-04-09
0
Dee-dee
Polosnya Dara.. 😭
2022-04-09
0
Dee-dee
duh buang gosip bisa shock juga..
2022-04-09
0