"Elang. Kamu baru pulang."
"Iya, Ma." Elang menyalimi mamanya, lalu terduduk di sofa dengan lesu. Baru saja dia habis mengantarkan Dara pulang ke kostnya.
"Gimana keadaan Guntur? Mama belum besuk dia lagi, papamu juga sakit, dia istirahat di kamarnya," ucap Rania, Mama kandung Elang.
"Belum sadar Ma. Papa sakit apa?"
"Kecapean. Mikirin Guntur."
"Karena bang Guntur belum sadar?"
"Bukan hanya itu, Lang."
Elang menautkan kedua alisnya. "Ada apa? Coba Mama cerita."
Rena meragu, ia tidak yakin apakah Elang perlu mengetahui hal itu.
"Ma. Apa Guntur bilang dia mau menikah?" tebak Elang.
"Kok kamu tahu, Lang?"
Rupanya benar, orang tuanya sudah tahu masalah yang di hadapi Guntur. "Bang Guntur kasih tahu kenapa dia mau nikah?"
"Iya. Tapi Mama penasaran dari mana kamu tahu hal itu?"
"Elang perlu bicara dengan Papa, Ma."
***
Di kamar Papanya, tuan besar Kusuma.
"Apa yang mau kamu bicarakan, Lang?" tanya Kusuma pada putra bungsunya.
"Papa udah tahu rencana Guntur untuk menikah?" tanya Elang tanpa berbasa-basi.
"Kamu tahu dari mana?"
Elang sudah menduga pasti itu yang akan diucapkan oleh papanya.
"Guntur menghamili seorang gadis, kan?"
Kusuma bak tertampar oleh kata-kata Elang. Waktu itu dia menghajar Guntur saat anak sulungnya memberitahunya. Lalu sekarang dari mana anak bungsunya itu tahu?
"Elang. Katakan kamu tahu dari mana!" bentak Kusuma dengan suara meninggi.
"Perempuan yang dihamili Guntur meminta tanggung jawab. Sebelum kecelakaan Guntur mengamanatkan agar Elang menjaga perempuan itu."
Kusuma semakin kaget, tentu dia juga geram. "Persetan! Kamu nggak perlu tanggung jawab!"
"Tapi-"
"Tidak ada tapi tapi! Itu bukan salah kamu, Elang!"
"Lalu nasib perempuan itu bagaimana?" tanya Elang. "Dia korban pemaksaan Guntur, Pa!"
"Suruh saja dia gugurkan kandungannya! Beres!" enteng Kusuma, tanpa memikirkan perasaan perempuan yang dihamili oleh putranya.
"Gila! Setega itu? Lalu bagaimana kalau perempuan itu menyebarkan berita bahwa dia dihamili putra sulung dari keluarga Kusuma. Apa Papa tidak semakin tercoreng?"
"Kasih dia uang yang banyak! Semua akan selesai dengan uang!"
Elang menggelengkan kepalanya. "Nggak semudah itu, Pa. Tidak semua bisa selesai hanya dengan uang. Gadis itu sangat polos, Elang aja nggak tega."
"Apa yang tidak bisa di selesaikan dengan uang, Lang? Lagi pula kapan lagi dia bisa mendapatkan uang banyak dengan menjual harga dirinya. Kita hargai dengan harga tinggi, papa yakin dia akan menerima dengan senang hati."
"Jangan memandang rendah harga diri orang dengan menilainya serupa lembaran rupiah. Barangkali harga dirinya jauh lebih tinggi dibanding harga diri kita sendiri, hanya kita yang terlalu jumawa, merasa uang yang kita punya dapat membeli segalanya. Padahal, tidak."
Kusuma berdecih. "Lalu, kamu mau tanggung jawab? Kamu gila, Lang! Masa depan kamu masih panjang. Papa nggak akan biarkan kamu menikah dengan gadis itu. Bikin malu!"
Elang juga tidak bercita-cita menikah muda, apalagi dengan wanita yang tidak dia cintai. Jauh dari angan dan inginnya. Tapi keadaanya berbeda sekarang. Suka tidak suka, mau tidak mau, ia memiliki rasa empati. Elang tidak bisa membiarkan gadis itu sendirian dalam keadaan berbadan dua. Terlebih itu anak abangnya sendiri.
"Lebih baik melakukan kebaikan, meski tidak kita sukai. Nantinya kebaikan itu akan kembali pada diri kita sendiri." Elang langsung pergi meninggalkan orang tuanya yang masih tertegun mendengar ucapannya.
****
Meski ini gila, tidak waras, tidak masuk akal. Tapi, Elang merasa keputusannya sudah yang paling tepat. Sambil menatap langit-langit kamarnya, Elang terbayang wajah Dara yang sedang menangis.
"Kenapa lu bisa sampai mabuk gitu sih, bang? Lu bikin anak orang hamil, mana dia masih muda banget, umurnya paling baru 17 tahun. Gue harus apa selain ambil jalan satu-satunya."
Elang baru saja memulai bisnis dibidang properti. Posisinya sebagai Founder sekaligus Owner. Saat karirnya sedang ia rintis dan mulai berjalan lancar, ujian datang padanya tanpa ia sangka.
Menikah? Elang bahkan belum berpikir ke arah sana.
"Arrrgghhhh!!"
Keesokan harinya. Elang sudah ditunggu di meja makan oleh Kusuma dan Rania. Keputusan gilanya untuk menikahi gadis yang telah dihamili Guntur, tak pelak membuat orang tuanya menolak keras tindakan yang mereka anggap bodoh itu.
"Lang. Papa perlu bicara."
Elang duduk di depan kursi papanya. "Ada apa?"
"Papa nggak setuju kamu menikahi gadis itu. Papa sudah berencana menjodohkan kamu dengan putra pak Basyir, pengusaha yang bekerja sama dengan papa."
"Hah?" Kaget, tentu saja Elang sangat kaget. Apa lagi ini, masalah satu saja belum selesai. Papanya malah ingin menjodohkan dia.
"Iya, Lang. Lagi pula latar belakang keluarga itu perempuan kan nggak jelas." Rania ikut berkomentar.
Kedua orang tuanya memiliki pemikiran yang tidak jauh berbeda. Memandang sesuatu dari sudut pandang harta dan tahta. Tapi, Elang tidak demikian, dia lebih memandang dari sudut pandang ketulusan.
"Elang udah pikirkan baik-baik. Keputusan ini yang paling tepat. Ma, Pa."
Kusuma masih tidak terima, semburat kemarahan sangat terlihat di wajahnya.
"Ini demi nama baik keluarga Kusuma. Katakan saja Elang sudah memutuskan untuk menikah. Wanita itu adalah pilihan hati Elang. Pasti semua orang tidak akan mempersoalkan lebih jauh."
"Tapi, Lang. Mau ditaruh mana muka Mama, kalau semua orang tahu menantu keluarga Kusuma bukan dari kalangan pejabat."
"Kamu jangan main-main, Lang! Papa akan lebih malu kalau orang-orang tahu latar belakang perempuan itu!"
Kata-kata orang tuanya sama sekali tidak di pedulikan Elang. "Ikuti kata-kata Elang. Kalau memang Papa dan Mama ingin semuanya baik-baik saja."
"Sejak awal anak itu cuma bikin masalah!" sentak Kusuma kesal dengan kelakuan Guntur.
"Cukup!" Elang beranjak dari duduknya.
"Jangan sepenuhnya menyalahkan bang Guntur. Dia anak yang berprestasi dulu, tapi semenjak kalian sibuk dengan politik membuat dia merasa tersingkir. Beruntung Elang tidak pernah peduli dengan kasih sayang kalian. Elang bisa hidup dengan baik tanpa memikirkan sikap acuh mama dan papa karena kesibukan. Tapi, berbeda dengan bang Guntur, dia mudah terpengaruh oleh hal-hal seperti itu."
Kusuma dan Rania hening seketika. Apa yang dikatakan Elang itu tidaklah salah. Mereka memang sibuk dua tahun ini, dengan urusan politik yang tidak berkesudahan.
"Jangan selalu menyalahkan orang lain. Sejatinya yang kita lakukan belum tentu sepenuhnya benar, begitu pula sebaliknya. Yang kita pikir orang lain bersalah, belum tentu orang itu sepenuhnya bersalah."
Meskipun Elang masih muda, tapi Elang cukup mengerti bagaimana cara bersikap.
Elang memilih meninggalkan meja makan. Dia tidak ingin tetap di sana. Sebelumnya Elang tidak peduli dengan apa yang di lakukan kedua orang tuanya. Sibuk dengan urusan masing-masing, menilai semua dapat diselesaikan dengan uang.
Beruntung segudang kesibukan membuat Elang tidak terfokus dengan hal itu. Berbeda dengannya, Guntur merasa frustasi karena orang tuanya terlalu cuek dan tidak peduli. Guntur memilih pergaulan yang bebas, mabuk-mabukan, balapan liar.
Padahal Guntur adalah lulusan sarjana yang berprestasi.
Semua bermula saat Guntur menolak untuk menjadi penerus keluarga Kusuma. Guntur lebih tertarik di bidang otomotif. Sedangkan menurut kedua orang tuanya itu adalah pekerjaan yang kurang bonafit.
Menjadi penerus keluarga Kusuma pasti jauh lebih membanggakan, terlebih Guntur adalah anak tertua di keluarga Kusuma. Itu yang diinginkan orang tuanya tanpa mempedulikan perasaan anaknya.
Saat sedang pusing. Elang memilih untuk melatih bela diri di sebuah sanggar karate. Berbeda dengan Guntur yang lebih sering berkumpul dengan teman-temannya. Elang justru sebaliknya, ia lebih suka menyendiri. Terkadang saja asistennya menemani dia untuk urusan tertentu, tapi berteman? Elang rasa dia tidak membutuhkan itu.
...****...
Di kantor.
"Pak. Mohon maaf, dari tadi saya perhatikan Bapak melamun terus. Seperti sedang ada yang mengganggu pikiran Bapak?" tanya Asistennya yang bernama Teddy.
Elang menatap Teddy sekilas. "Kamu pernah pacaran, Ted?"
"Pacaran? Tentu pernah." Teddy menjawabnya jujur.
"Masih pacaran sampai sekarang? Atau udah putus?" tanya Elang lagi.
"Masih, Pak. Saya dan dia udah pacaran lima tahun."
"Lima tahun? Lama juga." Elang mengusap dagunya.
"Memangnya ada apa, Pak? Pak Elang juga sudah punya pacar?" tanya Teddy penasaran. Bosnya itu tidak pernah terlihat menggandeng wanita.
"Jangan kepo kamu." Elang memijat pelipisnya.
"Maaf, Pak." Teddy menunduk.
"Saya mau tanya. Gimana kalau tiba-tiba pacar kamu hamil? Apa yang akan kamu lakukan?"
"Hamil?" sahut Teddy, kaget.
"Ya. Misalnya, saya ingin tahu pendapat kamu."
"Saya akan tanggung jawab, karena itu kesalahan saya juga, Pak. Sebagai lelaki harus berpegang teguh pada prinsip tidak boleh lari dari tanggung jawab kita. Apalagi itu perbuatan kita," komentar Teddy.
Elang terdiam sesaat. Teddy juga bingung kenapa bosnya menanyakan hal yang seperti itu.
"Kalau dia hamil bukan dengan kamu. Tapi kamu diharuskan tanggung jawab karena alasan amanat? Gimana menurut kamu?"
Teddy tertegun sebelum akhirnya tergelak.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Elang sambil mengerutkan kening.
"Maaf, Pak. Tapi itu lucu banget. Kalau bukan kita yang berbuat untuk apa kita bertanggung jawab. Amanat? Apa orang yang memberi amanat itu udah gila? Kenapa harus melempar tanggung jawab. Kan itu nggak adil buat diri kita, Pak."
Elang mendengarkan dan mencerna pendapat asistennya. Tapi abangnya melakukan itu pasti karena sebuah alasan. Mungkin saja itu adalah firasat sebelum terjadi kecelakaan. Tapi kata-kata Teddy tidak salah, kalau di cerna memang itu adalah tindakan bodoh, menikahi wanita yang dihamili abangnya sendiri. Arggg! Elang frustasi.
"Keluar kamu. Saya butuh sendiri."
Teddy kaget, apa dia salah bicara? Pikirnya. "Ba-baik, Pak."
"Astaga Tuhan... Kenapa saya harus mengalami hal seperti ini? Menikah?Kamu udah gila, Lang!"
Namun ini sudah menjadi keputusannya. Prinsip Elang mengatakan ada dua hal yang pantang untuk ditarik. Menarik kembali apa yang sudah dia berikan. Yang kedua, menarik kata-kata yang sudah keluar dari mulutnya.
Saat ini Elang harus bertanggung jawab atas keputusan yang telah keluar dari mulutnya itu. Dia tetap harus menikahi Dara.
...______...
^^^Update 01/01/2022^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Dee-dee
Gentleman..
2022-04-09
0
Dee-dee
semua demi prestise orang tua
2022-04-09
0
Dee-dee
astagaaaa..
2022-04-09
0