“Sa-saya, Mbak.” Zahra buru-buru melangkah maju.
“Jadi gimana nih?”
Zahra terbengong sesaat. Mendapati seseorang memperlakukannya dengan culas seperti itu, hatinya sedikit takut. Namun, lelaki itu mendatangi mereka dan memecah suasana.
“Dia mau ganti rugi, kok. Kamu jangan galak-galak begitu sama cewek cantik!”
“Cantik dari mana?” Cela gadis tomboy yang terlihat lebih muda dari mereka semua. “Matamu rabun jauh? Atau dekat?”
Dania dan Intan saling memandang, sedangkan Zahra hanya tersenyum tipis.
“Lepas dulu kaca matamu!” Lelaki itu melepas paksa kaca mata hitam yang di pakai wanita itu.
“Gini, Mas, Mbak. Tadi saya sudah menawarkan kepada Masnya. Gimana kalau mobilnya di bawa ke bengkel langganan saya, atau bisa juga ke bengkel yang kalian percaya. Biayanya ke saya.”
Dua orang bersaudara itu saling melihat satu sama lain sembari memainkan kode mata. Perasaan Dania sudah mulai tak enak, begitu juga Zahra. Jangan sampai mereka mengambil kesempatan untuk memeras, begitu pikir mereka berdua.
“Abangku besok balik ke Jakarta!”
Zahra mencoba menjelaskan lagi tentang maksud hatinya untuk bertanggung jawab. Rasanya, lebih baik langsung membawa mobil itu ke bengkel, dari pada harus membayar ganti rugi yang mungkin akan lebih mahal dari perkiraan.
“Kamu ada bengkel langganan?” tanya lelaki itu.
“Iya, kita bisa ke sana sekarang kalau mau.”
“Gini aja deh, kita cari yang terbaik dan gak terlalu mahal. Kita pergi ke bengkel langganan kamu, terus ke bengkel temenku. Kita surve dulu buat harga perbaikannya.”
Saran dari lelaki itu cukup bijak menurut Zahra. Rasanya juga gak akan rugi kalau mengikuti saran itu. Zahra menatap Dania dan Intan bergantian.
“Aku temenin kamu!” “Tenang aja.” ucap keduanya.
Mereka akhirnya mencapai kesepakatan dan pergi ke bengkel untuk menanyakan harga perbaikan. Di satu bengkel langganan Zahra, biaya seluruhnya hampir menyentuh angka sepuluh juta. Sedangkan di teman lelaki itu, hanya tujuh juta. Selisih harga yang cukup banyak membuat Zarha berpikir positif.
“Jadi, mau gimana?” tanya Zahra.
“Itu terserah padamu. Hal yang jelas, di bengkel temanku kualitas pengerjaannya cukup bagus. Lagi pula, harga juga murah.”
Tanpa berpikir panjang, Zahra menyetujui untuk memperbaiki mobil Jazz itu di tempat mereka. Zahra bahkan memberikan uang muka sebagai bukti jika dia benar-benar bertanggung jawab.
“Bengkel udah fix, untuk ke depannya gimana?” tanyanya.
Zahra seketika memahami maksud lelaki itu. Dia bahkan memberikan nomer ponselnya begitu saja tanpa ragu.
“Jordhan, dia sepupuku, Sintia.”
“Aku Zahra, ini Dania, dan Intan.”
“Oke, Zahra. Aku save nomermu. Kalau mobil sudah selesai, aku akan menghubungimu.”
Masalah ganti rugi akhirnya selesai dengan baik-baik. Zahra akhirnya mengantarkan Intan untuk mengambil motor yang dititipkan di warung. Juga, meminta maaf pada Dania karena sudah meninggalkannya di cafe begitu saja.
Tanpa di sadari, langit sudah gelap. Zahra bahkan belum sempat makan sesuap nasi sejak tadi siang. Perutnya pun merasa cukup perih.
Beruntung, saat itu Dania tidak ikut turun dan memilih menemani Zahra pulang. Sehingga ia menyadari raut wajah Zahra yang pucat.
“Wajahmu kenapa pucat, Ra?”
Zahra menoleh, menatap Dania yang sedang menyetir. “Maag ... kayaknya kambuh!”
“Zahra! Kebiasaan!”
Dia, Dania. Seorang wanita karir yang mengurus bisnis konvesi. Satu tahun lebih tua dari Zahra dan masih lajang. Satu-satunya sahabat Zahra saat berada di bangku sekolah. Sejak dulu, Dania memang cukup cerewet. Tentang apa pun itu, bahkan perihal makan dia pun akan cerewet. Sama seperti sekarang, saat sahabatnya lupa makan sampai maaghnya kambuh.
Sesampainya di rumah. Dania buru-buru mengisi botol dengan air hangat, lalu membantu Zahra mengompres perutnya. Tak lupa, menyuruhnya minum obat.
“Suamimu kapan pulang?”
“Dia udah pesan penerbangan lusa.”
Dania menghela napas kasar sambil menyodorkan bubur yang mereka beli sebelum pulang.
“Begini nih, aku mana tega pulang!”
“Nginep aja. Lagian udah jam 9 juga.”
Tidak ada alasan bagi Dania menolak tawaran Zahra. Lagi pula, dia juga sering menginap saat Abram pergi untuk mengurus proyek.
Benar, setidaknya dalam sekali atau dua kali, Abram selalu pergi keluar kota untuk mengurus proyek. Paling cepat dua hari, paling lama ... bisa setengah bulan. Selama ini, hanya Dania yang selalu bisa diandalkan oleh Zahra selama Abram pergi. Itu karena dua temannya yang lain sudah berkeluarga, bahkan satu diantaranya sudah mempunyai dua anak.
“Ni ... Nia ....” Zahra menggoyangkan tubuh Dania yang sudah tertidur pulas. Setidaknya tiga kali Zahra memanggil Dania dengan suara serak dan terdengar berat. Sampai akhirnya, Zahra terbangun.
“Ya Allah, Ra!!”
...🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃...
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar yang baik dan bijak. Jika suka, jangan lupa like dan masukkan ke daftar Favorit. Jika tidak, Anda bisa langsung meninggalkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Andriani
baca baca terus... cerita kk oke semuanya
2025-01-03
0
Henda Rina
mungkin keluar kota bkn kerja tapi selingkuh kali ya🤣🤣🤣
2022-02-01
5
Hanipah Fitri
bukan pergi keluar kota tapi menggilir 🤣
2022-01-12
6