Nyko membuka pintu gudang itu secara perlahan, melahirkan suasana ambigu dalam pikiran Tiffany. Mata Nyko menatap nakal pada Tiffany. Di tengah aktingnya itu, ia mati-matian menahan tawa karena raut wajah Tiffany yang benar-benar lucu.
“Ayo masuk” Ajak Nyko sambil melingkarkan tangannya di pinggang Tiffany secara agresif.
“Nggak” Tolak Tiffany langsung.
“Masuk”
“NGGAK, GUE NGGAK MAU!” Tiffany berusaha menjauh. Namun tangan Nyko terlalu erat memegang tubuhnya yang hanya sebatas bahu sang lelaki.
“Lo diam aja, jangan ngebantah ucapan gue.” Nyko menarik tubuh Tiffany hingga berbenturan dengan dada bidangnya.
“Nyko lepasin gue…” Pinta gadis itu setengah memberontak. Ingin sekali ia menangis saat ini juga, semua orang pasti akan nethink saat ada dalam situasi seperti ini.
Tanpa menghiraukan perkataan Tiffany, Nyko memasuki ruang itu dan menghempaskan tubuh Tiffany di sofa ruang tersebut. Tak terlalu kasar tapi tetap saja sakit.
“Duduk di situ” Laki-laki itu beralih pada sebuah lemari yang memang ada di situ. Mencari sesuatu.
Tiffany memperbaiki helai rambutnya yang menghalangi pandangannya, matanya beralih untuk menatap ruangan yang menjadi tempat keberadaannya dan juga Nyko. “Ini ruangan apa?” Tanya Tiffany heran karena ruangan itu bersih.
Biasanya ‘kan gudang itu kotor dan berdebu.
“Tongkrongan gue” Jawab Nyko seraya duduk di samping Tiffany. Ia menuangkan air berwarna ke dalam kelas dan memberinya pada Tiffany, “Minum” Tawarnya dengan seringai nakal.
Tiffany menerima gelas itu dan mencium aromanya terlebih dahulu, “Ini apa?” Tanyanya setelah mencium aroma menyengat dari minuman itu.
Nyko menyunggingkan senyumnya lalu menunjukkan botol minuman itu pada Tiffany.
“Bir? Lo mau bikin gue mabuk? Emangnya dibolehin apa?” Tiffany meletakkan gelas itu di atas meja dan menatap tajam pada Nyko saat mengambil alih gelas yang tadi ia sodorkan pada Tiffany.
“Banyak omong” Katanya lalu meneguk minuman keras itu hingga tandas. Lalu menuangkannya kembali.
Tiffany menatap tak suka dengan kelakuan Nyko, “Benar-benar” Ucapnya lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Gak minum?” Nada suara itu terdengar meledek di telinga Tiffany.
Gadis itu memasang wajah jenuh dan masam, “Gue mau ke ruang musik” Tiffany bangkit berdiri dan
menjauhi Nyko yang masih sibuk dengan minumannya.
“Hati-hati kalau lewat pintu itu” Perkataan Nyko membuat Tiffany diam beberapa saat, menunggu kelanjutan ucapan dari Nyko.
“...gue rasa ada yang ngeliat kita masuk ke sini, jadi lo tahu sendiri lah pikiran mereka mengarah
kemana” Nyko berkata dengan datar.
Tiffany menjadi ragu untuk keluar, tapi jika ia tak keluar maka pikiran ‘orang itu’ akan semakin ngambang ke segala arah hinggan bercabang-cabang.
Nyko bangkit berdiri dan mendekati tubuh Tiffany yang diam bergerak dan membelakanginya. “Gak jadi keluar?” Nyko semakin dekat dengan Tiffany.
Hingga ia berdiri tepat di belakang punggung gadis itu dengan jarak yang begitu dekat.
Tiffany membalikkan badannya dan terkejut dengan jarak antara dirinya yang begitu dekat dengan Nyko.
“Astaga Tuhan” Kagetnya sambil mundur selangkah untuk menjaga jarak, “Lo ngapain berdiri di situ sih?” Tiffany berkata dengan kesal kepada Nyko yang malah menyengir garing.
“Menurut lo?” Nyko semakin mendekati tubuh mungil Tiffany, senyum nakalnya tak pernah luntur. Entah ia menakuti atau benar-benar memiliki nafsu akan Tiffany.
Tiffany terus mundur untuk menjaga jarak dengan Nyko. Namun apalah daya, tembok di belakang justru menghalangi pergerakannya.
Nyko mengunci tubuh Tiffany dengan kedua tangan kokohnya. Dan tubuh mereka hampir saling menempel. Kali ini ia tak akan membiarkan mangsanya kabur.
Bau bekas minuman itu begitu menyengat di indera penciuman Tiffany, dan itu sangat mengganggunya. “Lo di sini aja, berdua, sama gue” Bisik Nyko di telinga kiri Tiffany.
Bulu kuduk gadis itu meremang, ia merinding mendengar bisikan yang terdengar seperti bisikan setan. “G-gue mau ke kelas”
“Lo emang cewek yang gak tahu terima kasih ya”
Tiffany mengernyitkan dahinya.
“Seragam yang lo pake itu adalah seragam dari gue. Pembelian gue” Ucap Nyko dengan menekankan dua kata di akhir.
Tiffany menatap seragam yang melekat di tubuhnya. “Tapi yang ngasih ini Nori” Bela Tiffany tak mau kalah dengan perkataan yang dilontarkan oleh Nyko.
“Gue yang nyuruh” Tiffany terlihat tak percaya akan apa yang ia alami seharian ini. Apakah waktu berhenti dan membuatnya terjebak dalam situasi yang tak ia sukai ini?
“Lo pilih, temenin gue di sini atau gue bikin nama lo tercoreng di SMA Mentari” Bukankah itu adalah sebuah ancaman? Namun mengapa Tiffany terlihat biasa saja?
“Ingat, gue selalu mengamati lo selama ini dan gue tahu setiap perbuatan lo” Gertaknya .
Tiffany mendorong dada Nyko agar sedikit menjauh, ia menatap laki-laki itu datar. “Lo bisa ngasih tahu kesalahan gue selama ini? Ingat, gue cewek baik-baik, gue anak teladan. Nggak kayak lo” Ucapan itu bukanlah ‘tong kosong nyaring bunyinya’.
Buktinya saja saat ini Nyko membolos di tengah jam pelajaran efektif.
“Lo anak teladan tapi otak loading lambat, gue pembolos tapi otak gue udah di atas rata-rata” Nyko menyindir tingkat kepintarannya dengan Tiffany yang benar-benar lemot dalam masalah pembelajaran.
Tiffany mengalihkan pandangannya, “Lo bau alkohol, gue nggak suka” Ucapnya terang-terangan.
“Nanti juga terbiasa”
“Gila”
Nyko mendekatkan wajahnya, hingga pangkal hidung mereka saling bertemu. Tiffany menatap manik hitam Nyko. Begitu pula dengan sebaliknya, Nyko menatap manik cokelat Tiffany.
Jarak antara bibir mereka tinggal beberapa senti lagi untuk bisa bertemu. Takut hal yang
tidak-tidak terjadi, Tiffany mengangkat telapak tangannya untuk menutupi mulutnya.
Namun apa yang terjadi, bibir Nyko menyentuh telapak tangan Tiffany hingga membuat sang empunya membulatkan kelopak matanya. Dengan sekuat tenga ia mendorong tubuh Nyko.
“Brengsek, sekali-kali bibir lo itu harus disemen supaya nggak ngelakuin hal yang mengarah ke pelecehan seksual” Tiffany menghapus bekas bibir Nyko di punggung tangannya. Bagai itu adalah virus mematikan.
“Lo aja yang bego, udah tahu jarak deket banget. Lo malah mau nyelipin tangan lo itu di tengah-tengah, mana muat bego” Nyko berkata dengan jengkel akan cara berpikir Tiffany.
“Siapa yang bego?!” Tanya Tiffany setengah berseru.
“Lo, Tiffany Anatasya Agnes” Nyko menunjuk wajah polos Tiffany dengan telunjuknya.
Tiffany tak terima jika dikata-katai oleh orang yang baru ia kenal. Apalagi jika nama lengkapnya, menurutnya itu adalah sebuah penghinaan.
Dengan gerak cepat Tiffany menggigit telunjuk nyko yang ada di depan wajahnya.
“Shit, lepasin jari gue! Woy..woy..woy!” Nyko mencoba menarik jarinya agar keluar dari gigitan Tiffany.
Tiffany melepas jari Nyko lalu menendang tungkai kaki laki-laki itu dengan keras. “Rasain lo” Tiffany keluar dari tempat itu, meninggalkan Nyko yang masih mengaduh kesakitan akan ‘double kill’ dari ceweknya yang begitu ‘ganas’.
“Sialan banget tuh cewek, ampe mati rasa jari gue” Gerutu Nyko seraya menggerakkan telunjuknya yang biru akibat gigitan Tiffany.
“Kayaknya gue nyesel jadiin tuh cewek jadi pacar gue” Gumam Nyko bermonolog “Lama-lama gue rabies karena tuh cewek”
Di sela kekesalan Nyko, pintu ruangan itu kembali terbuka setelah kepergian Tiffany. Nyko menatap ke arah pintu yang terbuka itu. Seorang perempuan berambut panjang keriting gantung masuk ke situ dan menatap pada Nyko.
Instagram : fionakesl259
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments