Malam ini Samantha harus membujuk si kecil Rheinna dulu untuk dia tinggal jaga malam gantiin Putri. Devan berusaha meyakinkan dia bahwa Sheilla dan Rheinna akan baik-baik saja. Bahwa dia sanggup menjaga anak-anak mereka dengan baik. Dan dengan sangat berat hati Samantha akhirnya meninggalkan dua putri kecilnya.
Tiba di klinik masih ada beberapa pasien yang datang tadi sore menunggu giliran diperiksa. Samantha segera memakai perlengkapan jaga di ruang jaga. Sebelum masuk keruang praktek dokter untuk mulai bekerja, dia sempatkan dulu melihat jadwal jaga malam ini. Dan matanya tertuju pada jadwal dokter yang menemani perawat hari ini jaga. Deg. Jantungnya berdegup sangat kencang. Dokter jaga malam ini adalah dokter Alan. Samantha mematung sejenak, memikirkan langkah apa yang harus dia ambil saat ini. Tidak mungkin menghindar dan pulang. Tanggung jawab jaga malam ini ada padanya. Samantha hanya bisa menarik nafas panjang dan berdoa semoga malam ini bisa dia lewati dengan baik.
Jam dinding menunjukkan pukul 23.30 WIB. Pasien sudah pulang semua dan klinik sudah mulai sepi. Samantha membuka perlengkapan jaga APD level 3 yang dipakainya dan bergegas keruang belakang untuk cuci tangan. Baru saja Samantha hendak membuka pintu sekat menuju ruang belakang, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahunya dari belakang.
" Tha...kukira kamu libur hari ini" suara lembut dan hangat dokter Alan sudah tepat di belakang Samantha. Dengan sikap dan mimik wajah yang berusaha diatur sedemikian rupa agar terlihat biasa, Samantha membalikkan badan dan berusaha menatap wajah dokter Alan.
Dengan nada yang berusaha ia datarkan akhirnya Samantha berhasil menguatkan diri untuk bersikap seolah yang ada di depannya itu adalah teman biasa, bukan dokter Alan.
" Oh iya Dok, saya gantiin Putri malam ini". jawab Samantha. "Permisi Dok...saya cuci tangan dulu" lanjut Samantha.
Dokter Alan mengangguk pelan dengan tatapan mata masih mengikuti kemana arah Samantha pergi.
Dokter Alan duduk di kursi pencatatan arsip pasien saat Samantha tiba di ruangan. Kursi yang seharusnya menjadi tempat duduk Samantha melewati malam ini dengan mencatat arsip file pasien. Tapi dokter Alan sudah menguasai tempat itu, jadi terpaksa Samantha harus mencari tempat duduk lain untuk menulis dengan nyaman.
" Permisi ya dok..." ucap Samantha dengan nada sopan sembari mengambil dokumen-dokumen yang ada di hadapan dokter Alan. Tanpa sengaja Samantha menyenggol tangan dokter Alan dan tangan mereka bersentuhan sejenak. Samantha merasakan desir aneh lagi dalam hatinya. Terlebih saat matanya tanpa sadar beradu tatap dengan dokter Alan. Sudah sangat jelas dokter Alan memiliki perasaan khusus pada Samantha. Tapi Samantha berusaha menepis pikiran itu jauh-jauh dari benak dan pikirannya.
Samantha bergerak menjauh dari tempat duduk dokter Alan dan mulai berusaha fokus mencatat dan kadang mengecek data pasien di komputer. Sebuah alunan lagu yang tidak asing Samantha dengar mengalun memecah kesunyian yang tercipta antara mereka berdua.
"..cinta karena cinta tak perlu kau tanyakan..
tanpa alasan cinta datang dan bertahta...cinta karena cinta jangan tanyakan mengapa...tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara...".
Lirik lagu Cinta Karena Cinta nya Judika berbunyi lirih mengisi ruang diantara mereka. Tangan Samantha seolah lebih memilih untuk mengikuti lagu itu dan tidak menghiraukan perintah otaknya untuk tetap pura-pura sibuk. Tak satupun huruf tertulis oleh tangannya, justru matanya tanpa sadar menghadap ke dokter Alan. Dan yang Samantha lihat didepannya adalah sorot mata dokter Alan yang sedang menatapnya lekat. Dokter Alan terus menatapnya lekat tak berkedip. Samantha memilih untuk menunduk dan kembali ke aktivitas semula. Hati Samantha bercampur aduk kacau tidak berwujud. Satu sikap dokter Alan yang baru ditemuinya hari ini, dokter Alan seolah ingin menunjukkan perasaannya pada Samantha. Tapi batin Samantha berkecamuk. Dia berpikir ini adalah satu kesalahan besar yang tidak boleh dilanjutkan atau semua akan hancur, atau semua akan tersakiti. Ya semua akan tersakiti. Samantha, dokter Alan, Devan, dan Lina, tunangan dokter Alan.
"Jadi semua ini harus dihentikan, disudahi dan stop sampai disini.." batin Samantha. Tanpa sadar dia sudah mencorat-coret kertas di depannya yang harusnya dia isi dengan data pasien masuk sore tadi.
Aroma kopi panas menyengat hidung Samantha. Seperti baru terjaga dari tidur, Samantha kaget saat seseorang menepuk bahunya.
" Tha..kamu melamun lagi.." bisik dokter Alan.
"Minum kopi dulu, biar hangat badannya, setelah itu baru kerjakan file-file itu. Setelah itu... istirahat. Aku ada diruangan sebelah kalo kamu perlu aku.." lanjut dokter Alan tanpa menunggu jawaban Samantha. Dokter Alan menatap Samantha dan tersenyum lalu berlalu pergi menuju kamar jaga dokter. Samantha hanya terdiam, memikirkan yang sedang terjadi didepan matanya. Tapi seperti merespon perkataan dokter Alan dengan baik, otaknya Samantha menuruti satu persatu perkataan dokter Alan tadi. Samantha menyeruput kopi susu panas di depannya, lalu fokus kembali pada file-file di depannya. Baru saja Samantha selesai membereskan semua file-file itu, saat bel klinik berbunyi.
..Ding dong..Ding dong...
Hmm...pasien di dini hari. Samantha sempat menoleh jam dinding. Pukul 01.15 WIB.
Dengan sigap Samantha menuju pintu depan klinik dan mulai memberikan pertolongan pada pasien. Selesai mengukur tekanan darah dan tanda-tanda vital pasien, Samantha menginformasikan pada pasien dan keluarganya untuk menunggu kedatangan dokter jaga. Samantha bergegas menuju ruang sebelah yaitu kamar jaga dokter.
Di kamar jaga Samantha mendapati dokter Alan sedang tertidur di kursi. Masih dengan kacamata dan handphone di genggaman tangan. Samantha merasa tidak tega membangunkan dokter Alan, tapi kewajiban memberikan pelayanan pada pasien tetap harus diutamakan.
" Dok... ada pasien..." ujar Samantha sambil menepuk-nepuk bahu dokter Alan dengan pelan. Dokter Alan segera terjaga dan kaget melihat Samantha sudah ada di depannya.
" Kamu perlu saya Tha?" tanya dokter Alan sambil merapikan rambutnya.
" Iya dok... pasiennya perlu dokter" jawab Samantha kaku.
"Oh iya ya...saya jaga malam..saya kira lagi di kamar saya" jawab dokter Alan sambil tersenyum aneh ke Samantha.
" Helloo...ini kan klinik, ya kali di kamar dokter..mimpi kali tadi dokternya ya.." batin Samantha sambil mengusap jidatnya yang jelas-jelas tidak hangat. Tapi dia simpan jawabannya itu dalam hati. Sebenarnya ingin rasanya dia bisa bersenda gurau dengan dokter Alan seperti teman biasa. Tapi apalah daya, setiap kali berhadapan dengan dokter Alan, yang ada justru sikap mereka berdua kaku, dan hanya keluar kata "hai". Dan tentu saja dengan debaran di dada yang tidak beraturan. Hanya Tuhan yang tahu perasaan apa ini.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 02.30 WIB saat Samantha dan dokter Alan selesai menangani pasien. Samantha segera melepaskan gown jaga yang dipakainya beserta perlengkapan APD lainnya. Ia bergegas ke wastafel ruangan untuk mencuci tangan. Tapi saat akan kembali keruang tengah untuk bersiap-siap istirahat di kamar jaga perawat, didepannya sudah berdiri dokter Alan. Samantha mencoba tersenyum dan menganggukkan kepala sopan. Namun respon dokter Alan justru datar dan tetap menatapnya.
" Permisi Dok.." ujar Samantha mencoba mencairkan suasana beku sambil mencoba berlalu melewati dokter Alan yang masih berdiri didepannya.
" Tha... kita harus bicara..sekarang tha. Ada yang harus aku katakan sama kamu. Aku nggak mau nunggu besok.." ucap dokter Alan pelan tapi tegas.
"Maaf dok...tapi ini sudah larut malam, dan saya harus istirahat " jawab Samantha dengan menunduk. Samantha tidak berani menatap mata dokter Alan yang seolah menghipnotis dirinya. Samantha berusaha berlalu tapi dengan sigap tangan dokter Alan memegang pergelangan tangannya dan membalikkan badan Samantha dengan mudah sehingga mereka tidak lagi saling membelakangi. Samantha benar-benar merasa beku dan tidak tahu harus bertindak apa. Dia diam dan memandang dokter Alan.
Dokter Alan menggandeng tangan Samantha menuju teras disamping ruangan cuci tangan. Dari bangunan lantai 2 itu terlihat kerlap kerlip lampu di rumah penduduk yang terlihat dari atas tempat mereka berdiri. Samantha masih diam membisu.
"Tha..aku tau semua ini bagi kamu salah dan nggak seharusnya kayak gini. Jujur..aku pun sama tha...aku bingung atas semua ini. Aku nggak ngerti perasaanku sendiri. Aku tau kamu udah milik seseorang tha...tapi aku nggak bisa.." kata-kata dokter Alan tertahan melihat Samantha yang terus membisu.
"..aku ngga bisa tha...aku bener-bener nggak bisa nahan untuk nggak mikirin kamu, memperhatikan kamu, bahkan aku nggak bisa tidur hanya karena aku terus terngiang suaramu... tolong jelaskan sm aku tha... aku harus bagaimana.." ujar dokter Alan dengan menggebu. Akhirnya dokter Alan bisa menarik nafas panjang setelah semua beban hatinya bisa dikeluarkan dari bibirnya.
Nafas Samantha tercekat. Dia benar-benar tidak menyangka malam ini dokter Alan akan mengungkapkan perasaannya seperti itu.
"Dok...ini salah..apapun perasaan yang ada itu nggak boleh dilanjutin. Sebentar lagi dokter akan menikah dengan dokter Lina kan? Kita harus berusaha akhiri semua ini dok.." akhirnya Samantha bisa menjawab dengan tegas apa yang sejak dua Minggu belakangan ini hanya jadi rangkaian kata dalam benaknya.
Dokter Alan spontan menoleh ke arah Samantha dan mendekat.
" Aku butuh waktu untuk itu...nggak semudah seperti yang kamu bilang.. Kalau aku memilih untuk menuruti kata hatiku, nggak akan ada yang bisa menentang, termasuk kamu..." bisik dokter Alan pada Samantha. Ia kelihatan gusar. Dan untuk pertama kalinya Samantha melihat wajah dokter Alan tanpa senyuman.
" Sudah malam dok...saya harus istirahat.." ujar Samantha mencoba berlalu pergi. Tapi dokter Alan dengan sigap menahannya. Dan detik selanjutnya tak akan bisa Samantha lupakan. Bibir hangat dokter Alan menyampaikan luapan perasaannya pada Samantha. Mengungkap kerinduan dan perasaan tanpa bahasa. Malam menjadi saksi cinta tanpa alasan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments