Kesibukan yang manis

" Yank, aku brangkat dulu ya... jaga anak-anak.. nanti ingat antar Sheilla les nari jam 3 yaa.." ujar Samantha pada Devan, suaminya. Samantha memang sudah terlalu sibuk sebenarnya dengan 2 anak yang sudah mulai sekolah. Sheilla dan Rheinna, gadis kecil usia 10 tahun dan 6 tahun. Yaa...menjaga dua putri kecil memang sudah sangat menyita waktu Samantha. Tapi dia harus tetap bekerja untuk menopang ekonomi keluarga. Devan yang tenaga honorer di sebuah sekolah menengah umum, memperoleh penghasilan yang tidak seberapa banyak untuk menghidupi keluarga kecil mereka. Jadi mau tidak mau Samantha harus bekerja. Samantha sebenarnya ingin mempunyai banyak waktu luang untuk bersama kedua putri kecil mereka.

Dengan menggunakan jasa Abang ojek, akhirnya Samantha sampai di klinik tempatnya baru bekerja. Ini adalah hari pertama dimana dia tidak boleh terlambat.

Kecelakaan besar 6 tahun yang lalu masih menyisakan trauma berat baginya sehingga dia belum berani mengendarai sepeda motor sendiri. Yah terpaksa untuk pulang pergi setiap hari Samantha harus menggunakan jasa ojek. Atau kalau suaminya, Devan lagi free kadang dia yang mengantar Samantha.

Setibanya di klinik Samantha segera menuju kamar pegawai untuk menyimpan barang bawaannya di loker.

" Hai, kamu jaga pagi?" sapa sebuah suara yang sudah tak asing di telinga Samantha. Ya, suara yang akhir-akhir ini sering terngiang di telinganya walaupun dia sedang beraktivitas di rumah. Baru saja Samantha siap menjawab sapaan itu, si pemilik suara sudah sigap berdiri di belakangnya.

" Eh hai, iya dok..saya....mmm...jaga pagi, dokter Alan juga jaga hari ini?" tanya Samantha agak kikuk.

" Iya..kita berdua jaga pagi hari ini, Papa ada urusan keluar, jadi aq diminta gantiin Papa" jawabnya santai disertai senyuman ramah yang khas. Akhh...senyum itu, kenapa setiap dokter Alan tersenyum Samantha merasa aneh. Tapi segera ditepisnya jauh-jauh perasaan itu.

Pagi ini di klinik lumayan sibuk karena pasien yang berkunjung untuk berobat terus berdatangan. Sampai di pukul 13.00 akhirnya mulai sepi. Samantha bergegas membuka sarung tangan yang dikenakannya tadi selama bertugas dan mencuci tangan.

Ruangan praktek yang tidak terlalu luas dan terdapat hanya satu wastafel dalam ruangan membuat Samantha terus merasa kikuk saat berada dalam satu ruangan dengan dokter Alan. Padahal biasanya Samantha merasa biasa-biasa saja dengan rekan kerja laki-laki yang lain. Dokter Alan memang sedari tadi menatapnya, bahkan dengan bersenandung kecil..

"...sejak jumpa kita pertama ku langsung jatuh cinta...walau kutahu kau ada pemiliknya..."

Potongan lagu dari penyanyi almarhum Chrisye itu disenandungkan oleh dokter Alan sambil menatap ke arah Samantha.

Samantha tahu itu dan mulai mengambil ancang-ancang untuk segera pergi dari ruangan itu. Tiba di luar ruangan Samantha menghirup nafas panjang. Baru saja dia hendak menuju kamar pegawai untuk mengambil botol air minumnya, penunggu pasien dari ruang Angsoka, ruang kelas 1 untuk pasien rawat inap memanggilnya dan meminta untuk dilihat kondisi keluarganya diruangan. Samantha melupakan rasa hausnya dan bergegas kembali ke ruangan untuk mengenakan gown dan sarung tangan. Tapi di depan pintu ruang praktek dokter, ia terhenti dan ragu-ragu untuk masuk ke dalam karena dokter Alan masih disana. Tapi demi kewajiban harus segera melihat kondisi pasien dan melaporkannya ke dokter, dia memberanikan diri untuk masuk.

" Permisi dokter.." ujarnya saat melihat dokter Alan masih duduk manis di kursi. Masih dengan rasa kikuk yang berusaha ia sembunyikan, Samantha mencari tempat handscoen / sarung tangan praktek yang tidak dia temukan ditempat biasa.

" Disini..." Dokter Alan menunjuk tempat handscoen yang kini sudah berada di sebelah tempat duduk dokter Alan.

Samantha menganggukkan kepalanya dan meraih sarung tangan itu. Tapi ternyata tempat sarung tangan itu agak dibawah tempatnya sehingga Samantha harus merunduk untuk meraihnya. Dan beberapa detik kemudian adalah peristiwa yang mengubah hati dan perasaannya. Setelah meraih sarung tangan itu Samantha mendongak dan otomatis jarak antara dia dan dokter Alan sangat dekat.

" Gimana, ktemu sarung tangannya?" tanya Dokter Alan sambil berbisik hingga membuat Samantha kaget. Alhasil Samantha dengan reflek menoleh ke arah suara dan tanpa sadar mendongak. Wajahnya dan wajah dokter Alan begitu dekat...sangat dekat...hingga suara nafas dokter Alan yang berat dan terburu-buru begitu jelas terdengar oleh Samantha. Dan satu lagi.. Bibir itu terasa hangat walaupun hanya tersentuh di bibirnya dalam sepersekian menit.

Dengan kaku dan perasaan campur aduk, Samantha berusaha berlalu dari tempat itu tapi tangan dokter Alan menggenggamnya.

" Per..misi...dok... " ujar Samantha melepaskan genggaman tangan dokter Alan dan segera berlari keluar dari ruangan itu.

Samantha keluar ruangan dengan perasaan kacau dan bercampur aduk.

"Aku tidak boleh begini, ini salah, tidak boleh seperti ini" rutuknya dalam hati.

Sementara di dalam ruangan, dokter Alan bersandar di kursi sambil termangu. Dia mereka ulang peristiwa tadi.

"Ada apa denganku...aku tidak seharusnya seperti ini, aku harus ingat bahwa aku sudah ada Lina.." gumamnya. Tapi dia tidak bisa melupakan semburat teduh tatapan mata Samantha. Keteduhan yang tidak bisa ia temukan pada orang lain termasuk Lina, tunangannya. Sorot mata yang membuat hatinya teduh dan nyaman hanya pada diri Samantha.

"Alan, duduk sebentar..ada yang ingin mama bicarakan". Dokter Alan tertegun mendengar panggilan mamanya yang ternyata sudah menunggunya di ruang tamu malam itu.

"Nggak bisa besok aja Ma? Alan capek mau istirahat" jawabnya sambil berusaha menunjukkan ekspresi yang benar-benar kelelahan.

"Sebentar saja, ada yang ingin Mama tanyakan tentang seseorang". Suara tegas Mamanya mulai membuat Dokter Alan membaca situasi yang tidak bagus. Segera dia urungkan niatnya menuju tangga kamarnya dan berbalik arah menuju tempat duduk sang Mama.

"Ada apa Ma? Kenapa Mama tampak begitu serius? Seseorang...siapa maksud Mama?" tanyanya.

"Samantha.." ujar mamanya datar dan singkat namun cukup membuat debar jantung dokter Alan seketika bertambah cepat.

"Alan, beberapa hari ini Mama mengamatimu, dari sikap yang tak biasa, perubahan kebiasaan dan juga laporan beberapa orang ke Mama...tentang kamu dan Samantha" ujarnya.

"Apa kamu ada perasaan khusus pada Samantha? Kalau ada, lupakan Nak. Kamu sudah bertunangan dengan Lina kan? Dan lagi, kamu kan tahu kalau Samantha itu sudah bersuami dan sudah punya seorang anak. Jadi Mama nggak akan izinkan kalian dekat karena nanti bisa mengundang masalah" lanjutnya panjang lebar.

Alan menarik nafas panjang. Tak ada yang ingin dijelaskannya. Perasaan yang dia miliki untuk Samantha cukup dia yang tahu. Tapi dia harus menyelesaikan percakapan ini agar tidak jadi perdebatan panjang dengan mamanya.

"Baik Ma...aku akan jaga jarak dan sikap" jawabnya singkat.

"Sekarang aku mau istirahat dulu Ma, kepalaku agak pusing" lanjutnya sambil beranjak dari tempat duduknya dan segera menuju tangga kamarnya. Dia ingin segera sampai di kamar untuk melanjutkan renungannya di klinik tadi siang tentang Samantha.

Mamanya mengangguk pelan dan membiarkan Alan berlalu. Ia paham sifat anak bungsunya itu yang tidak suka berdebat panjang. Walaupun dalam hatinya masih ada satu ganjalan perasaan yang belum selesai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!