Pagi yang membingungkan. Tidak ada sedikitpun ingatan tentang kejadian semalam yang melintas di benaknya. Ini membuat Sasa kesal merutuki dirinya di dalam kamar mandi.
“Otakkkkk….. kenapa sih kamu ga bisa ingat apa-apa? Baru juga minum red wine… bisa-bisanya aku hangover (mabuk)! Malu-maluin! Kenapa juga hal konyol ini harus sama om Deni? Hah!” Mengoceh sambil menggosok gigi. “Nasi udah jadi bubur. Percuma juga aku ngomel-ngomel di depan cermin. Mending aku makan dulu. Siapa tahu habis perut terisi, aku bisa ingat sesuatu,” ucap Sasa berlanjut memilih baju setelah selesai mencuci muka dan gosok gigi.
Bau masakan mulai tercium di ruang tengah. Tapi yang menjadi perhatian Sasa saat ini bukanlah soal bau masakan.
“Sa… sorry aku tadi lihat ada jemuran baju kamu yang ukurannya gede. Jadi aku pakai sekarang. Pinjam dulu ya,” ucap Deni membuat Sasa melongo. Kaos putih dan celana kolor itu nampak cocok dipakai oleh Deni.
“Iya, om…” balas Sasa. “Lucu juga,” gumam Sasa dengan menutup mulutnya.
“Sini, kita makan! Aku buatin nasgor pakai telor mata sapi kesukaanmu,” ucap Deni.
Meski masih merasa canggung akibat kejadian semalam, kini Sasa mulai duduk di meja makan.
Enak juga masakannya. Kok dia masih ingat aja kalau aku suka nasgor pakai telor mata sapi…? Batin Sasa mulai melahap makanan di depannya.
Setelah beberapa saat, Sasa menyadari ada gerakan yang aneh dilakukan Deni saat makan.
“Kepalanya kenapa dikomopres? Emang tendangan aku tadi keras banget ya? Sakit ya?” tanya Sasa sambil mengunyah pelan makanan di mulutnya.
“Ga terlalu sakit kok,” jawab Deni sambil tersenyum tipis. Tangan kanannya aktif menggerakan sendok, dan tangan kirinya mentotol-totolkan kain berisi es batu.
Aduhh… itu kepala kayaknya emang agak benjol deh. Huftt… batin Sasa sambil memandangi bagian kepala Deni yang terbentur divan.
Karena merasa sedikit bersalah, Sasa mulai menggeser kursinya mendekati Deni.
“Sini biar aku kompresin,” ucap Sasa mengambil alih kain kompres berisi es batu yang dipegang Deni. “Astaga… kok bisa bengkak kayak gini sih? Perasaan, tadi aku nendangnya ga keras-keras amat,” ucap Sasa sambil meraba-raba rambut kepala Deni. Dia tidak menyangka akibat perbuatannya bisa melukai Deni sampai benjol. “Ini harus dikasih salep nih, om. Tapi sayangnya aku ga ada salep buat luka beginian,” ucap Sasa mulai memikirkan sesuatu untuk mendapatkan salep. “Om Deni di sini dulu aja. Biar aku keluar bentar buat ke apotek,” pikir Sasa sambil meraih tangan Deni agar memegangi kain kompres.
Tapi baru saja dia memiliki ide untuk pergi ke apotek, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Sinar matahari yang tadinya nampak cerah, kini berganti dengan hujan.
“Ga usah, Sa. Lagi ujan. Lagian waktu tadi aku ambil jam tangan di mobil kamu, ban mobil kamu juga bocor,” ucap Deni sambil menghalau tangan Sasa agar tidak pergi. “Tambah deras juga hujannya…” Keduanya memandangi kolam renang yang diguyur air hujan.
Akhirnya Sasa kembali duduk dan melanjutkan mengompres kepala Deni.
“Buka mulutmu, biar aku suapin,” ucap Deni. Dia membiarkan Sasa memberi perhatian untuk kepalanya yang tengah sakit. Merasa diperhatikan… begitulah yang dirasakan oleh Deni.
Lama-lama sikap Deni yang tersenyum dalam diam itu dilihat Sasa. Ada perasaan aneh yang menjalar di hati Sasa.
Haduuhh… kok dia liatin aku terus sih? Gumam Sasa.
Ketika keduanya saling diam, tiba-tiba terdengar suara ponsel berdering.
“Itu handphone kamu bunyi. Mungkin pacar kamu,” ucap Deni asal.
“Maunya sih gitu, tapi realitanya single,” sambung Sasa ringan.
Deni hanya bisa memicingkan alisnya karena tidak menyangka dengan kalimat yang diucap Sasa.
Hampir satu jam Deni mendengar obrolan Sasa. Pembicaraan seputar vlog dan youtube. Karena memang itu adalah pekerjaan Sasa.
“Kita ngobrolnya lanjut nanti aja ya? Belom mandi nih… Mau mandi dulu,” ucap Sasa sambil memandangi Deni yang saat ini tengah duduk dengan membaca majalah.
Sejak dirinya berbicara di handphone, Deni hanya diam dengan duduk di sofa ujung.
Hufft… dia itu sengaja pilih celana pendek biar bisa pamer buluu kakinya ke aku apa? Hah…!! Kenapa sih mukanya itu ga keliatan tua…? Padahal jarak kita 15tahun. Hmmm… sok cool banget gayanya, batin Sasa sambil mencuri-curi kesempatan memandangi Deni. Sadar Sasa… ini pasti sisa-sisa pengaruh alkohol… Ga mungkin aku tertarik sama om Deni… ini gak boleh terjadi… Otakkk… cepat sadarlah! Gumam Sasa sambil memandangi bulu-bulu di pahaa Deni. Terlihat menawan. Kalau kaum perempuan bilang… Lakik Banget!
TUING!
Bunyi handphone menyadarkan Sasa. Ada pesan masuk di whatsappnya.
“Bondan?” gumam Sasa mulai membuka isi pesan yang dikirim Bondan.
📲 Bondan
Kak, ada tamu yang mau datang ke tempat kamu di Ubud. Tamu spesial. Dandan yang manis. Jagan lupa mandi juga ya😛
“Haisshhh… tamu spesial apaan coba?” ucap Sasa membuat Deni melirik ke arahnya.
Entah mengapa sorot mata Deni itu membuat Sasa merasa dicurigai.
“Tamu spesial? Siapa?” tanya Deni.
“Oh, em—ga tahu juga nih si Bondan bilang ada orang yang mau dateng ke sini,” jawab Sasa. Dia mulai beranjak berdiri sambil menggulung rambut panjangnya. “Aku mandi dulu ya, om,” ucap Sasa.
Rambut panjang yang terikat itu nampak memamerkan leher jenjang Sasa. Deni hanya bisa menghela nafas panjangnya sambil melirik Sasa berjalan menuju kamar.
Hujan yang mengguyur di pagi ini tidak kunjung reda. Semakin lebat. Deni memutuskan untuk membuat kopi dengan mesin kopi yang ada di dapur sambil menunggu Sasa selesai mandi.
“Dimana dia simpan gulanya?” ucap Deni sambil membuka kabinet-kabinet dapur bagian bawah. Sudah banyak kaleng dia buka, tapi tidak menemukan keberadan gula.
Tikk… Tikk…
Suara tetesan air jatuh di lantai. Rambut basah milik Sasa itu menetes di dekat kaki Deni.
“Sa? Nyari apa?” tanya Deni sambil mendongakkan kepala karena saat ini dia sedang berjongkok di samping Sasa.
“Obat sakit kepala. Om Deni lagi nyari apa?” tanya Sasa sambil memandangi Deni yang bangkit berdiri. Jarak keduanya begitu dekat sampai tidak sengaja da da Deni menyentuh da danya yang menonjol saat bangkit dari posisi jongkoknya.
“Lagi nyari gula,” jawab Deni sedikit melirik belahan da da yang ada di depan matanya. “Obat sakit kepalanya kapsul atau tablet? Biar aku ambilin,” ucap Deni menawarkan bantuan. Meski ada pemandangan yang menggoda, dia mencoba menghiraukan.
“Yang kapsul, om. Yang itu bungkusnya warna merah,” menunjuk dengan berjinjit. Tidak sengaja karena jarak dimana dia berdiri begitu dekat dengan Deni, Sasa menyenggol langan Deni dengan da danya yang menonjol.
Sialll! Kenapa dia harus bangun cuma gara-gara Sasa? Umpat Deni dalam batinnya. Dia sedikit melebarkan kaki karena miliknya mulai sedikit berdiri.
Sasa yang menyadari ketidak sengajaannya itu juga menjadi salah tingkah. Dia berpura-pura menyilangkan salah satu tangannya di depan da da dan menggarukk lengannya.
“Ini obatnya,” ucap Deni sambil memberikan obat yang diinginkan Sasa.
“Thanks, om,” ucap Sasa dengan raut wajah sedikit canggung.
“Sorry,” ucap keduanya. Mereka saling bertabrakan karena berjalan berlawanan arah. “Sorry,” ucap mereka lagi setelah bertabrakan untuk yang kedua kalinya.
Kejadian yang tidak disengaja itu membuat keduanya tersenyum.
“Ok, kamu jalan duluan biar kita gak tabrakan terus,” pinta Deni dengan melangkahkan kakinya menyamping. Sasa pun melanjutkan langkahnya dengan pelan. Tapi baru 3 langkah kaki Sasa berjalan, Deni meraih salah satu tangan Sasa. Keduanya pun kembali bertatapan.
*****
Bersambung…
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
❣️My Boo💕
oww biasanya habis narik tangan bakalan.....mmmmuuacchhh....go go Om Deni 😘😘🔥
2022-02-13
1
Cindy 🍒🍁🌹
balik senggol om
udah bangun si junior
nanggung kalau ngak dipakai😄 gas kan om
2022-01-02
1
Th. Ranz
om Deni maju terus 🥰😍😄 mumpung lagi ujan. semangat om
2022-01-02
2