"Bener-bener gesrek ya itu kakak tiri loe Meer! Sumpah ngeselin banget." Via yang masih merasa kesal terus saja mencaci Violla.
"Udahlah biarin aja. Dia itu cuma iri sama gue. Iri tandanya dia nggak mampu." Ameera begitu sabar menghadapi kelakuan Violla yang terus saja merundung dirinya dikala ada kesempatan.
"Sekali-kali loe harus kasih dia pelajaran Meer, jangan mau di tindas terus." Erina menimpali.
"Setuju banget gue! Enaknya kita apain ya itu anak? Kita jorokin ke got atau masukin tikus ke dalam tas nya?" Via bersorak sorai saat Erina memiliki pemikiran yang sama dengannya.
"Udahlah nggak usah. Yang ada nanti urusannya makin ribet!" Kedua sahabatnya itu mendengus kecewa karena rencana jahil mereka takan pernah terlaksanakan.
Langkah mereka terhenti di taman belakang sekolah, tempat strategis untuk mereka menghabiskan waktu istirahat. Selain tempatnya yang sejuk karena berada di bawah pohon rindang, juga tempat ini jarang dijamahi oleh aiswa lain.
Namun ketiganya saling berpandangan saat melihat Dea sedang berada di tempat favorit mereka itu.
Tumben, sedang apa Dea disini? Lirikan mata mereka seakan berseru demikian.
Dea yang menyadari kedatangan si empunya tempat itupun nampak gelagapan. Dia beranjak dari duduknya, dengan gerakan cepat memunguti buku-buku yang berserakan di tanah.
"Kenapa loe De?" Tanya Erina.
"Maaf aku cuma numpang sebentar." Menjawab tanpa menatap. Dia sibuk membetulkan letak kacamatanya.
"...permisi." Dea berlalu begitu saja meninggalkan ketiganya. Membuat tanda tanua besar di hati mereka.
"Aneh banget sih itu anak." Gumam-gumam Via terdengar sambil menatap punggung Dea yang semakin menjauh dari pandangan mata mereka.
"Loe si Meer punya temen sebangku bukannya di akrabin. Kasian kan dia nggak punya temen." Ucap Erina yang merasa empati karena hampir 3 tahun dia bersekolah disini, dia tak pernah melihat Dea akrab dengan siapapun.
"Enak aja, gue sering banget kali ngajakin dia gabung sama kita-kita. Gue kan orangnya baik hati. Tapi kalian tau sendiri kan dia itu paling susah berbaur sama orang lain?" Ameera membanggakan dirinya sendiri.
"Bener juga sih, mungkin udah bawaan lahir dia kaya gitu." Erina berujar.
Dan akhirnya, jam istirahat yang tersisa mereka habiskan dengan memakan cemilan, tak lupa Erina memutar musik mellow yang sedang naik daun melalui ponselnya. Kebersamaan mereka semakin seru saat diwarnai dengan gelak tawa saat mereka menggosipkan orang lain. Baik itu keburukannya ataupun kelebihannya.
Tak pernah ada habisnya, selalu saja ada hal menyenangkan yang mereka bahas saat berkumpul seperti saat ini.
***
Satu mata pelajaran terakhir berjalan dengan lambat, apalagi banyak materi yang kurang Erina pahami, membuat dia merasa jenuh dan ingin cepat pulang.
Bel pertanda pulangpun akhirnya berbunyi panjang, menjerit memenuhi udara di sepanjang koridor. Semua murid berbondong-bondong meninggalkan kelas masing-masing. Begitupun dengan tiga dara cantik yang menduduki kelas XII semester pertama ini. Siapa lagi jika bukan Erina, Ameera dan Via.
Mereka nampak menyibak siswa lain yang menghalangi jalan mereka. Tak ayal siswa-siswa itu memecak sambil mengutuki perbuatan mereka.
"Main nyerobot aja sih kalian. Datang ke sekolah paling telat, sekarang giliran pulangnya pengen duluan!" Seru salah satu siswa.
"Hihi, sory ya Sa, gue di paksa sama mereka nih!" Ameera menoleh ke belakang, tepatnya pada siswa yang berseru tadi. Namun kakinya tak berhenti melangkah kedepan.
"Kita tunggu disini ya beb!" Ucap Erina saat mereka tiba di halaman depan sekolah.
"Oke deh. Tunggu bentar ya!" Via berjalan menuju parkiran untuk mengambil motor kesayangannya.
Setelah kepergian Via. Erina dan Ameera terlibat perbincangan yang membuat dada Erina sesak. Padahal pertanyaannya sendirilah yang memancing agar Ameera menceritakan tentang hubungannya dengan Devan.
"Nanti malam loe jadi nge date sama Devan?" Tanya Erina ragu.
"Iya Er, do'a in gue ya biar semuanya lancar." Menjawab sambil tersenyum lebar. Erina membalas senyum itu, namun penuh kegetiran.
"Menurut loe, Devan itu orangnya gimana sih Er?" Ameera meminta pendapat Erina.
Meskipun gelagapan, Erina berhasil menjawab pertanyaan Ameera dengan baik.
"Emm, kalau menurut gue dia itu baik kok, soleh, rajin solat. Gue sering liat dia keluar dari masjid pas jam istirahat." Berusaha menjawab sewajarnya.
"Gitu ya?" Kemudian Ameera menarik nafas, netranya beralih menatap langit biru nan cerah di atas sana. Entah apa yang dia lihat sehingga sebuah senyuman terukir di bibirnya, mungkin saat itu, awan dilangit sedang membentuk wajah Devan. Dan mungkin juga dia sedang memantapkan hati jika Devan adalah laki-laki yang tepat untuk dirinya.
Via datang sambil mengendarai motornya.
"Ayo guys! Kita capcus!" Dasar Via, bicaranya selalu saja penuh keceriaan. Erina jadi semakin sayang pada sahabatnya itu.
"Oke. Loe naik duluan Meer, biar gue di belakang kayak tadi pagi." Ucal Erina.
"Oke."
Merekapun kembali pada formasi tadi pagi. Melewati gerbang utama, mengabaikan teriakan satpam yang tadi pagi hampir hampir Via tabrak.
"Jangan ngebut-ngebut bawa motornya neng! Nanti nabrak orang lagi!" Begitulah kira-kira si satpam memperingatkan Via. Namun perkataannya itu terbang tertiup angin karena Via terlanjur melajukan motornya dan menghilang dari hadapan satpam itu.
"Duuh, berasa jadi cabe-cabean gue boncengan bertiga gini." Yang di dempet berkoar.
"Emang loe cabe-cabean, baru sadar loe? Hihi." Yang di depan menyahuti sambil cekikikan.
"Sialan loe!" Ameera mendorong bahu Via cukup keras karena dikatai.
"Jangan main pisik dong, gue kan lagi nyetir ini. Mau loe pada kita masuk rumah sakit masal?" Via masih saja mengoceh, katanya sedang nyetir.
"Amit-amit deh. Loe sendiri aja sana jangan ajak-ajak gue!" Yang di belakang baru buka suara.
Begitulah, bahkan sedang berkendara saja ada saja keseruan yang terjadi diantara mereka. Tidak butuh waktu lama, mereka sampai di kedai ice cream tempat biasa mereka nongkrong sepulang sekolah. Jaraknya juga tidak terlalu jauh dari tempat mereka menempuh pendidikan.
Mereka berjalan beriringan ke dalam kedai ice cram itu sambil cekikikan haha hihi tidak jelas. Entah apa sebenarnya yang menjadi alasan kebahagiaan mereka, yang jelas, jika sedang bersama, hal seremeh apapun akan menjadi pembahasan yang menarik untuk mereka bahas.
Setelah memesan ice cream boba kesukaan mereka, merekapun duduk mengelilingi satu meja yang telah di sediakan.
Kali ini pembahasan mereka ialah tentang cowok.
"Cowok loe siapa sih sekarang Vi?" Ameera bertanya.
"Ada deh, yang sekarang lebih keren dari yang kemaren." Via menjawab tanpa beban, berganti pacar bagaikan berganti pakaian untuk Via. Dia itu playgirl kalau kata Erina.
"Gue nggak yakin dia keren, kalau dia mirip Ji Chang Wook, baru gue mau ngakuin dia keren." Ucap Erina.
"Menurut gue ya, Ji Chang Wook itu mirip si Devan tau. Iya kan Meer, loe suka sama dia karena dia mirip Ji Chang Wook kan?" Via mendesak Ameera untuk mengatakan iya. Membuat Ameera merasa kasihan jika dirinya mengatakan tidak.
"Iya iya, malahan ya. Ji Chang Wook kalah keren dimata gue dari Devan." Malu-malu menjawab.
Erina bergeming, tak ingin ikut menimbrung jika bersangkutan dengan Devan. Mendengar Ameera menyebut nama Devan saja sudah mampu mencabik hatinya. Tapi dia sama sekali tak merasakannya ketika Via yang berkata.
Pesanan ice cream mereka datang. Pelayan meletakkan satu persatu cup ice cream tepat di hadapan mereka. Setelahnya, dia pamit undur diri.
"Loe udah mantap Meer buat nerima si Devan?" Lagi-lagi Via membahas Devan, membuat Erina ingin menampar mulut keponya itu jika tidak memikirkan dia adalah sahabat baiknya selama ini.
Ameera mengangguk samar, malu jika harus menjawab dengan kata-kata.
"Gue yakin, hari dimana loe sama Devan resmi pacaran itu pasti bakalan jadi hari patah hati nasional. Terutama si Iqbal itu. Hihi." Ucap Via.
"Emangnya Iqbal kenapa?" Tanya Ameera.
"Loe nggak sadar? Dia kayaknya suka juga sama loe Meer, gue sering liat dia suka curi-curi pandang gitu sama loe kalo lagi di kelas. Iya nggak sih beb!" Via menepuk pundak Erina, membuat Erina yang sedang memakan ice creamnya tersedak.
"Ekhm, hmm. Iya, bisa jadi." Ucap Erina.
"Nah, loe sendiri gimana si Albi, dia kan udah nembak loe berkali-kali. Kapan loe mau bika hati dan terima dia?" Tanya Ameera mengalihkan topik pembicaraan karena dia tak ingin membahas lagi tentang Iqbal, laki-laki kaku yang telah banyak menyakiti hatinya.
Ahh, entahlah! Ameera bahkan kini tengah berusaha untuk melupakan laki-laki itu dengan membuka hatinya untuk Devan.
"Iya ihh beb, kasian tau itu anak orang loe php-in terus." Ucap Via.
"Gue nggak php-in dia ya. Gue kan udah nolak dia waktu itu. Dia nya aja yang ganggu gue terus. Jadi, bukan salah gue dong?" Erina mencari pembenaran.
_____________
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
zaenatun
emmmzt krna mngkin Bru awal jd masih blm terlihat emosi ngebaca nya ya...🤭🤭🙏🏻🙏🏻🙏🏻 aq biasa baca soal keluarga
2022-03-09
0
Areum
Mending terima aja cinta Albi tp susah juga klu g cinta 😔
2022-03-06
0
Youni Tea
masa" remaja yang indah ❤️❤️😂
2022-03-06
0