Happy reading guys...
Hangatnya sinar matahari pagi mampu menyapu kabut tebal yang menyelimuti bagian bumi yang Erina tinggali. Suara kicauan burung terdengar merdu saling bersahutan, menyambut datangnya sang raja siang.
Membuat siapa saja yang mendengarnya bersemangat untuk menjalani hari ini dengan harapan baru.
Namun tidak untuk Erina, hangatnya sinar matahari tak bisa ia rasakan, karena ia masih saja sibuk bergelung dibawah selimut, berkutat dengan mimpi-mimpi indahnya.
Meskipun alarm di ponselnya sudah berbunyi berulang kali, namun Erina tak sedikitpun merasa terusik. Sampai akhirnya pintu kamarnya dibuka oleh sang mama.
Mama Sofi terperanjat kaget saat mendapati putrinya masih meringkuk di balik selimut, dia berdecak pinggang sambil mengomel ala emak-emak.
"Astaga Erina! Kamu belum siap-siap untuk berangkat ke sekolah? Ini udah jam berapa coba?" Mulut mama Sofi mendumel, sedangkan tangannya menarik selimut yang menutupi sekujur tubuh Erina.
Erina masih tak terpengaruh dengan apa yang mamanya lakukan, dia merasa jika mamanya sedang mengomel itu hanyalah bunga tidur.
Melihat putrinya yang tak bereaksi saat ditarik selimutnya sekalipun, mama Sofi beralih mendekati jendela, menyibak tirai karakter monokuroboo yang tertutup, sehingga pantulan sinar matahari dapat menembus bebas masuk kedalam kamar itu, lalu jatuh tepat mengenai wajah Erina.
Mata Erina yang terpejam mengerut saat sebuah cahaya menyilaukan menembus indra penglihatannya. Spontan tangan kanannya terangkat lalu menutupi matanya agar sinar itu tak bisa menembus kornea matanya. Sedangkan tangan kirinya meraba-raba sekitar, mencari keberadaan selimut untuk kembali dia gunakan. Dia sadar jika selimutnya telah hilang, Erina harus menemukannya kembali.
Saat itu pula mama Sofi juga menarik selimut yang Erina tarik. Aksi tarik-menarik pun tak terhindarkan. Kedua ibu dan anak ini tak mau mengalah satu sama lain. Sampai akhirnya Erina merasa kesal karena dipermainkan oleh mamanya itu.
Masih setengah sadar Erina bangun dari tidurnya, matanya masih belum bisa terbuka sepenuhnya. Kotoran mata itu bagaikan lem yang membuat mata Erina sulit dibuka.
"Mama apaan sih? Balikin selimutnya!" Ucap Erina dengan geram.
"Nggak bisa, kamar kamu mau mama bereskan sekarang. Kamu cepat mandi, ini udah jam berapa liat? Nanti keburu Via sama Ameera datang lho!" Mama Sofi sudah duduk ditepi ranjang dan melipat selimut tebal milik Erina tadi.
Astaga!
Jam berapa sekarang?
Erina mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam weker. Pandangannya jatuh pada benda kecil diatas meja belajar. Pukul 06:20!
Astaga! Astaga! Astaga!
Erina telah melewatkan waktu mandi dan berdandannya. Seharusnya dia sekarang sudah menghabiskan sarapan dan sedang menunggu Via juga Ameera datang menjemputnya.
"Mama kenapa nggak bangunin aku dari tadi sih? Jadi telat kan?" Malah menyalahkan mamanya, padahal dia sendiri yang susah di bangunkan.
"Ya udah, lain kali mama bangunin kamu pake segelas air ya!" Mama Sofi tersenyum nakal kearah Erina.
"Ya jangan dong ma, nanti kasur Erina basah. Siapa juga yang repot. Mama kan?" Ucap Erina.
"Kamu benar juga. Ya sudah, cepat mandi. Nanti makin telat lagi." Mengusir dengan gerakan tangannya. Kemudian kembali fokus merapikan tempat tidur Erina.
Erina tak berkoar lagi, dengan gerakan cepat dia ngacir ke kamar mandi.
Mama Sofi bisa mendengar suara percikan air yang jatuh mengenai lantai. "Dasar anak itu, selalu saja membuat drama di pagi hari."
Krek!
Belum ada lima menit didalam kamar mandi, Erina kini sudah muncul masih dengan menggunakan pakaian yang sama, kemudian berjalan menuju lemari.
"Astaga! Anak gadis nggak mandi lagi?" Mama Sofi yang terkejut dengan keluarnya Erina dari kamar mandi memperhatikannya dengan dahi yang mengerut.
Kebiasaan sekali anak ini.
Dengan cepat Erina mengganti piama nya dengan seragam kebanggaannya.
"Nggak sempet ma, udah telat ini." Ucap Erina tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Ihh, jorok sekali. Pantesan aja sampai sekarang nggak ada cowo yang ngapelin kamu. Kamu nya bau sih." Mama Sofi menutupi hidungnya dan mengibas tangannya kedepan.
"Ya nggak lah mah, Erina tetep wangi kok, kan ada ini." Erina menunjukkan parfum favoritnya ke arah sang mama sebelum dia menyemprotnya pada seluruh bagian seragamnya, tak ada satupun yang dia lewatkan.
"Ya, ya, ya. Tapi awas lho, kamu bisa kena sial kalau nggak mandi sebelum pergi beraktivitas."
"Mama kok do'ain nya aku kena sial sih? Do'ain dong anaknya biar hoki." Protes, Erina memajukan bibirnya, pura-pura ngambek.
"Hah, iya iya. Mama selalu mendo'akan yang terbaik buat anak-anak mama." Ucap mama Sofi.
Erina beralih pada meja riasnya, memakai cream wajah, memoles bedak dengan tipis, menyisir rambutnya dengan gerakan cepat dan di biarkan tergerai. Tak lupa sedikit lipsglos agar bibirnya tak terlihat pucat. Selesai. Sesimple itu Erina bersiap untuk pergi ke sekolah.
"Erina berangkat ya ma!" Erina mencium pipi kanan lalu pipi kiri mamanya itu, layaknya mereka seumuran. Ya, begitulah! Sekilas jika ada orang yang melihat, mereka tak terlihat seperti ibu dan anak. Melainkan seperti adik kakak yang umurnya tak jauh berbeda.
Setelah itu, Erina berhambur menuju pintu, dia harus segera turun karena ponselnya sudah bergetar sedari tadi. Pesan dari Ameera sudah memenuhi ruang ponselnya. Meminta Erina untuk bergerak lebih cepat.
"Jangan lupa sarapan dulu, mama udah bikinin kamu nasi goreng di bawah!" Seruan mama Sofi sepertinya hanya jadi angin lalu, Erina tidak mendengar apa yang mamanya katakan, dia sudah terlanjur menuruni anak tangga saat itu.
***
Dengan langkah tergesa, Erina menuruni anak tangga, melewati meja makan yang ternyata papa dan adiknya sedang berada disana.
"Dah papa, Erina berangkat dulu. Assalamualikum." Tanpa menghentikan langkahnya Erina berucap, melambaikan tangannya kearah dua laki-laki berbeda generasi itu.
"Waalaikumsalam. Nggak sarapan dulu nak?" Papa Heri sampai harus berteriak karena Erina berlalu dengan cepat.
"Nanti aja di sekolah pa!" Erina membalasnya dengan teriakan pula, menyambar sepatu di lemari penyimpanan, kemudian keluar melalui pintu utama.
"Jangan ditiru ya kelakuan kakakmu itu." Papa Heri berkata pada Baim, anak bungsunya, adik Erina.
"Iya pa!" Anak penurut, Baim mengangguk kemudian melanjutkan melahap nasi goreng miliknya.
Sementara itu, di halaman depan. Ameera dan Via sudah uring-uringan menunggu Erina yang tak kunjung keluar. Via sudah stand by di atas motor maticnya, sedangkan Ameera sibuk melirik bergantian ponsel dan juga pintu rumah Erina. Berharap Erina segera muncul dan mereka secepatnya tiba di sekolah.
"Duh, ngaret banget sih ini anak!" Ameera dengan tak sabaran mengetikkan pesan pada Erina.
"Iya, dia lupa apa jam pertama hari ini itu yang ngisi si pak Buambuang?" Via menyebut nama pak Bambang dengan gaya anehnya.
"Nah, itu dia anaknya. Enaknya kita apain ya Vi?" Ameera berteriak kegirangan saat melihat wujud Erina muncul dari balik pintu sambil menenteng sepatunya.
"Kita tinggalin aja deh!" Ucap Via mengancam.
"Ehh, jangan dong. Gue udah siap kok ini. Tinggal pake sepatu doang." Erina secepat kilat memakai sepatunya, namun jika sedang diburu-buru seperti ini, selalu saja ada godaannya. Mendadak tangan Erina kesulitan untuk mengikat tali sepatunya.
Itu membuat Via dan Ameera semakin geregetan, drama terus! Pikir keduanya.
"Makanya, beli sepatu yang kayak gini. Biar nggak ribet dan cepet pake nya!" Via menunjuk sepatu miliknya yang tanpa menggunakan tali.
"Iya, iya ahh. Kalian ini nggak sabaran banget sih." Setelah berhasil mengikat tali sepatunya, Erina berdiri.
"Ya udah, cuss. Nanti tambah kesiangan lagi." Ucap Ameera. Ameera kemudian naik terlebih dulu, disusul oleh Erina. Jadilah posisi Ameera dihimpit oleh Via dan Erina.
"Kok jadi sempit begini ya? Kemarin perasaan muat-muat aja." Ucap Erina.
"Si Ameera tuh yang badannya gendutan sekarang." Tuduh Via.
"Sialan loe, nggaklah. Gue kan selalu diet. Loe kali yang gendutan Vi, semua jenis makanan kan bisa masuk kedalam perut loe itu." Ameera membela diri.
"Ya udahlah, biarin gue aja yang gendutan disini. Nggak ada habisnya berdebat. Udah, Gas poool Vi." Erina menengahi, lalu berseru dengan menggebu. Semangatnya begitu membara pagi ini.
"Oke, pegangan ya!" Seru Via.
"Brangkaaaat!" Seru ketiganya serempak, penuh keceriaan.
Motor matic milik Viapun mulai melaju, membelah jalanan kota yang padat, namun bukan Via namanya jika tidak bisa selap selip, dia kan pengemudi handal. Menyalip kendaraan yang ada di depannya sudah jadi makanan sehari-hari bagi Via. Pembalap favoritnya saja Rossi.
Tak butuh waktu lama untuk mereka tiba di sekolah. Erina bahkan harus berpegangan erat pada Ameera karena Via benar-benar menjalankan motornya dengan kecepatan penuh.
Ameera dan Erina dibuat jantungan oleh kelakuan sahabatnya itu.
Saat motor yang di kendarai mereka tiba di gerbang, bersamaan dengan satpam yang akan menutup gerbang itu. Via tidak tinggal diam, motornya memaksa menerobos gerbang sehingga si satpam kewalahan dan kalah.
Tiiiid tiiiid tiiiid!
Bising, begitulah saat Via membunyikan klaksonnya yang sengaja di buat panjang. Sukses membuat si satpam jantungan, untung saja dirinya tak tertabrak.
"Hey neng, jangan kebut-kebutan bawa motonya. Boncengan bertiga, nggak pake helm lagi." Si satpam merasa geram, dia berceloteh sendiri, sedangkan motor Via sudah jauh meningalkan gerbang.
"Dasar anak jaman sekarang!" Masih tak habis fikir, si satpam terus mengutuki perbuatan Via, Ameera dan Erin.
***
Kini Erina, Via dan Ameera tengah berjalan menuju kelas mereka. Bisa sedikit bernapas lega karena mereka bisa masuk sebelum gerbang ditutup.
"Gokil loe Vi! Salut gue sama loe!" Erina memberikan dua jempol untuk Via.
"Gue terpaksa kali lakuin ini, semuanya gara-gara loe sih pake bangun kesiangan segala." Gerutu Via.
"Iya iya sory, besok nggak lagi-lagi deh." Ucap Erina pasrah.
"Jantung gue mau copot tau, loe bawa motornya edan banget!" Ucap Ameera dengan gaya bicara lebay nya.
"Kalau nggak gitu, kita nggak bakalan ada disini sekarang." Balas Via berbangga diri dengan kelakuan nakalnya.
Langkah ketiganya perlahan melambat, saat melihat sosok yang sedang berjalan kearah mereka. Devan. Mulut Erina sampai menganga melihat Devan dari jarak kurang dari 10 meter itu. Ketampanannya melebihi pangeran didalam dongeng-dongeng.
Pantas saja dia menjadi idola di sekolah ini, Erina tidak melihat sedikitpun kekurangan dalam dari Devan. Semua terlihat sempurna. Bibir sexy yang jika tersenyum akan membuat bunga-bunga yang layu jadi bermekaran seketika. Bahu tegap yang jika dipakai untuk bersandar pasti tidak akan runtuh. Hidung mancung ala-ala India, alis tebal yang menaungi mata lentiknya.
Astaga!
Perempuan mana yang tidak akan jatuh hati pada sosok itu. Erina menobatkannya sebagai COWOK SEMPURNA.
"Hai." Bibirnya menyapa, tangan ya melambai.
Benarkah ini? Devan sedang menyapa dirinya? Mimpikah ini? Erina masih tidak percaya.
"Hai." Reflek senyum Erina mengembang, tangannya membalas lambaian tangan Devan. Wajahnya seketika memerah ketika menyadari jika yang Devan sapa bukanlah dirinya, melainkan Ameera. Devan melewatkannya begitu saja dan menghampiri Ameera yang berdiri tepat di belakang Erina.
Via berusaha menahan tawanya melihat wajah memerah Erina. Percaya diri sekali sahabatnya itu.
"Bisa ngobrol sebentar?" Erina bisa mendengar apa yang Devan katakan pada Ameera.
"Bisa kok." Terdengar Ameera malu-malu menjawab.
Hati Erina menjerit, antara menahan malu dan juga sedih. Kenapa dia bisa sebodoh itu mengira jika Devan menyapa dirinya. Erina terus mengutuki kebodohannya sendiri.
"Kalian duluan aja! Nanti gue nyusul." Ameera mengusir secara halus.
"Oke, kita tunggu dikelas ya! By!" Via merangkul Erina, menyelamatkannya dari rasa malu. Terpaksa Erina mengikuti langkah Via, meskipun sebenarnya dia ingin tau apa yang ingin Devan katakan kepada Ameera.
"Jangan halu deh loe!" Dalam langkahnya Via berkata pada Erina.
"Iya nih, gue kok jadi halu gini ya? tapi pantes aja sih dia sukanya sama Ameera. Ameera kan cantik banget, pinter lagi. Sepadan lah sama Devan yang sempurna." Ucap Erina dengan nada pasrah.
"Jiaaah, kok loe sekarang jadi baperan gini sih?" Via malah menggoda Erina yang suasana hatinya sedang tidak baik.
"Loe gimana sih? Gue halu nggak boleh, baperan juga nggak boleh! Terus gue harus gimana doong?"
______________
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
zaenatun
aq juga ikut halu lah
2022-03-09
0
Areum
Kasihan deh Erina halu terll tinggi 🤣
2022-03-06
0
Youni Tea
Aq suka Thor ingat jaman .asih sekolah dulu ❤️❤️❤️
2022-03-06
1