Erina dan Via berjalan memasuki kelas. Suasana di dalam kelas sudah sangat ramai, wajar saja, jam pelajaran pertama akan segera dimulai. Jam pun sudah menunjukkan pukul tujuh kurang 2 menit.
Bergegas Erina dan Via berhambur menuju bangku kejayaan mereka. Ya, Erina dan Via duduk di satu meja yang sama.
"Kira-kira, Devan lagi ngomong apa ya ke Ameera?" Erina menopang dagunya di atas meja, mengira-ngira apa yang terjadi setelah dirinya pergi tadi.
"Mungkin dia ngajak Ameera nge-date, atau nembak dia langsung mungkin." Via mengedikkan bahunya.
"Loe kok gitu sih Vi! Bikin badmood tau nggak." Erina memajukan bibirnya, protes dengan perkataan sahabatnya itu. Via hanya cekikikan melihat ekspresi Erina.
Tiba-tiba saja Albi datang menghampiri bangku Erina. Menyapa, rutinitas yang tidak bisa dia lewatkan di pagi hari. Karena baginya, kehidupan baru akan dimulai sesaat setelah dia melihat wajah bidadari hatinya, Erina.
"Selamat pagi cantik." Sengaja dia duduk di atas meja milik Erina, menebar senyum termanisnya, namun Erina bukannya ingin menjawab sapaan Albi, malah merasa sebal dengan gayanya yang sok kegantengan itu. Ehh, tapi kalau dilihat-lihat, Albi memang ganteng sih. Tapi entah kenapa Erina sama sekali tak berminat untuk menggubrisnya.
Erina mengerlingkan matanya, kemudian buang muka ke sembarang arah.
Via menyenggol lengan Erina, memberi kode, setidaknya jawab sapaan Albi, begitu kira-kira arti senggolan nya itu. Namun Erina malah mengibas tangannya agar sikut Via menyingkir.
Pagi-pagi seperti ini sudah banyak orang yang membuat moodnya jadi buruk.
"Pulang nanti, kita nonton yuk Er! Gue baru dapet tiket nih." Albi merogoh saku seragamnya dan memamerkan tiket nonton di bioskop, sebuah film yang belakangan ini banyak di promosikan di televisi. Membuat siapa saja pasti akan senang di ajak nonton, apalagi gratisan.
"Loe mau kan Er?" Merasa tak di gubris, Albi kembali melontarkan pertanyaan.
Erina bukannya tidak tertarik dengan film itu, hanya saja kalau bukan Albi yang mengajaknya, Devan misalnya, dengan senang hati pasti Erina akan menerimanya tanpa berpikir panjang.
"Sory ya, gue ada acara lain nanti pulang sekolah. Mendingan loe jual aja tiketnya ke orang lain." Akhirnya mau menjawab, biar cepat selesai urusannya, begitu.
"Gue susah payah lho Er buat dapetin tiket ini, gue nabung selama sebulan dan perjuangan banget ngantrinya buat dapetin ini. Masa iya gue mau jual lagi?" Albi nampak kecewa, lagi-lagi Erina menolaknya. Albi sadar diri, dia banyak kekurangan. Hanya satu yang patut dia banggakan dalam dirinya, yaitu cinta yang begitu besar untuk Erina.
Namun Albi sadar, cinta saja tak cukup untuk membuat Erina berpaling dan menatap ke arahnya.
"Ya terserah loe aja mau di apain." Menjawab dengan ogah-ogahan. Bukannya dia sombong atau menampik. Hanya saja Erina tak ingin memberikan harapan kepada laki-laki yang sudah terang-terangan menyatakan cintanya di depan seisi kelas. Memalukan sekali.
Di hati Erina kini hanya terukir satu nama, Devan. Meskipun dia tau cintanya kepada Devan takan pernah bisa terwujud, namun setidaknya biarkan Erina merasakan indahnya mengagumi seseorang. Meskipun rasa perih dominan ia rasakan karena cintanya tak terbalas.
Dia tak ingin Albi merasakan apa yang dia rasakan, dia ingin Albi melupakannya dan tak lagi berharap padanya. Karena mengagumi tanpa dicintai itu sangat menyakitkan. Namun nyatanya, sikap ketus yang kerap kali Erina tunjukkan kepada laki-laki itu malah membuat Albi merasa tertantang dan tak sedikitpun terbesit di benaknya untuk berhenti mengejar cinta Erina.
Ameera datang sambil berlari kecil, kemudian duduk di bangkunya, tepat di depan bangku Erina dan Via. Di susul oleh pak Buambuang (panggilan konyol dari Via untuk pak Bambang) di belakangnya. Membuat Albi merasa terusir dengan kehadirannya. Mau tidak mau laki-laki itu harus turun dari meja Erina dan berjalan menuju bangkunya sendiri, wajahnya nampak lesu. Lagi-lagi Erina mematahkan semangatnya pagi ini.
Erina bisa bernafas lega karena kehadiran pak Bambang membuatnya terbebas dari godaan syaiton yang terkutuk.
"Kenapa sih Er loe nggak terima aja si Albi, kalau diliat-liat, dia nggak kalah ganteng dari Devan." Ucap Via sambil berbisik di telinga Erina.
"Nggak ya, gue konsisten sama pilihan gue." Menjawab dengan berbisik pula.
Via menghela nafas kasar, keras kepala sekali sahabatnya ini. Sepertinya Via harus sedikit bertindak untuk membuat mata hati Erina terbuka dan menoleh kepada cintanya Albi.
Beberapa ide cemerlang berseliweran di pikiran Via agar Albi bisa semakin dekat dengan Erina.
Ameera menoleh kebelakang, lebih tepatnya pada kedua sahabatnya itu. Memamerkan sebuah coklat berwarna biru di tangannya, sengaja digoyang-goyangkan agar menarik perhatian mereka.
"Devan kasih ini ke gue." Dengan senyum yang mengembang Ameera berkata dengan suara pelannya, takut pak Bambang mendengarnya, karena pelajaran baru saja dimulai.
"Waah, asik tuh. Gue kecipratan kan?" Via juga nampak antusias. Sedangkan Erina menanggapinya hanya dengan sebuah senyuman, senyuman yang dipaksakan. Darahnya kini tengah mendidih mengetahuu Ameera dan Devan ternyata semakin dekat saja. Sedangakan dirinya, tak selangkahpun dia bergerak dari posisinya, nyalinya menciut karena mengetahui jika Devan menyukai Ameera. Menyatakan cintanya terlebih dulu pasti hanya akan memalukan dirinya sendiri.
"Pasti doong, kalian kan besty gue."
Dea, teman sebangku Ameera menoleh ke arah mereka, tatapannya sulit untuk diartikan. Sikapnya yang tertutup dan tak banyak bicara, membuat ketiga gadis itu kesulitan untuk mengakrabkan diri dengannya.
Entahlah!
***
Saat jam istirahat tiba, Erina, Via dan Ameera memilih kantin sebagai tempat mereka mengisi perut, biasanya mereka hanya akan membeli cemilan saja lalu memakannya di taman sekolah. Karena biasanya suasana kantin selalu ramai, tapi tidak dengan hari ini.
Mereka nampak menikmati makanan yang mereka pesan masing-masing.
"Oh ya, kalian tau? Devan ngajakin gue dinner lho nanti malam." Ucal Ameera dengan antusias. Selalu antusias saat menceritakan apapun itu tentang Devan.
"Asli loe? Kayaknya sebentar lagi bakalan ada yang jadian nih." Ucap Via. Erina hanya diam saja tak berkomentar, dia malah sibuk mengaduk-aduk jus alpukat pesanannya.
"Ehh mana coklat tadi yang dari Devan? Gue mau dong." Dengan tidak tau malunya Via meminta.
Erina sadar, dia tidak bisa memiara perasaan ini lebih dalam lagi. Atau itu akan menjadi sebuah bahan peledak untuk persahabatan mereka yang telah terjalin sejak lama.
Terkadang Erina merasa harus mempertahankan perasaannya, namun kenyataan seakan menamparnya dan menyadarkan Erina dari khayalan panjangnya yang tak berujung.
"Jangan ihh, nanti kalau ternyata itu ada peletnya gimana?" Erina mencoba untuk berbesar hati dan masuk kedalam obrolan Via dan Ameera.
"Nggak mungkin lah, kita buka ya!" Ameera sudah bersiap untuk membuka coklat pemberian Devan.
Namun, sebuah tangan dengan gerakan cepat menyambar coklat yang digenggam Ameera. Sehingga coklat itu kini berpindah tangan. Sontak membuat Ameera, Erina dan Via menoleh ke arah si pemilik tangan itu.
"Violla!" Seru ketiganya bersamaan.
Ternyata, Violla mendengar apa yang sedari tadi mereka bicarakan. Violla adalah kakak tiri Ameera, dia selalu saja merundung Ameera dan tak membiarkan Ameera hidup dengan tenang. Selalu saja ada yang dia lakukan untuk membuat Ameera merasa tak nyaman.
"Coklat ini nggak pantes buat loe. Devan pasti lagi khilaf ngasih ini ke loe. Pemilik coklat ini yang sebenernya itu gue!" Dengan percaya diri Violla berkata sinis.
Erina yang malah merasa sakit hati disana, dia tak terima, selalu saja Ameera di perlakukan dengan tidak baik oleh kakak tirinya itu. Tidak di rumah, tidak di lingkungan sekolah.
"Loe kok nggak tau malu banget sih La, Devan itu ngasihnya sama Ameera. Balikin lagi coklatnya sama dia!" Erina bahkan sampai harus beranjak dari duduknya untuk menghadapi Violla.
Meskipun Erina sendiri tidak menyukai kedekatan antara Ameera dab Devan, tapi dia merasa harus membela sahabatnya itu.
"Udah lah Er, cuma satu coklat ini. Nanti gue bisa minta sepuluh coklat lagi dari Devan." Ucap Ameera, mendelik ke arah kakak tirinya itu.
"Iya bener itu Meer, nggak mampu kali orang ini ketimbang beli coklat doang. Jadi malakain punya orang lain." Via mulai buka suara.
"Apa? Sialan! Loe ngatain gue?" Ucap Violla yang tak terima direndahkan oleh Via.
"Udah stop guys, mending kita cabut aja yuk. Kita nggak perlu ngeladenin orang yang nggak penting. Buang-buang tenaga aja tau ngga!" Ameera menengahi, dia tau jika berdebat dengan kakak tirinya itu pasti takan berujung. Mengalah adalah solusi terbaik, pergi dengan cara terhormat.
Mereka bertigapun beranjak, meninggalkan area kantin, membawa semua makanan yang belum sempat mereka habiskan, pergi mencari lapak baru yang tidak ada penganggunya.
"Bawa semua Er! Jangan ada yang ketinggalan, nanti ada yang bawa lagi. Disini kan ada orang yang nggak modal, pengennya makan gratisan, hidup numpang. Udah kayak benalu aja kan?"
Violla yang merasa tersindir dengan perkataan Via, bersiap untuk membalas perkataannya. Namun untung saja secepat kilat ketiga gadis itu pergi dari sana sehingga mereka tak terlalu jelas mendengar apa yang Violla katakan. Kalau tidak, pasti Via atau Erina terpancing lagi emosinya dan perdebatan di antara mereka tak akan berakhir dalam waktu yang singkat.
______________
Jangan lupa tinggalkan jejaknya guys berupa like, corat-coret di kolom komentar, rate bintang 5 dan votenya juga ya... 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Cherry
viola merasa kepedean... dasar ulet keket
2022-03-17
0
Areum
Erina jng trll kasar k Albi nanti u pasti bucin 😁
2022-03-06
0
Youni Tea
❤️❤️❤️
2022-03-06
0