Indira berjalan pelan menjauh dari sosok andre, aku menyusul dibelakangnya yang memegangi paperbag berisi barang belanjaan, dalam kondisi yang serba canggung ini aku hanya bisa mengikuti arah langkahnya yang entah akan kemana.
Beberapa kali indira terdengar isak tangis yang ia coba tahan dengan membekap mulutnya sendiri sambil berjalan lurus menuju pintu keluar mall.
Entah apa yang aku rasakan saat ini, aku tak ingin melihatnya tersiksa seperti ini, andai aku bukan hanya sebatas teman, hendak ku peluk dan ku rengkuh tubuh lunglai nya itu dan mendekapkan wajahnya di dadaku. "ya tuhan, apa perasaanku ini" batinku bertanya-tanya.
"kita ke decafe yuk dir" ajak ku, namun indira seperti tidak mendengar dan terus berjalan menuju pintu keluar, beberpa kali ia menabrak bahu orang lain yang berjalan berlawanan arah.
"dira.. Indira..!" aku memanggil setengah teriak dan berhasil memecahkan lamunannya.
"maaf sha, aku mau langsung pulang" ucapnya dengan sangat lemah. kesal juga dibuatnya, aku menarik lengan indira, dan berjalan melewati pintu otomatis mengarah keluar mall, "tidak usah banyak tanya, ikut aku dir" sedikit memaksa dengan memegang erat pergelangan tangannya, terlihat dirinya menolak hanya saja pikiran dan tubuhnya sangat lemah akhirnya terpaksa menuruti kemauan egois ku.
Tak jauh dari mall, cukup berjalan 7 menit, kami pun sampai di sebuah kafe sederhana yang biasanya menjadi tempat kami bertemu dan berbincang-bincang menghabiskan malam.
Tempat ini sudah sering aku kunjungi semenjak kuliah, biasanya dulu aku kesini untuk memesan kopi seharga 20.000 dan menikmati wifi gratis sambil mengerjakan tugas mata kuliah dan setelah mengenal indira aku jadi lebih sering lagi kesini sampai kami berdua pun menjadi akrab dengan mas Hendy barista sekaligus pemilik kafe.
Sang barista yang sedari tadi sibuk dengan peralatan kopi, menghentikan aktifitas ketika kami berdua masuk kedalam kafe
"eh kalian berdua, tumben masih sore sudah berduaan.. hahaha" ucapnya disusul tawa khas lelaki periang ini. aku menyapa dan berbincang sebentar kemudian mengajak indira ke tempat smoking area yang yang terdapat diruangan memojok ke dalam dan menjadi ruangan terpisah untuk para perokok.
"Mas, pesen yang biasa ya, dua", mas Hendy faham dengan kalimatku, memesan minuman yang sering kami minum jika kesini.
di ruangan itu belum ada orang lain, hanya kami berdua, indira yang masih mematung dengan pandangan matanya yang memudar masih terdiam tak ada sedikitpun perbincangan diantara kami.
"aku tau andre itu memang brengsek, suka bermain perempuan. tapi kamu tidak perlu terus seperti ini" ucapku mencoba memancing obrolan.
"Bagaimanapun kamu harus bisa memaafkannya, dan memaafkan dirimu sendiri, kamu harus melangkah maju dira" aku pun melanjutkan ocehan-ocehan untuk mengeluarkan indira dari keterpurukan namun masih tidak ada jawaban apa-apa darinya.
Wajahnya masih tertunduk lesu, masih terpukul dengan kisah masa lalu menjalin asmara dengan andre yang telah mengkhianatinya.
Setelaj 2 tahun lamanya melangkah mencoba melupakan masa lalu, indira harus mengingat kembali semua hal karena pertemuan siang ini dengan mantan yang sudah menghancurkan hidupnya. Aku pun meraih tangan dan menggenggam erat dan mencoba menatap mata yang sembab menahan kesedihan "kamu tau, resiko melupakan itu amnesia" ucapku dengan tegas.
Dia pun tersentak dengan kalimat yang aku ucapkan.
"Lalu aku harus bagaimana?" ucapnya di iringi mengalirnya air mata yang membasahi pipi putihnya itu.
.............
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
zoya
hmmm
2022-04-20
0
Opa Asbanu
cengeng trus,😀😀😀😀😀
2022-03-15
0