"Beneran Pa ?" tanya Sherlin senang. Ia terlihat sangat lega, masalah yang selama ini tidak berani dibicarakan pada Papanya karena takut membuat Papanya tidak senang dan marah, malah bisa terselesaikan dengan baik. Itu semua berkat Zaha yang bisa membaca apa yang sebelumnya tidak berani untuk di ungkapkannya.
"Nak, makasih banyak yah! Untung kamu menyinggung masalah ini. kalau tidak, saya mungkin tidak akan pernah tahu keinginan anak Saya. Dan mungkin Saya akan merasa menjadi Ayah yang paling berdosa karena telah memaksa anak gadis Saya untuk menikah dengan pria yang tidak dicintainya. Eh, tapi bagaimana Kamu bisa tahu jika anak saya sedang ada masalah ?" tanya Pak Hadi penasaran.
"Iya, bagaimana kamu bisa tahu ? padahal, kita saja tidak pernah bicara sama sekali ?" tanya Sherlin yang juga penasaran setelah menghapus air mata haru yang telah berganti jadi air mata bahagia di pipi putihnya.
"Firasat," jawab Zaha singkat yang dibalas dengan tatapan sangsi dari semua orang diruangan itu.
Akhirnya semua permasalahan antara Ayah dan Anak bisa terselesaikan dengan baik pada hari itu. Sherlin walau tidak banyak mengucapkan kata-kata pada siang itu, namun dari tatapannya menyiratkan sebuah rasa tersendiri pada Zaha. Pada seorang remaja yang pernah ditabraknya itu, namun tanpa disangka berkat Zaha sebuah permasalahan yang tidak berani diceritakan pada Ayahnya, kini telah menemukan jalan keluarnya. Ketika Ayahnya tidak lagi memaksakan keinginannya untuk menjodohkannya dengan pemuda pilihannya. Tidak lama, Ayah dan Anak tersebut permisi pulang untuk memberikan kesempatan bagi Zaha dan Ibunya untuk beristirahat dan berkumpul kembali.
***
Sore harinya, setelah Pak Hadi dan Sherlin pulang dari rumah keluarga Zaha. Tampak sebuah motor sport berhenti didepan pagar rumah, terlihat sepasang sejoli sedang berbincang dengan mesranya. Entah apa yang mereka perbincangkan, tampak sang gadis sangat mesra pada cowok yang mengendarai motor Sport tersebut. Tidak lama, gadis tersebut masuk ke dalam rumah. Dengan cueknya Ia melangkah begitu saja ke dalam kamarnya tanpa mempedulikan sang Ibu dan Adik yang telah menunggunya sejak tadi.
"Kamu dari mana Nak ?" sapa Bu Fitri begitu melihat putrinya tersebut masuk ke dalam rumah.
"Udah lah, gak usah tanya-tanya bisa gak sih ? Gue capek, mau istirahat." Jawab gadis tersebut dengan ketusnya. Bu Fitri sampai tercekat mendengar jawaban kasar dari putrinya tersebut. Memang, sejak Ia bisa mencari uang sendiri untuk membiayai kuliahnya yang seharusnya itu adalah tanggung jawabnya sebagai seorang Ibu, namun karena kesulitan ekonomi, apalagi Bu Fitri hanyalah seorang pedagang kecil di pasar, sehingga Ia tidak bisa lagi membiayai sekolah anak-anaknya, suaminya yang seorang pemabuk dan penjudi tidak lagi pulang ke rumah dan menafkahi Ia dan anak-anaknya. Namun karena itu juga, membuat putri sulungnya tersebut jadi tidak lagi menghargainya sebagai seorang Ibu. Ia hanya bisa terpaku menatap pintu kamar putrinya yang tertutup dengan dengan keras, Ia hanya bisa mengelus dadanya untuk menyabarkan diri.
"Bu.." panggil Zaha pelan begitu melihat Ibunya yang bersedih hati karena perlakuan kasar kakaknya tersebut.
"Gak apa-apa Nak. Kamu istirahat yah! besok sudah mulai sekolah. Ibu juga mau tidur, pagi-pagi Ibu harus ke pasar soalnya." Jawab Bu Fitri sambil tersenyum dan menyembunyikan lara dihatinya, lalu Ia melangkah pelan dengan hati yang sedih memasuki kamarnya. Rumah itu sendiri hanya terdiri dari dua kamar, sehingga Zaha harus tidur di ruang tamu yang rangkap jadi kamar tidurnya. Pengalaman Zaha yang keras dan malang melintang dalam dunia agensi, membuat Ia dengan cepat memahami situasi yang menimpa keluarga tersebut. Perlahan Zaha melangkahkan kakinya menuju kamar Kakak perempuannya tersebut. Ia langsung menarik handel pintu, karena Ia yakin pintu kamar kakaknya tersebut tidak dikunci.
POV Zaha
"Ngapain lu masuk ke Kamar Gua ?" tanya Nia tidak senang begitu melihatku masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi terlebih dahulu.
Aku yang terlanjur kesal dengan sikap kurang ajarnya pada Ibu menatap Kak Nia dengan tajam. Matanya yang semula menatapku penuh amarah berubah jadi pucat dan ketakutan.
"Ma-mau apa loe ?" tanyanya dengan getir ketakutan.
"Bisa gak Kakak berbicara lembut dengan Ibu ?" tanyaku dengan dingin.
"Bu-bukan urusan loe." Jawabnya gugup, karena Aku berjalan semakin mendekat ke arahnya.
"Gue gak peduli! kalaupun seandainya Kakak gak peduli melihat Gue yang masih hidup. Gue bisa lihat itu dari tatapan loe. Tapi, jangan pernah menyakiti perasaan Ibu. Terlepas apapun yang telah loe miliki, paling tidak hargai dia! karena dia yang telah ngelahirin loe ke dunia ini." kataku dengan nada dingin dan menahan amarah. Aku yang telah lama tidak merasakan kasih sayang seorang Ibu, merasa sangat marah ketika melihat Ibu dari ragaku saat ini diperlakukan dengan kasar, apalagi itu oleh anaknya sendiri.
Kak Nia tidak menjawab sama sekali ucapanku, Ia terlihat gemetar dengan tatapan tajamku sampai-sampai Ia berkeringat dingin karena efek dari ketakutan yang dirasakannya.
".. Sekali lagi Gue lihat Kakak berkata kasar seperti tadi pada Ibu, Gue gak akan memaafkan Kakak, Paham ?" Ancamku.
Aku tidak menunggu jawaban darinya, karena setelah ini Aku yakin Ia tidak akan lagi berani berkata kasar pada Ibu.
POV Zanna Kirania Fitri
Aku begitu bangga, saat kerja kerasku akhirnya membuahkan hasil. Setelah kini menjadi pacarnya Ronal, salah seorang mahasiswa terpopuler di kampusku. Walau Ia kata orang-orang seorang playboy, tapi masa bodohlah! Dengan menjadi pacarnya, paling tidak orang-orang tidak akan lagi menganggapku sebagai seorang Mahasiswi miskin yang tidak laku. Walau, kadang ada juga gosip-gosip tidak enak yang mengatakan kalau Aku seorang gadis matre. What ever lah! Yang penting, Aku yang sekarang bisa menjadi pacarnya salah seorang cowok terpopuler dikampusku.
Awalnya, Aku sudah sangat senang dan berbunga-bunga begitu diantar oleh Ronal. Ia yang baru seminggu ini jadi pacarku, bahkan sampai mengantarku langsung ke depan rumahku. Sebenarnya Aku sempat malu sih, kalau sampai Ronal tahu keadaan rumahku seperti apa ? Namun karena melihat kesungguhan dan ketulusannya menerimaku apa adanya, akhirnya Aku mau juga ketika diantar olehnya. Ketika turun dari motor sport nya, Kami sempat berciuman sejenak. Entah ini ciuman kami yang ke berapa, tapi kami sudah terbiasa untuk melakukannya. walau Ronal pernah mengajak untuk melakukan lebih, namun untuk satu itu Aku masih menjaganya.
Perasaan yang berbunga-bunga itu harus berubah jadi rasa kesal yang mendalam. Entah kenapa, setiap pulang kerumah perasaanku berubah dengan kesal begitu saja. Kadang Aku berharap tidak terlahir dari keluarga ini dan seandainya bisa memilih, Aku lebih memilih terlahir dari keluarga yang berada. Satu-satunya yang ku syukuri adalah wajah cantik yang diturunkan dari Ibuku. Beda halnya dengan Adikku, tampangnya yang biasa-biasa saja, kalau tidak mau dibilang jelek! Kami satu Ibu namun beda Ayah. Ayahku meninggal saat Aku berusia 2 bulan. Beberapa tahun kemudian, Ibu kembali menikah. Namun suami keduanya, seorang laki-laki bejat. Usianya lebih muda dari Ibu. Namun sifatnya yang kasar dan suka berjudi, masih saja membuat Ibu bertahan dengannya. Untung saja beberapa tahun yang lalu Ia pergi entah kemana, sampai saat ini tidak tahu kemana rimbanya, meninggalkan kami bertiga. Ibu jadi semakin luntang-lantung menghidupi keluarga ini, Ia sampai berjualan di pasar dari pagi hingga sore hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ahmad Rianto
apa di NT, bisa di kasih ilustrasi gitu Thor, kek di Oren..
2022-02-14
0