"Selamat datang dirumah Nak!" kata bu Fitri menyambut kedatangan Zaha, anaknya siang itu, yang diantar oleh Pak Hadi serta putrinya, Sherlin. Wanita yang menabrak Zaha sebelumnya.
Zaha masuk dalam rumah yang sangat sederhana yang berlokasi di pinggiran kota Jakarta. Namun begitu, suasana disekitar rumah penduduk yang rata-rata dari kalangan masyarakat level menengah kebawah itu lumayan asri. Beruntung ketika Zaha akan pulang siang tadi, di antar oleh Pak Hadi dan putrinya yang kebetulan juga berniat datang menjenguk dan mengantarnya ke rumah. Beliau sangat bertanggung jawab dengan semua yang terjadi pada Zaha, mulai dari menanggung semua biaya perawatan serta mengantarkan Zaha serta Ibunya hingga sampai ke rumah.
"Kita hanya tinggal disini berdua Bu ?"
"Ya tidak, kan masih ada Nia, Kakakmu Nak! kalau sekarang mungkin Ia sedang kuliah" jawab Bu Fitri.
"Astaga, sampai lupa Saya. Bapak Hadi sama Non Sherlin mau minum apa ?" tanya Bu Fitri pada kedua tamunya.
"Eh tidak usah repot-repot Bu. Kami cuma sebentar disini. Sekali lagi, kami mohon maaf atas kejadian yang menimpa Nak Zaha. Putri saya terlalu ceroboh sehingga menyebabkan Zaha celaka, mungkin hanya ini yang bisa kami bantu untuk pemulihan Nak Zaha. Namun, jika nak Zaha masih ada keluhan tentang kondisinya pasca kecelakan kemarin, jangan sungkan untuk menghubungi Saya atau Putri Saya nantinya," ujar Pak Hadi sambil menyerahkan kartu namanya dan sebuah amplop yang lumayan tebal pada Bu Fitri.
"Ini apa Pak ?" tanya Bu Fitri sambil melihat isi amplop dan alangkah terkejutnya Ia begitu melihat segepok uang berwarna merah dalam amplop tersebut.
"Diterima yah Bu. Mungkin gak seberapa, kami harap ini bisa untuk membantu pemulihan Zaha." Ucap Pak Hadi dengan penuh wibawa.
"Gak apa-apa Bu. Diterima saja, tidak baik menolak kebaikan orang." Ucap Zaha begitu melihat Ibunya seperti berat menerima uang pemberian dari Pak Hadi, apalagi mereka juga sudah bertanggung jawab terhadap semua keperluan Zaha selama di Rumah Sakit..
"Baiklah Pak, kalau begitu kami terima. Sekali lagi, kami ucapkan terimakasih yang tak terhingga atas kebaikan Bapak dan Non Sherlin pada keluarga kami." Ujar Bu Fitri terharu.
"Iya Bu, sama-sama. Sekali lagi kami mohon maaf dan kami berharap semoga Zaha bisa pulih sepenuhnya dan bisa beraktifitas normal kembali."
"Oya, Pak. Maaf kalau sebelumnya saya lancang." Sela Zaha memberanikan diri, karena dari awal berjumpa dengan Sherlin dan Pak Hadi, seperti ada yang aneh dengan tatapan Sherlin pada Ayahnya tersebut. Zaha yang semasa aktif di kesatuan jelas sangat mengerti dengan ekspresi tersebut.
"Iya, ada apa Nak Zaha ?"
Zaha menatap Sherlin sejenak sebelum melanjutkan ucapannya pada Pak Hadi.
"Saya tidak tahu ada masalah apa antara Pak Hadi dengan Mbak Sherlin sebelumnya..." ucap Zaha hati-hati, Dia sangat menjaga perasaan Sherlin ataupun Pak Hadi yang telah bertanggung jawab pada Zaha, baik selama Ia tidak sadarkan diri sampai telah bersedia mengantarkan dirinya dan Ibunya pulang ke rumah. Jadi Zaha memberanikan diri untuk berbicara untuk kebaikan Sherlin dan Ayahnya tersebut.
"Maksud Nak Zaha ?" tanya Pak Hadi mengerutkan keningnya sambil melirik pada Sherlin, karena merasa apa yang akan disampaikan oleh Zaha ada hubungannya dengan anak gadisnya tersebut begitu melihat remaja tersebut menatap anaknya.
"Saya sudah mengetahui detail kecelakaan yang menimpa saya melalui Dokter Anna dan Polisi yang menangani kejadian tersebut."
"Maksud Nak Zaha, masih kurang kami memperlakukan Nak Zaha ?" ujar Pak Hadi dengan nada tidak senang.
"Nak.." panggil Bu Fitri sambil memegang lengan Zaha.
"Oh tidak begitu Pak Hadi. Bukan begitu maksud Saya, mohon Bapak jangan salah paham dahulu. Mengetahui kecelakaan yang menimpa Saya, itu murni kecelakaan yang kita semua tentunya tidak menginginkan itu terjadi, dan tidak ada yang salah dengan perlakuan Pak Hadi dan Mbak Sherlin pada saya. Justru Saya sangat berterima kasih sekali, karena Pak Hadi telah memperlakukan Saya dan keluarga Saya dengan sangat baik."
"Terus, maksud Nak Zaha apa ?"
"Mbak Sherlin.." ujar Zaha sambil menatap ke arah Sherlin, anaknya Pak Hadi.
"Saya ?" tanya Sherlin bingung.
"Ya, Mbak Sherlin.." ujar Zaha singkat.
"Kenapa dengan saya ?" tanyanya dengan tatapan bingung.
"Saya melihat tatapan yang berbeda ketika Mbak Sherlin melihat pada Bapak. Ada sebuah beban yang tidak sanggup diceritakan oleh Mbak Sherlin pada Bapak." Kata Zaha melanjutkan sambil menatap penuh selidik pada Sherlin.
"Jangan sok tahu kamu!" Sela Sherlin dengan wajah sedikit pucat dan agak takut melihat kearah Ayahnya.
"Maksud Kamu apa Nak Zaha ?" ucapan Zaha serta respon anak gadisnya yang terkejut memantik rasa penasaran dari Pak Hadi.
"Bukan pada saya Bapak bertanya, seharusnya pertanyaan itu Bapak tanyakan pada Mbak Sherlin. Beban apa yang membuat Mbak Sherlin sampai tidak berani mengungkapkannya, khususnya pada Pak Hadi. Saya percaya, Pak Hadi adalah seorang Ayah yang bijaksana, terbukti dari bagaimana Bapak bertanggung jawab terhadap saya, padahal jika itu orang lain, bisa saja tidak mau peduli sama sekali, apalagi saya yang hanya orang miskin seperti ini. tapi saya rasa beban yang tidak berani diungkapkan oleh Mbak Sherlin kalau tidak segera diselesaikan, bisa jadi penyakit yang bisa merusak psikologisnya. Ini masih untung! Karena beban pikirannya itu hanya Saya yang jadi korban. Bisa dibayangkan jika beban pikiran itu, malah akan membahayakan nyawa Mbak Sherlin suatu saat, tentunya Pak Hadi dan keluarga tidak menginginkan hal itu bukan ?"
Penjelasan dan pertanyaan terakhir dari Zaha sukses membuat Pak Hadi tersadar akan 'sesuatu' yang dimaksudkan oleh Zaha. Dalam hati, Pak Hadi heran bagaimana seorang remaja didepannya itu bisa mengatahui permasalahan yang dia sendiri bahkan belum menyadarinya. Ia melihat ke arah anak gadisnya dengan mata berkaca-kaca.
"Apa perjodohan itu, jadi beban bagimu Nak ?" tanya pak Hadi lembut sambil menatap Sherlin.
Sherlin yang ditanya hanya terisak, tangisnya pun pecah! Seketika itu sadarlah Pak Hadi akan permasalahan yang disebut sebagai beban oleh Zaha barusan. Sontak membuat Pak Hadi merasa sebagai orangtua yang sangat berdosa, Ia peluk anak gadisnya tersebut.
"Maafkan Papa, Nak! Papa gak tahu kalau ternyata Kamu menderita karena keputusan Papa. Tapi kenapa Kamu tidak menolaknya ? Papa tidak akan memaksa kalau memang Kamu tidak setuju dengan perjodohan itu. Papa tidak akan memaksamu, jika itu tidak membahagiakan Sherlin, maafkan Papa yah Nak!" ujar Pak Hadi penuh sesal.
"Pa.. hikss hikss." Sherlin menangis dalam pelukan Papanya.
"Sudah, hapus air matamu Nak. Mulai sekarang, terbukalah sama Papa! Apapun itu, jika Sherlin pun sudah ada pilihan lain, Papa pasti akan mendukungnya. Siapapun itu, asal bisa membuat anak gadis Papa satu-satunya ini bisa bahagia."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Ahmad Rianto
kalo gue yg di posisi Zaha pun belum tentu berani ngelakuin itu semua..
2022-02-14
0
🌸nofa🌸
jangan melamun mba..
2022-01-31
0