Lalu mulai memandangi tubuhnya yang saat itu masih dalam keadaan yang polos tanpa sehelai benang pun yang melekat pada tubuhnya, dan hanya di balut oleh selembar selimut saja yang kala itu menutupi tubuh mulusnya. Menyadari dirinya bangun kesiangan saat matahari yang terasa semakin panas menyengat permukaan kulit wajahnya dari sela-sela jendela, Anna pun langsung saja di buat terperanjat dari tidurnya.
"Oh tidak, aku kesiangan!!" Celetuknya seorang diri.
Anna dengan cepat melirik ke sebelahnya, saat itu nampak tempat tidurnya yang sempit itu terlihat sudah kosong, dan tidak ada sosok Arga disana. Anna pun bergegas bangkit, dengan hanya di balutkan oleh selimut, ia pun melangkah cepat menuju seluruh ruangan yang ada di rumahnya untuk mencari keberadaan Arga dengan sedikit tertatih-tatih karena bagian bawahnya yang masih terasa sangat sakit akibat ulah Arga. Namun sayangnya, meski telah mencari ke segala ruangan yang ada, ia tetap tidak dapat menemukan adanya sosok Arga di rumahnya itu.
"Haiss, kemana dia? Apa dia sungguh pergi begitu saja?" Tanya Anna seorang diri yang mulai nampak sangat panik dan bercampur kesal yang semakin susah ia kendalikan,
Tak lama, Anna pun bergegas kembali ke kamarnya sembari terus menggeram dan terus mengutuk Arga karena berfikir Arga telah menipunya dan sangat merugikannya.
"Dasar penipu!! Astaga, dia sudah mengambil keperawananku dan pergi begitu saja!! Benar-benar penipu kau Arga, penipu penipu penipuuuuuu!!" Pekik Anna yang terus memukul-mukul bantalnya karena merasa sangat kesal.
Tak sengaja, saat itu mata Anna pun melirik ke arah nakas yang letaknya berada di sebelah kanan tempat tidurnya, di atasnya ia melihat sudah ada terletak seperti selembar kartu.
"Apa itu?!" Tanyanya seorang diri sembari mulai beranjak mendekati nakas itu.
Anna pun meraih selembar kartu itu, yang ternyata diketahui sebagai kartu nama dari Arga, yang nampak sengaja ia tinggalkan agar Anna bisa lebih mudah untuk menghubunginya.
Seolah tak ingin membuang-buang waktu lebih lama lagi, Anna pun bergegas meraih ponselnya, lalu menghubungi nomor yang tertera di kartu nama itu.
"Ya, Halo." Jawab seorang pria yang dari suaranya terdengar jelas jika itu memang lah Arga,
"Heh, apa kau sengaja ingin menipuku ya?! Sudah puas semalam meniduriku, lalu dengan seenaknya saja kau pergi seolah tanpa beban! Apa begini caramu berterima kasih ha? Apa begini caranya??! Ketus Anna yang mulai meluapkan kekesalannya tanpa ada rasa takut apalagi segan meski saat itu ia tau jika Arga adalah orang yang memiliki kekuasaan di kota itu.
"Hei, kenapa tiba-tiba kamu marah? Aku tidak sedang menipumu, kalau aku berniat menipu, tidak mungkin aku meninggalkan kartu namaku." Jelas Arga yang terdengar begitu tenang.
"Halah banyak bicara! Setelah apa yang sudah kau lakukan semalam padaku, jadi kau hanya bisa meninggalkan selembar kartu ini padaku?! Iya??" Tanya Anna yang semakin meninggikan suaranya.
"Oh itu, eemm atas yang terjadi semalam, aku sungguh sangat menyesali perbuatanku yang tidak bisa menahannya hingga harus melakukannya denganmu. Tapi, aku bisa bertanggung jawab atas itu, jadi kamu tenang saja."
"Bertanggung jawab? Bagaimana caramu bertanggung jawab untuk suatu hal yang tidak bisa kembali seperti semula?? Kamu telah meniduriku, kamu telah mengambil keperawananku, kau tau itu??!
"Iya aku tau, maka dari itu sebagai bentuk tanggung jawabku, maka aku bisa saja menikahimu." Jawab Arga dengan entengnya seolah tanpa beban saat mengatakannya.
"Apa katamu?!" Mata Anna pun sontak terbelalak mendengar hal itu.
"Iya, aku bisa menikahimu jika kau mau."
"Tidak! Aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak ku kenal. Kau ini, apa kau pikir pernikahan itu adalah sebuah permainan, yang bisa kau ucapkan tanpa berfikir panjang. Huh, benar-benar sudah kelewatan, kau benar-benar sudah gila Arga!!" Ketus Anna yang menjadi sangat tidak terima sembari langsung saja mengakhiri sambungan teleponnya.
Kini perasaan Anna semakin tak karuan, niat menolong seseorang agar bisa secepatnya menolong ibunya yang berada di rumah sakit, malah membuatnya jadi semakin tertimpa kesialan hingga membuatnya terus menggeram dan menyesali tindakannya.
Anna tiba-tiba saja teringat pada ibunya, ia pun bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memutuskan untuk langsung pergi ke rumah sakit untuk menjenguk dan mengecek keadaan ibunya.
35 menit berlalu, kini Anna telah sampai di rumah sakit, ia terus melangkah cepat demi bisa segera tiba di kamar tempat ibunya di rawat. Namun, langkah Anna seketika terhenti saat ia baru saja ingin menyentuh handle pintu ruangan tempat dimana ibunya di rawat.
"Kau ini, sudah sakit-sakitan tapi masih saja kekeh untuk tetap hidup. Apa kau belum puas selama ini hidup di atas keretakan rumah tanggaku ha?! Bahkan hingga saat ini suamiku masih sering mengigau dan menyebut namamu!!" Ketus seorang wanita yang begitu meninggikan suaranya di hadapan Irene yang kala itu masih terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit.
"Maafkan aku, sudah berapa kali ku katakan padamu, aku benar-benar tidak tau jika ia sudah memiliki keluarga, demi tuhan aku tidak mengetahui hal itu sebelumnya." Jawab Irene yang terdengar begitu pelan dan lirih.
"Aaah tidak mungkin, kau bukannya tidak tau, tapi saat itu kau berpura-pura tidak tau karena ingin menguras harta suamiku lebih banyak lagi, iya kan?" Mata wanita itu pun nampak semakin melotot pada Irene.
Namun hal itu tidak membuat Irene membalas tatapannya dengan ikut melotot, Irene justru terlihat semakin sendu menatap wanita yang tengah dalam emosi yang menggebu-gebu itu.
"Tidak, itu sama sekali tidak benar! Aku sungguh tidak tau, dia mengaku lajang padaku dan berjanji ingin menikahiku secepatnya, sampai akhirnya aku mengandung, baru lah dia mengatakan semuanya padaku. Barulah aku tau jika Aryo telah berkeluarga, sejak saat itu, aku pun tidak lagi berhubungan dengannya."
"Aahh! Aku benar-benar muak dengan pembelaanmu itu, kenapa kau tidak mati saja ha?! Dasar pelakor! Sekali pelakor tetap lah pelakor!!" Pekik wanita itu lagi sembari menampar keras pipi Irene seolah tak peduli pada kondisi Irene pada saat itu.
Kedua mata Anna sontak kembali membulat sempurna saat mendengar suara tamparan yang begitu jelas terdengar di telinganya. Kini emosi Anna pun semakin tak bisa lagi ia bendung dan kendalikan, membuatnya langsung masuk begitu saja ke ruangan tempat dimana ibunya di rawat yang berada di kelas tiga. Lalu, tanpa ada rasa takut, ia pun menghampiri wanita yang sejak tadi terus memarahi ibunya dan dengan begitu beraninya, ia juga menampar pipi mulus wanita itu dengan begitu keras hingga membuat pipi wanita itu jadi memerah akibat bekas tamparannya.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
meimei
keren Anna...hajar tuh perempuan rese..😊😊
2022-02-02
0
Rosida
gue suka gaya loe Anna 😘
2022-02-01
0
Rizky
Masihhh nyimakk
2022-01-25
0