Pagi ini, sesuai dengan perkataan Niko kemarin, Aku sudah bersiap untuk pergi ke perusahaan yang tertera di kartu nama pemberian Niko. Aku pun tak lupa membawa tas yang berisi uang pemberian tuan Halim. Huft, tasnya begitu berat. Entah berapa jumlah uang di dalamnya.
Beratnya tas yang Aku bawa tak seberat kakiku melangkah pergi ke perusahaan tuan Halim. Aku harus memilih di antara uang dan tawaran pekerjaan yang akan aku terima. Bisa jadi Aku menerima keduanya atau bahkan tidak menerima keduanya dengan resiko yang akan Aku terima kedepannya.
Satu jam kemudian, taksi yang Aku tumpangi telah sampai di perusahaan besar milik tuan Halim Ahmet. Ada banyak para pegawai yang sibuk bekerja di kantor itu.
Wah, luar biasa sekali jika Aku bekerja di perusahaan ternama itu. Aku masih menatap sekelilingnya hingga Aku tak sadar bahwa Niko yang sedari tadi memanggilku. Maklum Aku begitu fokus dan kagum dengan perusahaan besar tuan Halim.
"Nona Naya ... Nona Naya!" sapa Niko cukup lantang dan menepuk pundakku yang membuatku sedikit terkejut.
"Ah, kau mengagetkanku!" seruku kaget sembari memegang dadaku.
"Maafkan saya, Nona. Tuan Halim sudah menunggu Nona di ruang kerjanya sekarang. Mari saya antar Nona ke sana," ucap Niko yang langsung berjalan mengiringiku memberi petunjuk ke ruang kerja tuan Halim berada.
Tok tok tok
Merasa ada sahutan dari dalam, Niko langsung memasuki ruangan itu dan mengajakku masuk ke sana. Lagi-lagi Aku dibuat takjub, kali ini dengan design ruangan yang begitu natural tapi mewah, sungguh keren.
"Selamat datang Naya. Saya senang akhirnya kamu datang kemari, Nak!" sapa tuan Halim dengan sangat lembut dan sopan sambil tersenyum ramah kepadaku.
Aku hanya menatap tuan Halim itu dengan pandangan cangung dan bingung mau menjawab apa. Dan akhirnya Aku mendekat ke arah tuan Halim dan langsung menyerahkan tas berisi uang di atas meja kerjanya.
"Kamu masih berniat untuk memasukkan Aras ke penjara? Saya mohon sama kamu Naya, tolong jangan lakukan itu, Nak. Besok, saya akan membawa Aras kembali ke Turki untuk pengobatannya agar anak saya bisa berjalan kembali. Butuh waktu beberapa bulan untuk menyembuhkan kelumpuhan kaki Aras. Jadi saya mohon belas kasihmu pada anak saya, Naya!" pinta tuan Halim yang bangkit berdiri kemudian mendekatiku dan hendak memohon berlutut di hadapanku.
Sontak Aku pun menahan tubuh tuan Halim agar tak berlutut di hadapanku. Aku merasa bersalah.
"Anda tidak perlu berlutut padaku, Tuan. Anda tidak bersalah, tapi anak anda lah yang bersalah, Tuan!" tegasku sedikit kesal.
"Saya lah yang bersalah karena telah memaksa Aras kembali ke Jakarta. Jika saya tidak memaksanya, maka kejadian ini tidak akan terjadi," sesal tuan Halim dengan lirih dan penuh kejujuran di matanya.
Lagi-lagi kata penyesalan yang aku dengar kali ini dari tuan Halim. Sama seperti diriku yang sangat menyesal kepada ibu dan ayah. Jika Aku langsung pulang ke rumah waktu itu, maka Aku bisa bercanda tawa dengan ibu dan ayah saat ini.
"Saya tahu kamu anak yang baik dan cerdas, Naya. Maka dari itu saya ingin kamu bekerja untuk saya di sini. Selama saya dan Aras di Turki, saya percayakan perusahaan ini kepada Niko dan kamu. Niko akan membantu kamu sampai kamu paham mengenai perusahaan ini. Please, kamu mau kan, Nak?" pinta tuan Halim padaku sambil menggenggam kedua tanganku dengan hangat dan penuh harap.
Aku mengalihkan pandangan mataku ke arah Niko, kemudian Niko mengangguk pelan kepadaku agar Aku menyetujuinya. Entah kenapa ada sesuatu yang membuat Aku begitu percaya pada Niko.
"Baiklah ... tapi bagaimana dengan sopir yang juga meninggal dalam kecelakaan itu? Maksud saya dengan keluarga yang ditinggalkan sang sopir?" tanyaku khawatir dan juga penasaran.
"Soal itu, saya telah menjamin kehidupan kedua orang tua korban dan juga tiap bulan saya mentransfer uang pada keduanya, karena sopir itu merupakan tulang punggung mereka mengingat sopir itu masih muda dan lajang. Kau tenang saja Naya. Saya pasti bertanggung jawab pada keluarga korban yang ditinggalkan. Saya senang kamu begitu peduli dengan orang lain," kata Halim menjelaskan secara rinci serta kagum padaku.
"Syukurlah, Aku begitu lega mendengarnya," batinku dalam hati sembari mengangguk pelan pada tuan Halim.
Tak disadari Niko pun tersenyum kecil ketika mendengar aku yang begitu mencemaskan keluarga sang sopir yang ditinggalkan dalam kecelakaan maut itu.
"Kamu sudah bisa bekerja hari ini, Naya. Niko akan membantu kamu dalam menjalankan perusahaan ini, Nak. Selamat bergabung di perusahaan saya. Terima kasih banyak, Naya!" Tuan Halim tak hentinya menggenggam kedua tanganku kemudian mengelus kepalaku lembut seperti seorang anak.
Tak lama kemudian, Aku di bawa oleh Niko ke ruang di mana tempat Aku mulai bekerja. Dari sana lah Aku merasa bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah, tapi di satu sisi hatiku kesal tidak bisa menuntut Aras pada kecelakan itu dan Aku sedih tidak bisa merasakan kebahagian bersama kedua orang tuaku. Tapi Aku percaya bahwa setiap cobaan pasti ada hikmahnya dan Allah tidak akan pernah membiarkan kita dalam kesulitan.
Esok hari di perusahaan Haras Company, Aku mulai bersemangat bekerja hanya semata-mata untuk mewujudkan cita-citaku pada ibu dan ayah. Aku tidak akan mengecewakan mereka walau mereka telah tiada.
Bertepatan dengan kepergian tuan Halim dan tuan muda Aras kembali ke Turki, Aku hanya menunggu Niko kembali dari bandara, karena dia ikut mengantar kedua tuannya itu. Aku pun bersyukur tidak bertemu dengan si Aras yang angkuh itu.
Tak lama kemudian, Niko pun datang ke ruang kerjaku dengan wajah tersenyum ramah, beda sekali saat pertama kali Aku mengenalnya.
"Nona Naya, maaf lama menunggu," ucap Niko.
"Nggak apa-apa kok."
"Nona Naya, mulai hari ini posisi anda sekarang menjadi manager di perusahaan ini, mari saya antar ke ruangan baru anda, Nona!" ujar Niko yang membuatku kaget tak percaya.
"Apa? Manager? Saya pegawai baru, mana mungkin langsung menjadi....," ucapku yang langsung dipotong oleh Niko.
"Ini perintah tuan Halim, Nona!" ujar Niko.
Niko pun menunjukkan ruang kerjaku yang baru. Dan tak kusangka bahwa ruangan itu lumayan besar dan nyaman. Aku menyukainya.
"Terima kasih, Tuan!" ucapku pada Niko.
"Jangan panggil saya Tuan. Saya bukan tuan Halim atau tuan muda Aras," pinta Niko tersenyum padaku.
"Lalu Aku harus panggil apa dong? Kamu juga jangan panggil aku dengan sebutan Nona. Panggil aku dengan nama Naya saja!" tanyaku dan kemudian meminta pada Niko.
"Baiklah, Naya. Kau bisa panggil aku dengan nama Niko saja," pinta Niko pula.
"Tidak, kau sepertinya lebih tua dariku, jadi aku panggil kamu dengan Kak Niko saja, gimana?" pintaku dengan pertanyaan.
"Baiklah, terserah kau saja!" ujar Niko yang tersenyum geli mendengarku menyebutnya 'kakak'.
Hari-hari berlalu hingga minggu ke minggu pun berlalu sampai satu bulan kemudian, Aku dan kak Niko begitu sangat akrab dan saling membantu dalam masalah pekerjaan.
Niko Wijaya adalah orang kepercayaan tuan Halim sekaligus sekretaris pribadi tuan muda Aras. Niko orang yang baik dan sangat peduli pada orang lain yang sedang kesulitan seperti diriku. Niko berusia 30 tahun dan masih lajang. Wajahnya lumayan tampan dan cukup gagah karena memiliki badan yang ideal seperti seorang model.
Tiga bulan berlalu, Aku dan kak Niko semakin akrab. Saat pulang kerja pun terkadang Aku dan kak Niko sering meluangkan waktu untuk pergi jalan-jalan seperti ke bioskop, makan malam berdua dan akhirnya kami pun menjalin hubungan.
Bulan-bulan selanjutnya, tidak Aku sangka jika Aku sudah berada di Haras Company selama enam bulan dan hubunganku dengan kak niko semakin saling melengkapi. Keberadaan kak Niko dapat mengobati kerinduanku pada ibu dan ayah. Sungguh Aku bahagia.
Seperti biasa, Aku pergi ke ruang CEO tempat kak Niko melakukan pekerjaannya menggantikan tuan muda Aras untuk sementara. Aku pun masuk ke dalam ruangan tersebut secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan olehnya.
Aku terus berjalan mendekati kursi depan yang ternyata masih membelakangiku itu. Aku yakin jika kak Niko sedang menghilangkan penatnya sembari memandangi penandangan luar jalanan dari jendela kaca besar di sana.
"Dorrr ... kamu betah banget sih di sini sampai lupa kalau sekarang jam makan siang, loh. Ayo kita makan, sayang!" Aku membuatnya kaget dan langsung membalikkan kursi yang dia duduki tepat ke arahku.
Wajah kami bertemu, saling berpandangan. Seketika Aku tersentak kaget dan memudarkan senyumanku. Sedangkan dia menatapku dengan pandangan mata yang tajam dan menakutkan.
"Ka-kamu kapan kembali?" tanyaku gugup dengan rasa malu.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Sumini Ningsih
yah gagal deh mau ngagetin yayang,malah singa yg lagi duduk
2024-09-08
0
Riska Tama
eh eh main ciluk bha nih critanya
2022-04-01
1
Inces🍭😍
bruntung kamu dpt mdptkn niko, nay
2021-12-26
1