"Selamat siang Nona Naya!" sapa pria yang bernama Niko datang kembali ke rumahku.
"Kau....," Aku pun langsung hendak menutup pintu rumahku, tetapi pria itu menahannya.
"Tunggu dulu, Nona. Saya ditugaskan oleh tuan Halim untuk membicarakan sesuatu," cegah pria yang bernama Niko itu dengan kedua tangannya dan langsung masuk ke rumahku begitu saja tanpa izin dariku.
"Saya sudah peringatkan pada kalian agar jangan datang lagi ke rumah ini, tapi kenapa masih kembali? Apa kalian tidak punya telinga, hah?" bentakku menghadap ke arah pria yang bernama Niko.
Pria itu tidak peduli padaku hingga dia malah duduk di sofa dengan membawa kembali tas yang berisi uang dan diletakkan di atas meja tanpa malu.
"Nona, tolong terima uang ini, karena ini bentuk peduli tuan Halim atas kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Nona. Saya ingatkan pada Nona, jika Nona ingin memenjarakan tuan muda lebih baik niat Nona diurungkan saja, karena Nona tidak akan pernah bisa melawan mereka. Tuan Halim akan membebaskan tuan muda Aras bagaimana pun caranya," jelas pria yang bernama Niko itu.
"Saya hanya menuntut keadilan, karena saya tidak terima jika seorang pembunuh seperti tuan muda kalian itu berkeliaran kemana-mana, mengerti?" tegasku kali ini tapi apalah dayaku karena perkataanku hanya membuat si Niko itu tersenyum mengejek ke arahku.
"Saya mengerti, Nona. Tapi percuma apapun usaha Nona, itu hanya akan membuang waktu Nona sia-sia," Niko meyakinkan Aku satu hal tentang kedudukan kedua tuannya.
Aku hanya diam tak membalas perkataannya. Tiba-tiba Niko menyodorkan kertas kecil di atas meja.
"Ini kartu nama dan alamat perusahaan tuan Halim. Nona adalah wanita yang cerdas dan mempunyai prestasi di tempat Nona berkuliah, jadi tuan Halim menawarkan Nona bekerja di perusahaannya di Jakarta. Besok pagi Nona harus berada di kantor, karena tuan Halim menunggu kedatangan Nona," kata Niko menyampaikan pesan dari tuan Halim padaku.
Aku yang masih berdiri hanya mengalihkan pandanganku ke arah pintu sehingga tidak mempedulikan perkataan Niko.
"Kalau sudah selesai tolong pergilah dari sini dan bawa kembali uang itu," ucapku dengan ketus mengusir Niko.
Niko bangkit dari duduknya dan hendak melangkahkan kakinya keluar rumah tetapi sebelum itu dia lagi-lagi memberi peringatan padaku.
"Dan satu lagi, Nona. Ini saran dari saya untuk Nona. Saya peringatkan pada Nona agar menerima pemberian uang itu atau tawaran pekerjaan dari tuan Halim. Lalu urungkan niat Nona untuk menuntut tuan muda Aras. Jika tidak, maka saya jamin hidup Nona tidak akan tenang, karena tuan Halim dan tuan muda Aras akan selalu mengincar anda, Nona!" ujar Niko bernada ancaman yang kemudian pergi dari rumahku meninggalkan tas berisi uang yang masih berada di atas meja ruang tamu.
Niko memperingatkan Aku seolah dia begitu peduli padaku agar Aku tak melakukan kesalahan.
Apa Aku harus menerima uang dan tawaran pekerjaan dari tuan Halim? Lantas Aku harus menutup kasus kecelakaan si pemabuk Aras? Sungguh Aku tidak rela jika tuan muda Aras si pembunuh itu terbebas dari kesalahannya.
Lalu, apa yang harus Aku lakukan? Mana yang harus Aku pilih sekarang?
Di tempat lain, di kediaman Keluarga Ahmet yang begitu besar dan megah bergaya Eropa nan unik, siapa sangka jika penghuni rumah itu hanyalah para pelayan yang merawatnya dan beberapa pengawal untuk berjaga di sana. Rumah itu ada sejak ibu dari Halim Ahmet masih hidup yang memang asli keturunan Indonesia.
Sejak kemarin, sifat Aras berubah menjadi srigala yang meraung membuat para penghuni rumah itu ketakutan mendengarnya. Tepat di dalam kamarnya, Aras mulai membanting semua barang-barang yang ada di sekitarnya.
"Aras, jangan lakukan itu. Jangan menyakiti diri kamu sendiri, Nak!" pinta Halim menenangkan anaknya yang seperti kehilangan akal.
"Ini semua gara-gara Papa. Jika Papa tidak memaksa Aras datang ke Indonesia, pasti kecelakaan itu nggak akan terjadi. Dan Aras nggak akan lumpuh seperti ini, Pa!" teriak Aras di hadapan Halim dengan keras dan kesal.
"Kamu yang salah karena kamu pergi ke club malam dan mabuk-mabukan saat menyetir. Cobalah untuk sadar, Nak. Jadilah anak yang baik untuk Papa, bukan hanya kesuksesan kamu yang membuat Papa bangga tapi sifat kamu juga, Aras!" pinta Halim begitu lirih dan sakitnya hati Halim saat melihat Aras duduk di kursi roda dengan keadaannya yang tak berdaya itu.
Kecelakaan yang terjadi oleh Aras Ahmet membuat dirinya lumpuh yang tidak permanen, hanya bersifat sementara. Kakinya akan pulih jika dia menjalani perawatan medis untuk kesembuhan kakinya agar bisa berjalan kembali.
Atas kecelakaan itu, Aras menyalahkan papanya, padahal jelas-jelas dia yang salah. Halim sebagai orang tua selalu menasehatinya, tapi apalah daya Halim tak bisa membuat Aras menjadi anak yang berperilaku baik.
Sifat Aras begitu berbeda dari ayahnya. Sebenarnya Aras adalah anak yang baik dan penurut. Karena trauma masa lalunya yang buruk membuat Aras menjadi anak yang sifatnya bertolak belakang seperti dulu.
Halim sangat menyesali perubahan sikap Aras yang menjadi manusia berdarah dingin. Halim sangat takut bagaimana jika Aras semakin tak terkontrol emosinya hingga menjadikan Aras bersifat egois di masa depan.
"Sekarang Aras sudah lumpuh, bagaimana jika Aras tidak bisa berjalan kembali, Pa? Papa dengar sendiri, bagaimana Kanaya menyumpahi Aras seakan dia ingin Aras yang mati dalam kecelakaan itu. Kanaya ingin Aras mati. Dan sekarang kaki Aras yang sudah mati, Pa. Aras ingin berjalan kembali. Aras ingin berjalan kembali, Paaa!" Pekik Aras lirih dan mengguncang-guncang tubuh Halim seolah mempertanyakan tentang dia yang ingin kakinya normal seperti sedia kala.
"Aras, tenangkan dirimu, Nak. Kamu jangan takut. Papa akan mencari dokter terbaik di Turki, kalau perlu dokter terbaik se Eropa untuk pengobatan kaki kamu, Aras. Kamu akan sembuh dan berjalan kembali, percaya sama Papa, Nak!" ucap Halim sembari meyakinkan Aras pada kesembuhannya kemudian memeluk Aras menenangkannya.
Aras menangis dipelukan Halim. Sedangkan Halim berusaha untuk menenangkan anaknya dengan tegar walaupun sebenarnya hatinya sangat sedih. Bagaimana tidak, Aras yang biasanya sangat percaya diri dan bisa melewati masalah apapun dalam pekerjaan dan pantang menyerah, sekarang dihadapkan dengan kelumpuhan kakinya membuat Aras berubah menjadi sosok lelaki yang pesimis.
"Benarkah? Papa akan membawa Aras pulang ke Turki untuk menyembuhkan kakiku?" tanya Aras memastikan dan wajahnya mulai ada sedikit senyuman dan matanya berbinar bahagia.
"Benar, apapun akan Papa lakukan untuk kamu, Nak. Tapi ingat, jadikan ini pelajaran buat kamu. Ini teguran dari Tuhan untuk kamu, Aras. Jika kaki kamu sudah sembuh, Papa minta sama kamu, jadilah anak baik seperti dulu yang Papa inginkan. Berbuat baiklah pada semua orang, dan jangan mabuk-mabukan lagi sebagai pelampiasan," pinta Halim sekaligus memberikan pesan pada Aras, anak semata wayangnya.
"Terima kasih, karena Papa selalu ada untuk Aras. Dan maafkan Aras karena Aras sudah buat Papa kecewa. Tolong maafkan Aras, Pa!" ucap Aras yang mulai tenang dan masih memeluk erat Halim seolah tak ingin melepaskannya.
Aras sadar betapa sayangnya Halim kepadanya sampai-sampai Halim mengeluarkan dirinya dari masalah kecelakaan maut itu agar Aras tidak masuk penjara.
Halim perlahan melepaskan pelukan Aras dan beralih memegang kedua bahu Aras dan menatap ke arahnya sambil berkata.
"Sekarang, kamu istirahat dan jangan berpikiran buruk terus. Nanti pelayan akan masukan pakaian kamu ke koper. Lusa kita akan berangkat ke Turki," ujar Halim yang membuat senyuman di hadapan Aras.
"Terima kasih ya, Pa!" ujar Aras tersenyum penuh kebahagiaan sambil menggenggam kedua tangan papanya.
Halim Ahmet keluar dari kamar Aras dan berjalan menuju lantai dasar di mana orang kepercayaannya berada. Niko sang sekretaris pribadi Aras selama di Jakarta.
"Niko, sudah kau lakukan tugasmu dengan baik sesuai perintahku untuk Kanaya?" tanya Halim berharap Niko membawa berita menarik untuk dia dengar.
"Sudah saya laksanakan sesuai dengan perintah anda, Tuan. Namun, ternyata Nona Naya tidak seperti yang kita duga, wanita itu lebih sulit dibujuk. Dia lebih mementingkan keadilan dari pada uang. Tapi jangan khawatir, saya sudah mengeluarkan senjata yang bisa membuat Nona Naya harus menerima tawaran dari Tuan," ujar Niko menjelaskan pada Halim tentang Naya.
Mereka tidak tahu bagaimana prinsip hidup dari Kanaya Aurora yang sangat tidak suka disuap dengan uang walaupun dia dihadapkan dengan uang dalam jumlah yang begitu sangat banyak, Kanaya tidak akan tergoda. Halim Ahmet dan Niko sudah jelas salah menilai sosok wanita secerdas Kanaya Aurora.
"Good job, Niko. Kita lihat saja besok. Apakah Kanaya datang atau tidak? Dan kau tahu bukan, tugas selanjutnya yang akan kau lakukan untuk Kanaya jika dia memilih di antara satu atau keduanya bahkan tidak menerima sama sekali tawaranku?" ucap Halim dan bertanya pada Niko untuk memperingatkannya.
"Saya tahu, Tuan!" ujar Niko mengangguk pelan.
"Bagus, lakukan dengan baik. Jangan biarkan Kanaya lolos dari pantauan kamu," tegas Halim Ahmet memberi perintah.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Sumini Ningsih
pak halim mengajarkan anaknya tidak bertanggung jawa b
2024-09-08
1
Kaka
jahatkah tuan Halim?
2022-02-19
0
saya dijah
syukurin tuh aras
2021-12-28
0