Perbincangan dimulai dengan Ahmad yang memperkenalkan dirinya pada Pak Ratno "nama saya Ahmad Latif Pak, putra dari Bapak Abdul Latif dari Desa Y keponakan dari Bibi Inah. Kedatangan saya kesini bermaksud untuk menawarkan kerjasama dengan Bapak, bila Bapak berkenan saya akan berusaha sebaik mungkin agar Bapak tidak kecewa bekerjasama dengan saya".
"Kerjasama apa yang kamu tawarkan?". Pak Ratno bertanya dengan ramah.
"Saya akan mencari kayu albasia, saya dengar dari Paman, Bapak memiliki pabrik pengolahan kayu albasia, nanti saya akan usaha mencari kayu albasia. Saya mengetahui beberapa tempat yang terdapat tanaman kayu albasia", jelas Ahmad
Kayu albasia adalah kayu ringan yang biasa digunakan untuk berbagai kepentingan, mulai dari membuat peti hingga sebagai bahan bangunan. Selain itu, kayu albasia berasal dari daerah India, Asia Tenggara, dan Cina Selatan. Kebanyakan kayu albasia tumbuh di daerah dataran tinggi dan berhawa sejuk.
Dari pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan kerjasama yang saling menguntungkan bahkan dari perbincangan mereka ternyata diketahui jika Pak Ratno tau tentang keluarga Ahmad karena memang keluarga Ahmad keluarga petani, pekebun dan pemilik tambak ikan yang terkenal yang telah bekerjasama dengan banyak orang. Namun Pak Ratno tidak begitu mengetahui Ahmad dan sepak terjangnya di bidang usahanya. Yang membuat Pak Ratno yakin bekerjasama dengan Ahmad karena Pak Ratno yakin akan kemampuan ayah Ahmad yang kemungkinan besar diwariskan kepada anaknya.
Dirasa telah cukup perbincangan mereka Paman Mukhlas dan Ahmad pamit undur diri. Paman Mukhlas bergegas pergi ke pabrik kayu tempatnya bekerja dan Ahmad akan memulai perjalanan mencari kayu albasia.
Baru mereka melangkah tiba-tiba Ani keluar dari pintu dalam dan menghampiri ayahnya. "Ayah, Pak Edi supir kita tidak masuk, aku diantar siapa dong, sedangkan ayah kan mau mengantar ibu membeli kain dan keperluan konveksi ibu". adu Ani
"Gimana ya?". Pak Ratno yang terlihat bingung.
"Bagaimana kalau saya saja yang mengantar pak". ucap Ahmad tiba-tiba menawarkan diri menjadi supir mengantarkan Ani sekolah.
"Apa kamu nggak keberatan?" tanya Pak Ratno.
"enggak Pak", jawab Ahmad dengan menahan gemuruh jantung dalam dadanya.
Tiba-tiba Ani menyela "aku mau dianterin mas ini asal mbak Inah ikut"
"Mbak Inah kan jaga Ria", Pak Ratno
"Ria diajak sekalian aja. Ayok mbak Inah, Ria sudah mandi kan?. Cuma nganterin aku aja kan cuma sebentar" Ucap Ani
"Iya...mbak Ani". jawab Bibi Inah.
Merekapun berangkat bersama menggunakan mobil yang disediakan untuk mengantar dan menjemput Ani sekolah. Bila Riko dan Rio berboncengan dengan motor, lain dengan Ani yang diistimewakan karena mereka menganggap Ani anak perempuan yang harus dijaga seistimewa mungkin.
"Kok berangkatnya siang mbak Ani", tanya Ahmad basa-basi.
"Kok mbak si, dik aja aku kan masih muda, jangan ikut-ikutan mbak Inah manggil aku mbak hi..hi..hi..., aku berangkat siang karena di sekolah nanti ada peragaan busana dari siswa kelas X tata busana. Aku kan kelas XI jadi cuma jadi penonton, jadi tamu", jelas Ani panjang lebar.
Ahmad ikut tersenyum ketika Ani tersenyum yang terlihat dari kaca spion karena Ani dan yang lain duduk di kursi belakang kemudi. wajah Ahmad memerah saat memandang Ani dari kaca spion, gemuruh dalam dadanya pun bertambah kuat. "Apa ini?" gumamnya dalam hati. Sedangkan Ani terlihat sangat cuek dan tak terpengaruh sedikitpun mengenai supir barunya itu, baginya siapapun yang menjadi supirnya ia anggap seperti Pak Edi yang sudah sepuh dan tak akan berani macam-macam. Ani malah asyik bercengkrama bersama Ria dan mbak Inah.
"Dah sampai dik Ani", ucap Ahmad setelah didepan gerbang SMKN yang ada di kota tersebut. Ahmad mengetahui sekolah tersebut disela perbincangan tadi menanyakannya kepada Ani
"Alhamdulillah" Jawab Ani. Ani keluar dari mobilnya.
"Apakah nanti pulangnya boleh saya jemput?" tanya Ahmad sopan seperti pertanyaan sopir kepada nona nya.
" Tidak perlu mas...siapa?"
"Ahmad dik.."
"Oh..ya mas Ahmad nanti saya pulang bareng teman, nanti aku kasih tau ayah. Kami biasa pulang bareng temanku kok, jangan khawatir". jawab Ani panjang lebar.
"Oh...iya dik..., mari..." ucap Ahmad dengan sopan.
Ani tersenyum dan melambaikan tangan pada mobil yang berlahan meninggalkannya
Ahmad menarik nafas panjang yang ditertawakan Bibinya. Bibi Inah paham akan perubahan raut wajah keponakannya dan air muka Ahmad yang memerah dan menegang menahan gejolak rasa yang ada di dalam dadanya.
"Bibi, nanti aku mulai pergi mencari kayu albasia ke desa sebelah, mungkin pulangnya agak sore". pamit Ahmad
"Iya.., pakai aja motor paman yang ada di pabrik, biar nanti paman pulang sama yang lain". saran Bibi Inah.
"Iya Bi..." jawab Ahmad singkat.
Sesampainya di rumah Pak Ratno Ahmad memasukkan mobilnya di garasi mobil yang cukup besar dan luas. Kemudian Ahmad berjalan kaki ke pabrik pengolahan kayu tempat Paman Mukhlas bekerja yang berjarak kurang lebih 2 kilometer dari rumah Pak Ratno.
Sesampai di pabrik pengolahan kayu Ahmad berkeliling melihat-lihat kondisi pabrik tersebut dan didalam bangunan yang luasnya kurang lebih 2 hektar itulah Ahmad menemukan Pamannya. "Paman, aku mau pinjam motor paman untuk berkeliling mencari kayu albasia disekitar kecamatan sini". Paman Mukhlas memberikan kunci pada Ahmad kemudian berujar, " Sepertinya kalau di desa-desa di sekitar sini dan di kecamatan sini kemungkinannya kecil untuk dapat kayu albasia yang besar, coba kamu cari di kecamatan lain".
Paman Mukhlas memberikan saran seperti itu kepada Ahmad karena pabrik pengolahan kayu di kecamatan ini cukup banyak dan mereka saling berebut untuk mendapatkan bahan baku yang terdekat dengan pertimbangan untuk menekan biaya angkut dan operasional.
Ahmad mengangguk bertanda menyetujui pendapat pamannya.
Mulailah perjalanan Ahmad untuk mencari kayu albasia sebagai awal memulai usahanya. Tiada teman, tiada kawan, tiada saudara yang dia ajak untuk mengunjungi satu daerah ke daerah lain, naik turun gunung yang terjal dan berliku dia lewati. Bertanya dari satu orang ke orang lain. Bahkan Ahmad sempat bertemu dengan orang yang mengenalinya dan mengatakan jika Ahmad orang yang tak bertanggung jawab karena meninggalkan anak dan istrinya dan menelantarkannya. Ahmad hanya menarik nafas dalam-dalam dan beristighfar tanpa berkeinginan untuk membantahnya dan membela diri.
Hari telah berganti petang, namun Ahmad belum menemukan pekebun yang akan menjual kayu albasia. Ia menemukan banyak kayu albasia di daerah itu, namun setiap kali bertanya pada pemiliknya mereka belum mau menjualnya hingga waktu maghrib telah tiba.
Mendengar adzan maghrib berkumandang Ahmad mencari masjid terdekat sebagai tempat persinggahannya sementara bila perlu ia akan bermalam di masjid tersebut dan berniat akan memulai aktivitasnya kembali esok setelah subuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Danies Girl
terimakasih sudah bersedia membaca karya pertamaku yang masih jauh dari kara sempurna...🙏
2022-02-15
1