Kembali ke Kampung

Amber terbangun dari tidurnya, semalam dia terpaksa tidur di samping Januar karena mengantuk berat. Dan saat dia membuka mata, dia berharap sudah berada di kamar lamanya lagi. Namun, ternyata dia masih berada di motel. Sial sekali, kenapa kedua orangtuanya tega menikahkannya dengan petani yang bahkan tidak Amber kenal.

Lalu kemana mereka berdua? Kenapa tega meninggalkan anak semata wayanngnya dengan pria asing? Miris sekali hidupnya, Amber merasa begitu. Dia baru saja diselingkuhi oleh pacarnya yang bernama Darren, tidak kunjung naik tingkat dan lulus smester di usianya yang menginjak 21 tahun. Disusul dengan dinikahkan bersama dengan pria asing. Oh, lalu apa lagi sekarang? Dirinya sudah capek capek kembali ke Jakarta untuk menemui kedua orangtuanya, ternyata mereka tidak ada sama sekali, mereka meninggalkannya dengan pria berjanggut dan berkumis ini. terlihat seperti bapak bapak, mengerikan juga rambutnya yang gondrong.

“Dari mana lu?” Tanya Amber saat pria itu memasuki kamar. Terlihat dia dari luar. “Gue gak mau makan nasi kuning lagi! Gue maunya ikan salmon!” teriaknya seperti itu meluapkan kemarahan.

Yang hanya ditatap datar oleh Janu.

“Lu denger gue gak sih? gue istri lu! Gak seharusnya lu gini sama gue!”

“Kalau kamu gak mau makan, gak usah dimakan. Biar saya yang makan.” Janu berdecak kesal dengan wanita yang dinikahkan dengannya itu.

“Lu mau kemana?”

“Mandi,” jawab Janu dengan santai. “Kita pulang abis sarapan.”

“Gue gak mau pulang ke kampung itu! gue gak mau ke sana!”

“Yaudah sana pergi. Saya gak rugi kamu ngilang. Sebaiknya kamu pergi begitu saya keluar kamar mandi,” ucap Janu dengan santainya.

Dan itu membuat Amber terdiam. Dia menatap ke sekeliling, memangnya dia mau pergi kemana? Mau apa? Amber takut kalau pergi keluar sana dan nanti dirinya malah mengenaskan lagi seperti sebelumnya. Dia juga lapar. “Hiks…” air matanya kembali turun mengingat dulunya dia mendapatkan apapun yang diinginkan. Namun kini, rasanya Amber akan mati sebentar lagi.

Ketika Januar keluar dan melihat Amber sedang makan, pria itu terkekeh sinis. Dan Amber mendengarnya. “Apa? Gue makan karena gue laper dan lu sebagai suami harusnya bisa bahagiain gue lebih dari ini. lu ngerti gak sih?”

Janu mengambil makanan bagiannya dan menyantap di sana. cara makan yang cepat dan lahap membuat Amber mual. Apalagi kumis dan janggut yang tumbuh terkadang terkena nasi. “Jijik, dasar orang kampung.”

“Kamu bilang apa?”

“Gak ada. Gue mau tinggal di sini. lu suami gue. Jadi lu harus bisa beliin gue rumah di sini. kalau lu gak mampu! Lu harus kasih tau dimana orangtua gue. Gue mau nyusulin mereka.”

Januar hanya tetap focus pada sarapannya sendiri. Membereskannya kemudian beruap, “Ayo pulang.”

“Gue gak mau pergi ke kampung itu! itu bukan tempat gue! Gue gak mau! Kasih tau dimana orangtua gue tinggal?!”

“Denger, Saya gak tau dimana orangtua kamu. Mereka Cuma datang dan minta saya buat nikahin kamu dan berakhir seperti sekarang.”

“Kenapa harus lu?! Di saat Nyokap Bokap gue punya kenalan orang orang kaya, kenapa gue malah dinikahin sama cowok miskin bau sampah kayak lu?”

Januar terdiam mendengar kalimat itu. “Saya paham kenapa orangtua kamu bilang kalau kamu butuh didikan.” Kemudian pria itu melangkah keluar dari kamar motel itu.

“Lu mau kemana hah?! Jangan tinggalin gue!” teriak Amber panic. Dia menyusul mencari Januar, tapi pria itu tidak dia dapati dimanapun. Kamar motel sudah ditutup oleh petugas pembersih.

“Heh, lu liat cowok brewok sama kumisan gak? Rambutnya panjang juga.”

“Saya gak liat,” ucap pegawai di sana.

Oke, akan mengerikan untuk Amber tinggal di sini dan mendapatkan hal hal mengenaskan lagi. “Januar?! Lu dimana, Bangsaaattt?!” berteriak lantang seperti itu.

Sampai akhirnya Amber berjongkok dan menutup wajahnya. Dia benar benar takut jika harus masuk got lagi, ditinggal di ibu kota sendirian dan menjadi gelandangan. Amber itu arrogant, jadi dia tidak punya teman. “Hiks…. Mama… Papa….,” ucapnya.

Hingga seseorang berhenti melangkah di depannya. “Cepetan, kita harus ngejar bus.”

Mendongkak dan mendapati Januar di sana. “Lu dari mana?”

“Berak, kamar motel udah mau diisi tamu yang lain. Cepetan.” Pria itu berucap dingin dan melangkah lebih dulu. amber buru buru berdiri dan menyusulnya dari belakang.

🌹🌹🌹

Di dalam bus, Amber mencium banyak aroma tidak enak. Dia duduk di dekat jendela dengan Januar yang ada di sampingnya. Benar benar menahan diri untuk tidak menangis. Sekali lagi, dia membuka surat yang dituliskan Mamanya. Kenapa dia tega meninggalkannya dengan pria yang tidak bisa membahagiakan Amber? Kemana mereka pergi?

“Mau kemana lu?” Tanya Amber ketika Januar berdiri.

“Mau beli roti.”

Karena bus berhenti di terminal. “Mau ikut?”

“Ogah banget ikut sama lu,” ucapnya dengan tatapan sinis dan memilih menatap keluar jendela untuk meratapi nasibnya.

Januar tidak ambil pusing, dia sudah sakit kepala dengan tingkah Amber. Sementara perempuan itu kembali meneteskan air matanya, sampai orang orang yang menawarkan dagangan itu masuk ke dalam bus.

“Kacang! Kacang! Teh manis! Teh manisnya, Mbak!”

“Anggurnya, Mbak!”

Bahkan sampai ada yang mengamen. Dan Amber merasa terganggu olehnya. “Berisik, orang miskin,” gumamnya yang didengar oleh sang pengamen.

“Lu bilang apa barusan?”

Amber menoleh takut takut. “Apaan?”

“Lu bilang apa? Miskin? Lu gak ngaca?! Lu sendiri ngapain di sini? cantik cantik belagu lu! Kayak lu orang kaya aja.”

“Emang gue kaya!” teriak Amber. “Gak kayak lu yang miskin, gue kaya tau. Lu turunan miskin, emang gak akan tau gimaana rasanya keganggu sama nyanyian murahan dari pengamen.”

“Bangsaat lu ya!” ketika pengamen itu hendak memukul Amber, seorang pria menahan tangannya dengan kuat.

Amber yang sebelumnya menutup mata itu, membukanya perlahan. Januar ada di sana.

“Saya minta maaf atas apa yang dilakukan istri saya. Dia emang agak stress dan gak tau apa yang dia omongin.”

“Heh! Gue gak stress ya.”

Januar menoleh dan memberikan tatapan tajam pada Amber, membuat perempuan itu langsung duduk. “Sekali lagi, saya minta maaf,” ucap Januar dengan penuh penekanan.

Awalnya pengamen itu masih ingin memperpanjang urusan, tapi matanya lebih dulu melihat tattoo kecil di pergelangan tangan Januar. Jadi dia melepaskannya. “Ajarin cewek stress lu.”

Januar kembali duduk dan memberikan sepotong roti pada Amber. “Gue mau ketemu orangtua gue, gue gak mau kayak gini,” ucapnya mengambil roti itu kemudian memakannya.

Januar menghela napasnya dalam. “Jaga mulut kamu.”

Ketika bus kembali bergerak, Amber tau kalau dunianya tidak akan lagi sama. Dia akan kembali ke kampung mengerikan itu dan menjadi istri seorang petani. Jika dirinya tidak tahan, Amber sudah berjanji pada dirinya sendiri akan bunuh diri.

“Woy,” ucapnya pada Januar. “Gue masih mau roti.”

“Nanti di terminal yang lain.”

“Tapi gue mau sekarang,” ucap Amber panic. Karena kenyataannya, dia ingin buang air besar.

“Tapi bus lagi jalan, mana bisa berhenti.”

“Gue mau roti!” teriaknya.

“Mas, ini roti punya saya.” Hingga seorang ibu ibu tua memberikan. “Udah ya, Nduk. Jangan teriak teriak lagi. Sadar kamu, jangan gila terus.”

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

gia nasgia

gia nasgia

Pantas aja orang tua kamu sampai nyerah menghadapi kelakuan kamu, udah di ambang batas emang 😏

2025-03-02

0

kalea rizuky

kalea rizuky

cwek manja kayak ini buang ke laut miskin sok

2024-05-02

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

MALAH DIKIRA ORG GILA...😂😂😂😂

2023-11-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!